I. Pendahuluan
Dalam dunia pengelolaan kekayaan
negara, khususnya terkait pengelolaan kekayaan negara berupa tanah, tingkat
“ke-KEPO-an” seorang aktifis pengelola aset sangat menentukan tingkat
pengetahuan sang aktifis dalam mengengelola data aset tersebut, yang
berpengaruh pada penyajian data dan atau pengambilan kebijakan terkait dengan
aset yang menjadi objek ke-KEPO-annya.
KEPO yang oleh sebagian orang dinyatakan
berasal dari bahasa Hokkian - Propinsi Fujian Tiongkok “Kaypoh”, yang
berarti merujuk pada sikap sibuk, penasaran, atau usil, yang sering mencampuri
urusan orang lain[1],
atau dari singkatan dari Bahasa Inggris : Knowing Every Particular Object,
yang berarti ingin mengetahui segala sesuatu[2], sejak tahun 2022
telah resmi menjadi bagian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaknai sebagai rasa ingin tahu yang
berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain[3].
Meski
sering dikesankan berkonotasi negatif, bagi penulis, tingkat ke-KEPO-an mereka
yang terlibat dalam pengelolaan kekayaan negara, akan memberi pengaruh positif dalam bidang
pengelolaan kekayaan negara, mengingat dengan tingkat ke-KEPO-an yang tinggi
namun proporsional sesuai dengan bidang tugas yang diemban, dengan tetap
memperhatikan semangat kolaboratif di antara bidang-bidang tugas pengelolaan
kekayaan negara, maka pengetahuan / informasi sekecil apapun akan sesuatu hal
yang diperoleh sebagai dampak dari ke-KEPO-an tersebut, dapat menjadi referensi
bagi dirinya, unitnya maupun unit lain yang terkait atau bahkan tidak berkaitan
langsung dengan tugasnya, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan
langkah/ sikap, kebijakan bahkan penetapan ketentuan perundang-undangan oleh pejabat/
instansi terkait.
Dengan
semangat ke-KEPO-an tersebut, penulis menyajikan tulisan berseri mengenai
ke-KEPO-an tersebut, diawali dengan seri pertama dari tulisan dimaksud dengan
judul “Tips Singkat Penggunaan Tiga “Aplikasi Dan Situs Gratisan” Dalam Mencari
Lokasi Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat”, yang terbagi dalam dua bagian,
di mana bagian pertama akan membahas mengenai KEPO dan cara ringkas “membaca” data
pada sertifikat tanah.
II. KEPO Akan Keberadaan Bidang Tanah
Yang Telah Bersertifikat
Dalam seri pertama ini, KEPO yang
penulis angkat adalah mengenai Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat. Tanah
adalah bagian dari Aset Tetap dalam neraca Pemerintah Pusat dan Daerah, yang
memiliki jumlah unit yang besar serta bernilai ekonomis tinggi, serta berdampak
secara signifikan dalam kehidupan berbangsa dan negara, karena tanah merupakan
bagian dari kedaulatan negara.
Bidang tanah yang diangkat dalam
tulisan ini, adalah bidang tanah yang telah memiliki alas hak (baca : sertifikat),
baik berupa Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP) serta Hak
Guna Usaha (HGU) dan hak lainnya. Pemilihan bidang tanah yang telah
bersertifikat ini mengingat terdapat dokumen awal yang cukup untuk melakukan penelusuran
keberadaan fisik dari tanah tersebut. Adapun bidang tanah yang belum
bersertifikat, tidak akan dibahas pada seri KEPO ini, karena membutuhkan
ke-KEPO-an tingkat dewa!.
Hampir semua Bidang tugas di DJKN
terkait dengan ke-KEPO-an akan Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat. Keterkaitan bidang-bidang tugas tersebut
dengan bidang tanah yang telah bersertifikat di antaranya :
1.
Bidang
Pengelolaan Piutang Negara, sangat berkepentingan dengan bidang-bidang tanah
yang bersertifikat yang tercatat sebagai jaminan utang kepada negara dan atau
harta kekayaan lain milik penanggung utang / penjamin utang/ pihak terafiliasi lainnya,
yang akan berdampak sangat signifikan pada hasil pengelolaan piutang negara
tersebut.
2.
Bidang
Pengelolaan Kekayaan Negara, Barang Milik Negara (BMN) / Daerah (BMD), Aset
Properti-eks BDL/BPPN/PPA, Aset Bekas Milik Asing/ Tiongkok berupa tanah
yang telah bersertifikat, menjadi bagian terbesar (secara nilai) dalam Neraca
Pemerintah Pusat dan Daerah. Selain dalam kaitan dengan nilai pada neraca, BMN
dan BMD berupa bidang tanah yang telah bersertifikat, menjadi bagian utama
dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, karena dapat dibayangkan bila negara
tidak memiliki bidang tanah (yang telah bersertifikat), maka Satuan kerja/
Satuan Kerja Perangkat Daerah, tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsi nya
secara baik.
3.
Bidang
Kekayaan Negara yang Dipisahkan, BUMN/ BUMD sebagian besar memiliki bidang
tanah yang telah bersertifikat dan menjadi bagian dari penyertaan modal
pemerintah di dalamnya.
4.
Para
Pejabat Fungsional di DJKN terutama Penilai Pemerintah dan Pelelang, menjadikan
bidang tanah yang telah bersertifikat sebagai objek utama penilaian, serta
lelang yang dilaksanakannya.
Ke-KEPO-an akan bidang tanah yang
telah bersertifikat sesuai dengan bidang tugas tersebut di atas, pastinya akan
bermuara pada keberadaan fisik dari tanah tersebut. Pertanyaan mengenai lokasi,
kondisi, dimensi, kepemilikan, kemungkinan permasalahan, serta hal-hal terkait
lainnya, termasuk kemungkinan bidang tanah dimaksud terkait / beririsan bahkan overlaping
dengan bidang tugas yang lain, akan mengemuka bagi mereka yang KEPO.
Untuk mengawali mendeteksi
keberadaan bidang tanah yang bersertifikat tersebut, penulis kenalkan “cara
membaca” sertifikat tanah[1] (khususnya HM
dan HGB), sebagai berikut :[2]
Catatan : Format tersaji adalah format terkini dari Sertifikat Atas Tanah non Sertifikat Atas Satuan Rumah Susun dan Sertifikat Wakaf. Besar kemungkinan dokumen bidang tanah yang ditemui tidak sesuai dengan format ini, karena terbit jauh sebelum adanya ketentuan ini. Namun secara umum, data dalam dokumen sertifikat tersebut tidak jauh berbeda, kecuali mengenai Nomor Identifikasi Bidang (NIB) tanah yang tidak ada pada sertifikat yang diterbitkan jaman baheula.
Secara umum, dokumen sertifikat
tanah tersebut di atas, menyajikan bagian identitas hak atas tanah, pemilik
hak, data fisik tanah, serta peristiwa hukum yang harus dicatat dalam
sertifikat dimaksud yang mempengaruhi keadaan fisik dan yuridis dari bidang
tanah dimaksud.
Apabila kita telah dapat memahami
“cara membaca” data pada sertifikat atas bidang tanah yang dikuasai, maka akan
memudahkan proses identifikasi keberadaan fisik bidang tanah yang sudah
bersertifikat tersebut melalui pemanfaatan
aplikasi dan situs gratisan yaitu Aplikasi Sentuh Tanahku, situs www.bhumi.atrbpn.go.id serta google maps (situs www.google.com/maps),
yang akan dibahas lebih lanjut pada bagian kedua dari Seri 1 SERIAL KEPO DALAM MENGELOLA ASET
NEGARA “Tips Singkat Penggunaan Tiga “Aplikasi Dan Situs Gratisan” Dalam
Mencari Lokasi Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat”.
To Be Continued….
[1] Sertifikat
hak atas tanah diberikan untuk kepentingan pemegang hak atau pengelola tanah.
Permen ATR No. 7/2016 jo. Permen ATR No. 7/2019 mengatur ketentuanbentuk dan
kriteria sertifikat hak atas tanah. Sertifikat hak atas tanah dicetak pada
1(satu) lembar kertas berdasarkan informasi yang diperoleh dari data fisik dan
data yuridis. Contoh bentuk dan ukuran lembar sertifikat bisa dilihat di
lampiran Permen ATR No. 7/2016 jo Permen ATR No. 7/2019.
Sertifikat
hak atas tanah harus memuat informasi sebagai berikut:
1.
nama pemegang hak atas tanah, khusus sertifikat untuk
perorangan juga harus dilengkapi foto pemegang hak yang bersangkutan;
2.
jenis hak atas tanah;
3.
nomor identifikasi bidang tanah;
4.
nomor induk kependudukan/nomor identitas;
5.
tanggal berakhirnya hak, untuk hak atas tanah dengan
jangka waktu;
6.
kutipan peta pendaftaran (data spasial tervalidasi
dari bidang tanah dan memuat sekurang-kurangnya informasi tentang geometri,
luas, dan letak tanah).
7.
tanggal penerbitan; dan
8.
pengesahan.
[2] Informasi ini
adalah berdasarkan pengalaman penulis.
[3] Instagram @kemdikbud.ri, 15 November 2022
[4] Sertifikat
hak atas tanah diberikan untuk kepentingan pemegang hak atau pengelola tanah.
Permen ATR No. 7/2016 jo. Permen ATR No. 7/2019 mengatur ketentuanbentuk dan
kriteria sertifikat hak atas tanah. Sertifikat hak atas tanah dicetak pada
1(satu) lembar kertas berdasarkan informasi yang diperoleh dari data fisik dan
data yuridis. Contoh bentuk dan ukuran lembar sertifikat bisa dilihat di
lampiran Permen ATR No. 7/2016 jo Permen ATR No. 7/2019.
Sertifikat
hak atas tanah harus memuat informasi sebagai berikut:
1.
nama pemegang hak atas tanah, khusus sertifikat untuk
perorangan juga harus dilengkapi foto pemegang hak yang bersangkutan;
2.
jenis hak atas tanah;
3.
nomor identifikasi bidang tanah;
4.
nomor induk kependudukan/nomor identitas;
5.
tanggal berakhirnya hak, untuk hak atas tanah dengan
jangka waktu;
6.
kutipan peta pendaftaran (data spasial tervalidasi
dari bidang tanah dan memuat sekurang-kurangnya informasi tentang geometri,
luas, dan letak tanah).
7.
tanggal penerbitan; dan
8.
pengesahan.
[2] Informasi ini
adalah berdasarkan pengalaman penulis.