Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bandung > Artikel
Seri1 : “Tips Singkat Penggunaan Tiga “Aplikasi Dan Situs Gratisan” Dalam Mencari Lokasi Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat”
Raden Ahmad Iman Abdurahman
Kamis, 28 Desember 2023   |   500 kali

I.      Pendahuluan

Dalam dunia pengelolaan kekayaan negara, khususnya terkait pengelolaan kekayaan negara berupa tanah, tingkat “ke-KEPO-an” seorang aktifis pengelola aset sangat menentukan tingkat pengetahuan sang aktifis dalam mengengelola data aset tersebut, yang berpengaruh pada penyajian data dan atau pengambilan kebijakan terkait dengan aset yang menjadi objek ke-KEPO-annya.

KEPO yang oleh sebagian orang dinyatakan berasal dari bahasa Hokkian - Propinsi Fujian Tiongkok “Kaypoh”, yang berarti merujuk pada sikap sibuk, penasaran, atau usil, yang sering mencampuri urusan orang lain[1], atau dari singkatan dari Bahasa Inggris : Knowing Every Particular Object, yang berarti ingin mengetahui segala sesuatu[2], sejak tahun 2022 telah resmi menjadi bagian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang  dimaknai sebagai rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain[3].

                Meski sering dikesankan berkonotasi negatif, bagi penulis, tingkat ke-KEPO-an mereka yang terlibat dalam pengelolaan kekayaan negara,  akan memberi pengaruh positif dalam bidang pengelolaan kekayaan negara, mengingat dengan tingkat ke-KEPO-an yang tinggi namun proporsional sesuai dengan bidang tugas yang diemban, dengan tetap memperhatikan semangat kolaboratif di antara bidang-bidang tugas pengelolaan kekayaan negara, maka pengetahuan / informasi sekecil apapun akan sesuatu hal yang diperoleh sebagai dampak dari ke-KEPO-an tersebut, dapat menjadi referensi bagi dirinya, unitnya maupun unit lain yang terkait atau bahkan tidak berkaitan langsung dengan tugasnya, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan langkah/ sikap, kebijakan bahkan penetapan ketentuan perundang-undangan oleh pejabat/ instansi terkait.

                Dengan semangat ke-KEPO-an tersebut, penulis menyajikan tulisan berseri mengenai ke-KEPO-an tersebut, diawali dengan seri pertama dari tulisan dimaksud dengan judul “Tips Singkat Penggunaan Tiga “Aplikasi Dan Situs Gratisan” Dalam Mencari Lokasi Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat”, yang terbagi dalam dua bagian, di mana bagian pertama akan membahas mengenai KEPO dan cara ringkas “membaca” data pada sertifikat tanah.

 

 

 

 

 

 

II.    KEPO Akan Keberadaan Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat

Dalam seri pertama ini, KEPO yang penulis angkat adalah mengenai Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat. Tanah adalah bagian dari Aset Tetap dalam neraca Pemerintah Pusat dan Daerah, yang memiliki jumlah unit yang besar serta bernilai ekonomis tinggi, serta berdampak secara signifikan dalam kehidupan berbangsa dan negara, karena tanah merupakan bagian dari kedaulatan negara.

Bidang tanah yang diangkat dalam tulisan ini, adalah bidang tanah yang telah memiliki alas hak (baca : sertifikat), baik berupa Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP) serta Hak Guna Usaha (HGU) dan hak lainnya. Pemilihan bidang tanah yang telah bersertifikat ini mengingat terdapat dokumen awal yang cukup untuk melakukan penelusuran keberadaan fisik dari tanah tersebut. Adapun bidang tanah yang belum bersertifikat, tidak akan dibahas pada seri KEPO ini, karena membutuhkan ke-KEPO-an tingkat dewa!.

Hampir semua Bidang tugas di DJKN terkait dengan ke-KEPO-an akan Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat.  Keterkaitan bidang-bidang tugas tersebut dengan bidang tanah yang telah bersertifikat di antaranya :

1.         Bidang Pengelolaan Piutang Negara, sangat berkepentingan dengan bidang-bidang tanah yang bersertifikat yang tercatat sebagai jaminan utang kepada negara dan atau harta kekayaan lain milik penanggung utang / penjamin utang/ pihak terafiliasi lainnya, yang akan berdampak sangat signifikan pada hasil pengelolaan piutang negara tersebut.

2.         Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara, Barang Milik Negara (BMN) / Daerah (BMD), Aset Properti-eks BDL/BPPN/PPA, Aset Bekas Milik Asing/ Tiongkok berupa tanah yang telah bersertifikat, menjadi bagian terbesar (secara nilai) dalam Neraca Pemerintah Pusat dan Daerah. Selain dalam kaitan dengan nilai pada neraca, BMN dan BMD berupa bidang tanah yang telah bersertifikat, menjadi bagian utama dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, karena dapat dibayangkan bila negara tidak memiliki bidang tanah (yang telah bersertifikat), maka Satuan kerja/ Satuan Kerja Perangkat Daerah, tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsi nya secara baik.

3.         Bidang Kekayaan Negara yang Dipisahkan, BUMN/ BUMD sebagian besar memiliki bidang tanah yang telah bersertifikat dan menjadi bagian dari penyertaan modal pemerintah di dalamnya.

4.         Para Pejabat Fungsional di DJKN terutama Penilai Pemerintah dan Pelelang, menjadikan bidang tanah yang telah bersertifikat sebagai objek utama penilaian, serta lelang yang dilaksanakannya.

Ke-KEPO-an akan bidang tanah yang telah bersertifikat sesuai dengan bidang tugas tersebut di atas, pastinya akan bermuara pada keberadaan fisik dari tanah tersebut. Pertanyaan mengenai lokasi, kondisi, dimensi, kepemilikan, kemungkinan permasalahan, serta hal-hal terkait lainnya, termasuk kemungkinan bidang tanah dimaksud terkait / beririsan bahkan overlaping dengan bidang tugas yang lain, akan mengemuka bagi mereka yang KEPO.

Untuk mengawali mendeteksi keberadaan bidang tanah yang bersertifikat tersebut, penulis kenalkan “cara membaca” sertifikat tanah[1] (khususnya HM dan HGB), sebagai berikut :[2]

Catatan : Format tersaji adalah format terkini dari Sertifikat Atas Tanah non Sertifikat Atas Satuan Rumah Susun dan Sertifikat Wakaf. Besar kemungkinan dokumen bidang tanah yang ditemui tidak sesuai dengan format ini, karena terbit jauh sebelum adanya ketentuan ini. Namun secara umum, data dalam dokumen sertifikat tersebut tidak jauh berbeda, kecuali mengenai Nomor Identifikasi Bidang (NIB) tanah yang tidak ada pada sertifikat yang diterbitkan jaman baheula.




Secara umum, dokumen sertifikat tanah tersebut di atas, menyajikan bagian identitas hak atas tanah, pemilik hak, data fisik tanah, serta peristiwa hukum yang harus dicatat dalam sertifikat dimaksud yang mempengaruhi keadaan fisik dan yuridis dari bidang tanah dimaksud.

Apabila kita telah dapat memahami “cara membaca” data pada sertifikat atas bidang tanah yang dikuasai, maka akan memudahkan proses identifikasi keberadaan fisik bidang tanah yang sudah bersertifikat tersebut melalui pemanfaatan  aplikasi dan situs gratisan yaitu Aplikasi Sentuh Tanahku, situs www.bhumi.atrbpn.go.id serta google maps (situs www.google.com/maps), yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian kedua dari Seri 1 SERIAL KEPO DALAM MENGELOLA ASET NEGARA “Tips Singkat Penggunaan Tiga “Aplikasi Dan Situs Gratisan” Dalam Mencari Lokasi Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat”.

 

To Be Continued….


[1] Sertifikat hak atas tanah diberikan untuk kepentingan pemegang hak atau pengelola tanah. Permen ATR No. 7/2016 jo. Permen ATR No. 7/2019 mengatur ketentuanbentuk dan kriteria sertifikat hak atas tanah. Sertifikat hak atas tanah dicetak pada 1(satu) lembar kertas berdasarkan informasi yang diperoleh dari data fisik dan data yuridis. Contoh bentuk dan ukuran lembar sertifikat bisa dilihat di lampiran Permen ATR No. 7/2016 jo Permen ATR No. 7/2019.

Sertifikat hak atas tanah harus memuat informasi sebagai berikut:

1.        nama pemegang hak atas tanah, khusus sertifikat untuk perorangan juga harus dilengkapi foto pemegang hak yang bersangkutan;

2.        jenis hak atas tanah;

3.        nomor identifikasi bidang tanah;

4.        nomor induk kependudukan/nomor identitas;

5.        tanggal berakhirnya hak, untuk hak atas tanah dengan jangka waktu;

6.        kutipan peta pendaftaran (data spasial tervalidasi dari bidang tanah dan memuat sekurang-kurangnya informasi tentang geometri, luas, dan letak tanah).

7.        tanggal penerbitan; dan

8.        pengesahan.

[2] Informasi ini adalah berdasarkan pengalaman penulis.


[3] Instagram @kemdikbud.ri, 15 November 2022

[4] Sertifikat hak atas tanah diberikan untuk kepentingan pemegang hak atau pengelola tanah. Permen ATR No. 7/2016 jo. Permen ATR No. 7/2019 mengatur ketentuanbentuk dan kriteria sertifikat hak atas tanah. Sertifikat hak atas tanah dicetak pada 1(satu) lembar kertas berdasarkan informasi yang diperoleh dari data fisik dan data yuridis. Contoh bentuk dan ukuran lembar sertifikat bisa dilihat di lampiran Permen ATR No. 7/2016 jo Permen ATR No. 7/2019.

Sertifikat hak atas tanah harus memuat informasi sebagai berikut:

1.        nama pemegang hak atas tanah, khusus sertifikat untuk perorangan juga harus dilengkapi foto pemegang hak yang bersangkutan;

2.        jenis hak atas tanah;

3.        nomor identifikasi bidang tanah;

4.        nomor induk kependudukan/nomor identitas;

5.        tanggal berakhirnya hak, untuk hak atas tanah dengan jangka waktu;

6.        kutipan peta pendaftaran (data spasial tervalidasi dari bidang tanah dan memuat sekurang-kurangnya informasi tentang geometri, luas, dan letak tanah).

7.        tanggal penerbitan; dan

8.        pengesahan.

[2] Informasi ini adalah berdasarkan pengalaman penulis.



Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini