Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bengkulu > Artikel
Pancasila, Bersemi di Bengkulu dan Jadi Budaya Kelola Kekayaan Negara
Budi Prasetyo
Kamis, 08 Juni 2017   |   1518 kali

Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila, menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Sehingga tanggal 1 Juni merupakan hari libur nasional dan seluruh komponen bangsa memperingatinya sebagai Hari Lahir Pancasila, salah satunya dengan melaksanakan upacara bendera. Keppres tersebut menempatkan kembali sejarah proses kelahiran Pancasila berdasarkan fakta sejarah tanpa bermaksud mengganti rumusan final sila-sila Pancasila.

Akhir-akhir ini muncul peristiwa-peristiwa yang kurang sejalan dengan Pancasila, diantaranya gerakan-gerakan anti-Pancasila, anti-UUD 1945, anti-NKRI, dan anti-Bhinneka Tunggal Ika. Dalam pidato Presiden Joko Widodo saat memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di halaman Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin, 1 Juni 2017, Presiden meneguhkan komitmen agar bangsa Indonesia lebih mendalami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Komitmen pemerintah tersebut sudah jelas dan sangat kuat, salah satunya diundangkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Lembaga baru tersebut ditugaskan untuk memperkuat pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, yang terintegrasi dengan program-program pembangunan dalam mengentaskan kemiskinan, pemerataan kesejahteraan dan berbagai program lainnya.

Pidato Presiden tersebut juga disampaikan oleh Inspektur Upacara Hari Lahir Pancasila Rinardi di halaman Kantor Wilayah (Kanwil) Perbendaharaan Negara Provinsi Bengkulu, Kamis (1/6). Selain pegawai Kanwil Perbendaharaan Negara, upacara tersebut dihadiri pegawai Kementerian Keuangan dari 5 (lima) kantor vertikal Kementerian Keuangan, antara lain Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C (KPPBC TMP C), Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bengkulu dan KPP Pratama Arga Makmur.

PANCASILA, Bersemi di Bengkulu

Beruntunglah bagi Penulis, pegawai KPKNL Bengkulu, pegawai DJKN, pegawai Kemenkeu, maupun masyarakat yang bertempat tinggal atau memiliki sejarah singgah di Provinsi Bengkulu. Mengapa? Bengkulu merupakan sebuah provinsi di Pulau Sumatera yang kaya sejarah salah satunya saksi perjuangan Sang Proklamator Bung Karno selama kurun waktu 1938 sd. 1942, sebelum Bung Karno akhirnya bebas dan kembali ke Jakarta untuk menyusun pergerakan proklamasi Indonesia dan memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Kita yang memiliki jiwa Pancasila khususnya Nasionalisme, maka jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah) bagaimana para pejuang bangsa memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Pancasila merupakan hasil penggalian atas khasanah masyarakat Indonesia oleh Bung Karno. Pancasila merupakan 5 (lima) sendi dasar yang menjiwai kehidupan berbangsa dari Sabang sampai Merauke, keanekaragaman suku, bahasa, dan budaya yang menjadi satu dalam kebersamaan. Bung Karno sebagai salah satu Founding Father, yang merumuskan falsafah bangsa way of life (pandangan hidup) bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang memiliki peranan penting dalam menyatukan keanekaragaman pada bangsa Indonesia.

Buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat”, mengkisahkan perjuangan Bung Karno selama dibuang di Bengkulu. Sebelumnya, pada tahun 1934-1938 Bung Karno dibuang ke Ende oleh Belanda dikarenakan aktivitasnya yang menggebu-gebu terkait semangat nasionalisme Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dianggap membahayakan kepentingan Belanda. Bung Karno nyaris menyerah. Berkat dukungan istrinya Inggit Garnasih yang rela dibawa ke Ende, Bung Karno berjanji untuk terus berjuang sampai akhir. Bung Karno juga meminta maaf kepada Inggit karena telah membawa kehidupannya ke tempat pengasingan. Dan Inggit menjawab bahwa cinta Inggit kepada Bung Karno tidak dapat diukur hanya dengan ikut Bung Karno ke tanah buangan. Inggit merasa bahagia dapat berbakti kepada suami. Perjuangan-perjuangan Bung Karno yang mungkin juga dirasakan oleh pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) beserta istri, bagaimana harus ikhlas mengabdi ditempatkan ke seluruh penjuru NKRI dan dihadapkan pada pilihan mengikutsertakan istri-anak ikut ke pelosok. 

Pada saat di Ende Bung Karno sakit keras, sehingga atas protes Thamrin kepada pemerintah Belanda maka Bung Karno dipindahkan ke Bengkulu pada Februari 1938. Pada tahun tersebut, Bung Karno meramalkan bahwa Indonesia akan mendesak ke depan dan memutuskan belenggu penjajahan di tahun 1945. Bulan Juli 1941, Bung Karno menulis dalam “Harian Pemandangan” sebagai berikut: “Patriotisme tidak boleh disandarkan pada nasionalisme dengan pengertian kebangsaan yang sempit yang – seperti Italia dan Jerman – meletakkan kepentingan bangsa dan negeri di atas kepentingan kesejahteraan manusia-manusia di dalamnya. Saya berdoa kepada Allah Ta'ala agar melindungi kita dari kefasikan untuk mempercayai fasisme dalam menuju kemerdekaan”.

Istri, rakyat, dan peristiwa-peristiwa yang dihadapi Bung Karno merupakan inspirasi bagi perjuangannya. Jawa tempat kelahirannya, tanah Sunda tempat menimba ilmu dan berjumpa dengan istri yang setia dibawa ke Ende, dan di “bumi rafflesia” Bengkulu Bung Karno makin bersemi   dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bung Karno bertemu dan berteman dengan Ketua Muhammadiyah Bengkulu Hassan Din. Selain itu, juga bertemu dengan orang keturunan Tionghoa Karim Oey. Pertemuan dengan Hassan Din, menjadikan Bung Karno mengajar di sekolah Muhammadiyah dan disitulah berjumpa dengan anak gadis Hassan Din bernama Fatmawati. Selain sekolah Muhammadiyah, Bung Karno juga sering mengunjungi beberapa sekolah di Bengkulu, khususnya sekolah Taman Siswa yang menjadi kebanggaan bagi penduduk Bengkulu. Setiap akhir pekan, Bung Karno berkumpul dengan para guru dan para siswa untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Sebagaimana diketahui Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Republik Indonesia, diperkenalkan pertama kali oleh WR. Supratman, pada Kongres Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 di Batavia. Lagu yang menandakan kelahiran pergerakan nasionalisme seluruh Nusantara di Indonesia yang mendukung ide #SatuIndonesia sebagai penerus Hindia Belanda, dibandingkan dipecah menjadi beberapa koloni. 

Bung Karno juga sering memberikan contoh dan pemahaman kepada seluruh siswa tentang rasa cinta tanah air melalui kegiatan kepanduan bangsa Indonesia (pramuka-red), lomba cerdas tangkas dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan seputar nama-nama pahlawan saat itu, dan menceritakan tokoh-tokoh pewayangan seperti Empu Gandring, Ken Dedes, dan Ken Arok.

Kegiatan kepanduan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1923, ditandai dengan didirikannya Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung. Pada tahun yang sama, di Jakarta didirikan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO). Kedua organisasi tersebut merupakan cikal bakal kepanduan di Indonesia yang pada tahun 1926 meleburkan diri menjadi satu bernama Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) di Bandung. Jadi, Jakarta-Bandung adalah saudara tua. Cukup disayangkan hanya karena rivalitas dunia sepakbola kedua kubu supporter yang notabene sebagian besar generasi muda, beberapa kali oknum supporter terlibat bentrok.

Selama pembuangan di Bengkulu, Bung Karno juga beraktivitas di luar sekolah yakni di bidang kesenian bersama para pemuda dengan menggelar sebuah panggung drama musikal dalam kelompok yang dinamai Sandiwara Monte Carlo. Hal tersebut dilakukan Bung Karno dikarenakan pada awal kehadirannya di Bengkulu, Bung Karno tidak dianggap masyarakat Bengkulu. Bung Karno menuliskan sendiri naskah drama dan musik dengan memasukkan nilai-nilai Pancasila yang dikemas semenarik mungkin.

Selain itu, Bung Karno juga menyumbangkan pemikiran-pemikiran tentang pentingnya Indonesia Merdeka, antara lain nasionalisme, marhaenisme, sosialisme, anti kolonialisme-imperialisme. Marhaenisme merupakan konsep pemikiran Bung Karno yang anti penindasan oleh manusia kepada manusia lainnya, bangsa yang satu kepada bangsa lainnya. Bung Karno juga menyumbangkan keahliannya di bidang arsitek dengan mengarsiteki bangunan di pusat Kota Bengkulu salah satunya Masjid Jami’. Apa yang dilakukan Bung Karno tersebut diharapkan dapat menjadi semangat pegawai DJKN, dimana saja ditempatkan disitulah kesempatan berkontribusi kepada negara, kepada daerah melalui kontribusi optimalisasi Kekayaan Negara dan penerimaan negara, maupun kontribusi pegawai secara sosial kepada masyarakat  daerah setempat.

Bengkulu juga menjadi saksi sejarah kisah asmara Sang Proklamator bersama Ibu Presiden Pertama di Indonesia. Bung Karno mendambakan keturunan, bersama Inggit Garnasih belum memiliki keturunan. “Setiap orang memiliki anak. Setiap orang, kecuali Soekarno. Inggit tidak memberiku anak, sehingga sebagian dari diriku dan sebagian dari hidupku terasa hampa”, ucap Bung Karno.

Bukan karena parasnya yang cantik semata, Bung Karno jatuh cinta kepada Fatmawati karena keinginan  mendambakan keturunan dan akhirnya menikah dengan Fatmawati pada tanggal 1 Juni 1943 dan sesuai harapannya Bung Karno dikaruniai 5 (lima) orang anak antara lain Guntur Soekarno Putra, Megawati Soekarno Putri, Rachmawati Soekarno Putri, Sukmawati Soekarno Putri, dan Guruh Soekarno Putra.

Empat tahun menjalani pembuangan di Bengkulu, Bung Karno mendapat udara segar ketika penjajah Jepang mampu memukul mundur penjajah Belanda. Bung Karno bertemu dengan Bung Hatta di Jakarta. Pada November 1943, Bung Karno dan Bung Hatta diundang ke Jepang. Mereka meminta Indonesia diizinkan mengibarkan Sang Merah Putih, mengumandangkan Indonesia Raya, serta membentuk suatu pemerintahan, akan tetapi ditolak oleh Jepang. Pada tahun 1944, Jepang semakin terdesak sekutu dan memerlukan simpati dan bantuan dari Indonesia guna menggerakkan seluruh tenaga rakyat Indonesia. Jepang memutuskan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dan Sang Merah Putih diakui sebagai bendera Nasional yang hanya boleh dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang. Keputusan Jepang tersebut dikenal dengan Janji Korso, dimana Indonesia akan diberikan kemerdekaan di kemudian hari.

Pada tanggal 1 Maret 1945, Jepang merealisasikan janjinya kepada Indonesia berupa kemerdekaan tanpa syarat dan ditindaklanjuti dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI diketuai Dr. KRT Rajiman Wedyodiningrat dan beranggotakan 69 orang, dibentuk guna menyelidiki, mempelajari, dan mempersiapkan hal-hal penting terkait masalah tata pemerintahan dalam mendirikan suatu negara Indonesia Merdeka.

Pelantikan BPUPKI sendiri pada tanggal 28 Mei 1945 di gedung Chuo Sangi In, yang kini gedung tersebut dikenal dengan Gedung Pancasila yang berlokasi di kompleks Kementerian Luar Negeri, tempat dimana Presiden Joko Widodo menjadi Inspektur Upacara Hari Lahir Pancasila, Kamis, 1 Juni 2017. Pada 29 Mei-1 Juni 1945 dilaksanakan Sidang BPUPKI I dengan tujuan membahas bentuk negara, filsafat, serta merumuskan dasar negara Indonesia. Dan muncul pertanyaan “Negara yang akan kita bentuk itu apa ada dasar?”

  1. Muhammad Yamin (29 Mei 1945), lima asas dasar negara Republik Indonesia: Peri kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
  2. Mr. Soepomo (31 Mei 1945), lima prinsip dasar negara Indonesia “Dasar Negara Indonesia Merdeka”: Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi, Musyawarah, dan Keadilan Sosial.
  3. Ir. Soekarno (1 Juni 1945), lima sila dasar negara Republik Indonesia “Pancasila”: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada tanggal 1 Juni 1945, hari ke-4 Sidang BPUPKI I tersebut, Bung Karno menjadi pembicara terakhir dari 40 orang anggota yang berpendapat dan berpidato tentang dasar negara Indonesia: “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa yang ber-Tuhan, tetapi orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendak ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada Egoisme Agama. Mari kita amalkan, jalankan agama, dengan cara berkeadaban saling menghormati”.

Bung Karno juga menjelaskan paham atau sila mufakat atau demokrasi. “Kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan akan melihat saya punya hati. Tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam badan permusyawaratan. Dengan cara musyawarah mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan dan permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat”.

Pidato Pancasila Bung Karno menjadi satu-satunya yang tegas mengusulkan filosofische grondslag dan secara aklamasi diterima oleh seluruh anggota BPUPKI. Pidato Bung Karno tersebut menjadi dasar proses perumusan dan pembentukan Pancasila sebagai dasar negara yang dibahas oleh Panitia Sembilan yang diketuai Bung Karno, menghasilkan rumusan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Dan, rumusan dan pembentukan Pancasila mencapai kata sepakat pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

PANCASILA, Budaya Dalam Kelola Kekayaan Negara 

Memasuki usia 11 tahun pada 1 November 2017 nanti, sudahkah DJKN semakin dewasa, matang, dan tepercaya dalam pengelolaan Kekayaan Negara?

Betapa bahayanya jika pengelolaan Kekayaan Negara dilaksanakan apa adanya. Pengelolaan Kekayaan Negara termasuk didalamnya kekayaan daerah merupakan amanat UUD 1945, khususnya pada pasal 33, dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. UUD 1945 memberikan kewenangan kepada negara untuk menguasai dan mempergunakan seluruh Kekayaan Negara yang bersumber dari bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Bahkan kepentingan Pengguna Kekayaan Negara tidak boleh mempengaruhi objektivitas pegawai DJKN selaku Pengelola Kekayaan Negara. Pengelolaan Kekayaan Negara tidak akan optimal jika berada pada ruang hampa. Kekayaan Negara harus memiliki roh baik yang dihembuskan para pemimpin yang baik dan berintegritas tinggi. DJKN sebagai salah satu unit eselon I di Kementerian Keuangan, integritas pemimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dipandang sebagai faktor penting dalam pengelolaan Kekayaan Negara.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tentang Nilai-Nilai Kementerian Keuangan, menetapkan nilai-nilai Kementerian Keuangan sebagai berikut:

  1. Integritas

Dalam berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak, Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral;

  1. Profesionalisme

Dalam bekerja, Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya dengan tuntas dan akurat berdasarkan kompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi;

  1. Sinergi

Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan memiliki komitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas;

  1. Pelayanan

Dalam memberikan pelayanan, Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya untuk memenuhi kepuasan pemangku kepentingan dan dilaksanakan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman; dan

  1. Kesempurnaan

Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan Kementerian Keuangan senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.

Sosok-sosok pegawai DJKN yang berintegritas, dapat terlihat dari nilai-nilai Kementerian Keuangan, yakni selalu mengedepankan sikap jujur, tulus, dan dapat dipercaya dalam menjalankan visi DJKN sebagai  Pengelola Kekayaan Negara yang profesional dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kualitas pengelolaan Kekayaan Negara sangat ditentukan oleh integritas pegawai DJKN selaku  Pengelola Kekayaan Negara dan satker selaku Pengguna. Pengejawantahan integritas dapat ditengok kembali belakang melalui perjuangan bangsa ketika memperjuangkan kemerdekaan dan mengakhiri penjajahan dari bangsa lain karena bertentangan dengan peri keadilan. Integritas masyarakat Indonesia cukup dibanggakan saat penjajahan, senantiasa berjuang dengan semangat tinggi dan tanpa kenal lelah, salah satunya dalam tulisan ini dikisahkan perjuangan Bung Karno.

 Semangat perjuangan tersebut sudah selayaknya menginspirasi pegawai DJKN di masa kini dan mendatang. Semangat perjuangannya sepadan dengan semangat pemuda, terus membara dan berkobar. “Kalau pemuda sudah berumur 21,22, sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak giat untuk Tanah Air dan bangsa.. Pemuda yang begini baiknya digunduli saja kepalanya”, kata Bung Karno. Jadi teringat saat Penulis dan teman-teman diwajibkan gundul kinyis-kinyis saat melaksanakan Diklat Prajab dibawah kepelatihan Kopassus dan Diklat Teknis Umum di Pusdikpassus Batu Jajar, Cimahi, Jawa Barat.

 Selain itu, kita juga pernah mendengar quote Bung Karno, “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut gunung semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Apa yang diucapkan Bung Karno jelas untuk memberikan dorongan, semangat, dan motivasi agar negara mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga pegawai DJKN dan satker Pengguna Kekayaan Negara mesti memiliki integritas tinggi.

Sinergi antara pegawai DJKN dan satker-satker tersebut sangat diperlukan.  Dalam perspektif filosofische grondslag, memposisikan Pancasila sebagai dasar membangun integritas sangat relevan untuk saat ini sesuai cita-cita DJKN sebagai Asset Manager sekaligus Revenue Center dalam kontribusinya untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Pancasila sebagai way of life telah ada sebelum ada Republik Indonesia, Pancasila terbenam di dasar bumi akibat penjajahan bangsa asing selama 3,5 abad. Sejak dahulu kala, bangsa Indonesia mengenal Tuhan dan hidup dalam Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah cinta kepada Tanah Air, bangsa Indonesia mengenal rasa kebangsaan dan kemanusiaan, kedaulatan rakyat, dan cita-cita keadilan sosial.

Integritas dalam pengelolaan Kekayaan Negara akan mampu dibangun apabila nilai-nilai Pancasila sebagai filosofische grondslag mampu dihayati dan diamalkan para punggawa DJKN dan satker-satker pengguna. Pada akhirnya, integritas mendorong pemikiran, sikap, dan perilaku yang senantiasa berkiblat pada keadilan sosial dan berkontribusi pada penerimaan negara untuk  sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indoensia.

Selalu munculnya permasalahan aset negara wujud masih ada pihak-pihak dalam pengelolaan Kekayaan Negara yang memandang Pancasila sebatas manis di bibir, bahkan ada pihak-pihak yang tega mengomoditaskan Pancasila melalui #SayaPancasila .

Harta, tahta, maupun uang jadi dewa untuk oknum-oknum di pemerintahan. Akar korupsi adalah nafsu duniawi yang kurang terkendali, mendorong oknum-oknum di pemerintahan serakah terhadap hak-hak orang lain maupun hak-hak rakyat Indonesia. Berlomba-lomba mengejar harta,tahta, dan sejenisnya tanpa memperdulikan lagi integritas sehingga menjadikan pengelolaan Kekayaan Negara berada dalam kubangan lumpur yang kotor.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Yang kotor tidak bisa membersihkan yang kotor”. Alangkah indahnya negari ini bila Kementerian Keuangan selalu melakukan perbaikan sistem, khususnya Sistem Pengendalian Internal dan para PNS nya sebagai langkah mewujudkan integritas.

Selain Integritas, guna mewujudkan  keadilan sosial dan berkontribusi pada penerimaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia pegawai DJKN diharapkan mampu menerapkan nilai-nilai Kementerian Keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila:

 -  Profesionalisme, Pegawai DJKN senantiasa bekerja secara akuntabel, jujur dan objektif dalam pengelolaan Kekayaan Negara, dengan bekerja sungguh-sungguh, ikhlas dan sepenuh hati. Hal tersebut dapat terlihat dari capaian kinerja layanan unggulan KPKNL Bengkulu di bidang pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang sesuai peraturan yang berlaku dan Standar Operasional Perusahaan (SOP) yakni hingga bulan Mei 2017 mencapai 116,40%. Pegawai DJKN senantiasa bersemangat meningkatkan kompetensi, melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) yang diselenggarakan oleh BPPK Kementerian Keuangan, maupun knowledge sharing. Dan paling penting, Pegawai DJKN senantiasa mampu disiplin waktu, dikarenakan dalam pelaksanaan ibadah setiap umat beragama juga mengatur disiplin waktu.;

-  Sinergi, Pegawai DJKN senantiasa bekerja secara teamwork dan gotong royong, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Kerjasama dilakukan dalam hal kebaikan dan demi kepentingan bangsa negara, seluruh pegawai bahu-membahu salah satunya dalam melaksanakan percepatan program nasional pemerintah Revaluasi BMN telah dilaksanakan rapat koordinasi dengan satker-satker,  penyelesaian permohonan pemanfaatan BMN maupun pemindahtanganan BMN bagaimana koordinasi seksi Pengelolaan Kekayaan Negara dan seksi Pelayanan Penilaian dilakukan cukup intens, sinergi seksi Piutang Negara dan seksi Hukum dalam verifikasi penerbitan produk hukum PUPN, sinergi seksi Pelayanan Lelang dan Bendahara Penerimaan dalam verifikasi pembayaran uang jaminan maupun pelunasan lelang, dan tentunya sinergi seksi Informasi dengan seluruh seksi  dalam membangun citra DJKN sebagai Asset Manager dan Revenue Center melalui sosialisasi dan publikasi yang dilaksanakan secara berkelanjutan. Pada bulan Mei 2017, KPKNL Bengkulu bersinergi dengan Kantor UPBU Fatmawati Soekarno terkait pengelolaan Kekayaan Negara pada Pulau Enggano, bersinergi dengan BPKP Perwakilan Bengkulu bersama Pemda se-Provinsi Bengkulu dalam sosialisasi penggalian potensi Piutang Negara, dan bersinergi dengan KPP Pratama Curup dalam pelaksanaan lelang penghapusan Barang Milik Negara (BMN). Pegawai DJKN senantiasa menghindarkan diri  kerjasama dalam hal kecurangan (fraud) atau praktik korupsi, gratifikasi, maupun pungli yang jelas-jelas melanggar nilai-nilai agama. Teamwork diharapkan dapat juga membantu dalam menyelesaikan persoalan dan mencari solusi melalui forum musyawarah dan komunikasi, salah satunya melalui Dialog Kinerja Organisasi maupun Dialog Kinerja Individu;

- Pelayanan, Pegawai DJKN senantiasa adil baik ke sesama pegawai, maupun kepada seluruh pengguna jasa khususnya dalam hal pelayanan Kekayaan Negara, Penilaian, Piutang Negara, dan Lelang. Pada KPKNL Bengkulu dalam hal pelayanan langsung ke kantor disesuaikan dengan nomor antrian dan dalam pelayanan persuratan disesuaikan dengan tanggal surat yang masuk. Pegawai DJKN mampu empati atas orang lain, kepada siapapun, baik ke atasan maupun ke bawahan, baik ke PNS maupun non-PNS, baik kepada pejabat maupun publik, dan tentunya persetaraan gender; dan

 - Kesempurnaan, Pegawai DJKN senantiasa bekerja sebaik-baiknya, karena tercapainya pengelolaan aset negara yang optimal dan kontribusi pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia ditentukan oleh perhatian kita saat akan melaksanakan (perencanaan) dan saat pelaksanaan pengelolaan Kekayaan Negara tersebut. Selain itu DJKN melakukan continuous improvement dengan dikeluarkan peraturan-peraturan baru, aplikasi-aplikasi, maupun inovasi-inovasi dalam transformasi kelembagaan seperti program Duta Kekayaan Negara yang dapat dilihat pada situs DJKN di www.djkn.kemenkeu.go.id. Pada KPKNL Bengkulu dalam mencapai kesempurnaan, dilaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) setiap bulan, mitigasi risiko maupun pengendalian internal. Bukan sekedar hasil kinerja pegawai maupun organisasi, diharapkan meminimalisir kesalahan-kesalahan sehingga tercipta kepatuhan sesuai peraturan yang berlaku dan secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah. Dan hasil pengelolaan Kekayaan Negara yang optimal sepenuhnya atas kehendak Allah. Hasil jerih payah usaha pegawai DJKN merupakan anugerah Allah. Maka untuk itu kita harus selalu bersyukur dengan berusaha dan berikhtiar kepada Allah.

PENUTUP

Melalui tulisan berjudul PANCASILA, Bersemi di Bengkulu dan Budaya Dalam Kelola Kekayaan Negara, Penulis ingin berbagi bahwa Penulis yang notabene pegawai DJKN Kementerian Keuangan punya cita-cita sesuai program nawacita Presiden Joko Widodo yang ketiga, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.  

Peringatan Hari Lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni dan kelahiran Bung Karno tanggal 6 Juni, menginspirasi Penulis yang nanti tanggal 9 Agustus 2017 merayakan ulang tahun penempatan yang ke-2 di Bengkulu. Bagi Penulis maupun teman-teman DJKN yang penempatan jauh dari keluarga tentunya sangat berat, namun bukan berarti kita luntur dalam perjuangan memajukan bangsa dan negara ini melalui pengelolaan Kekayaan Negara. Dengan melihat perjuangan Bung Karno khususnya saat dibuang ke Bengkulu oleh penjajah Belanda, Penulis ingin menyampaikan bahwa dimanapun kita berada harus senantiasa memiliki kebanggaan kepada bangsa dan negara Indonesia ditunjukkan dengan pengamalan Pancasila dalam bekerja maupun kehidupan sehari-hari. Kita harus yakin DJKN mampu terbang tinggi. Seperti kata bijak Bung Karno,”Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang”.

Stigma “yang pintar, yang inovatif cocok penempatan di Kantor Pusat” dapat diubah menjadi “saatnya kita bangun DJKN dari pinggiran dengan memperkuat kantor-kantor vertikal dalam kerangka satu kesatuan Kementerian Keuangan”. Jadi, setiap pegawai DJKN yang penempatan khususnya di zona 3 dan 4 tidak perlu berkecil hati, melainkan lebih bangga dan bersemangat karena diberikan amanah membangun DJKN melalui pengelolaan Kekayaan Negara di daerah-daerah dan desa guna berkontribusi pada APBN dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. “Kami menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita”, kata Bung Karno.

Nilai-nilai Kementerian Keuangan yang notabene merupakan pengejahwantahan dari nilai-nilai Pancasila juga menjadi identitas DJKN tercermin dalam “Mars DJKN”, yang diharapkan mampu menjadi semangat, kekompakan, jiwa persatuan dan kesatuan seluruh pegawai DJKN.

“Direktorat Jenderal Kekayaan Negara kami bangga padamu

Melayani penuh integritas tinggi dan profesionalisme

Bersinergi untuk kepentingan negara di dalam pelayanan

Demi terwujudnya kesempurnaan selalu tingkatkan kinerja

 Marilah menjaga kekayaan bangsa, kelola aset negara

Marilah bekerja penuh tanggung jawab, agar lestarilah bangsa

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara kami bangga padamu

Kibarkanlah panji kepada dunia, Jayalah DJKN”.

 Akhir kata, Jaya Slalu DJKN, Jaya Slalu Kemenkeu, Jaya Slalu Indonesia...

 #SayaIndonesia #SayaPancasila #KemenkeuPancasila #KemenkeuTepercaya #PekanPancasila

Ditulis oleh: Budi Prasetyo & KPKNL Bengkulu, dalam rangka Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2017.

REFERENSI:


  • Dokumentasi Humas KPKNL Bengkulu;
  • Pidato Presiden Joko Widodo pada Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni 2017;
  • Buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat”;
  • www.kemenkeu.go.id;
  • www.djkn.kemenkeu.go.id; dan
  • Sumber-sumber dari www.wikipedia.org

    Disclaimer
    Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
    Foto Terkait Artikel
    Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini