Berita Acara Pengangkatan
Penyitaan dan Surat Permohonan Pencabutan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah,
Perlukah?
Dalam
pengurusan piutang negara yang dilakukan oleh KPKNL Bandung, terdapat
permohonan dari masyarakat terkait penerbitan dokumen-dokumen sebagai berikut:
1.
Berita Acara
Pengangkatan Penyitaan untuk barang sitaan berupa tanah yang telah didaftarkan
kepada Kantor Pertanahan (Berita Acara Angkat Sita);
2.
Surat
Pencabutan permohonan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (Surat Pencabutan SKPT),
atas SKPT yang telah dimohonkan penerbitannya oleh KP3N/ KPKNL Bandung terkait
pelaksanaan lelang dan atau kepentingan lainnya;
Permohonan
tersebut diajukan mengingat berdasarkan catatan pada Kantor Pertanahan terkait,
terdapat catatan adanya penyitaan dan atau permohonan penerbitan SKPT yang
diajukan oleh PUPN/KP3N/KPKNL Bandung, sehingga Kantor Pertanahan mensyaratkan
adanya Berita Acara Angkat Sita serta Surat Pencabutan SKPT tersebut
dalam melakukan pelayanannya.
Mengingat
penerbitan Berita Acara Angkat Sita serta Surat Pencabutan SKPT tersebut
tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan terkait pengurusan piutang
negara maupun pertanahan, maka perlu dilakukan penelaahan lebih lanjut atas
penerbitan kedua dokumen tersebut, terutama terkait dasar hukum, dampak hukum,
prosedur administratif dan teknis penerbitannya.
Dalam rangka
menjawab persoalan tersebut di atas, maka penulis memiliki beberapa asumsi sebagai berikut:
Persoalan 1: Penerbitan Berita Acara Angkat Sita Atas Barang Sitaan
Berupa Tanah
a. Asumsi 1
Sesuai
ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan
Sita, hal masa berlaku sita dan pengangkatan hapusnya catatan sita berdasarkan
Surat Paksa adalah sebagai berikut :
Pasal 40
Sita Berdasarkan Surat Paksa berlaku sampai dengan:
a.
penanggung
pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak;
b.
berdasarkan
putusan pengadilan; atau
c.
putusan
badan penyelesaian sengketa pajak atau ditetapkan lain oleh menteri yang
berwenang atau kepala daerah.
Pasal 41
1. Catatan sita hapus apabila jangka waktu berlakunya sita
berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal
39 dan Pasal 40.
2. Pihak yang
berkepentingan, penyidik atau juru sita pajak mengajukan permohonan penghapusan
catatan blokir dengan melampirkan persyaratan:
i.
putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam hal permohonan penghapusan
catatan Sita Perkara;
ii.
Surat
Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam hal permohonan penghapusan catatan Sita Pidana;
atau
iii.
surat
pencabutan sita yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, putusan
pengadilan atau putusan badan penyelesaian sengketa pajak atau
surat lainnya yang diterbitkan oleh menteri yang berwenang atau kepala
daerah, dalam hal permohonan penghapusan catatan Sita Berdasarkan Surat
Paksa.
3. Permohonan penghapusan catatan blokir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pertanahan.
Memperhatikan ketentuan
tersebut di atas, maka perihal Berita Acara Pengangkatan Penyitaan
atas barang sitaan berupa tanah yang telah didaftarkan pada Kantor Pertanahan :
1. Tidak diatur, dan
2. Bukan merupakan persyaratan dalam pencabutan sita
Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13
tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.
b. Asumsi 2
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor : 724/KM.6/2017 tentang Format Naskah Dinas dan Produk
Hukum Panitia Urusan Piutang Negara, mengatur mengenai Surat Perintah
Pengangkatan Penyitaan (SPPS), dan dalam diktum MEMERINTAHKAN kepada
Kepala KPKNL untuk memerintahkan Jurusita Piutang Negara
untuk mengangkat penyitaan atas barang-barang sebagaimana tercantum dalam
Berita Acara Penyitaan.
Berdasarkan
ketentuan tersebut di atas, maka setelah terbitnya SPPS,
terdapat kewajiban Kepala KPKNL menugaskan Jurusita Piutang
Negara untuk mengangkat penyitaan yang telah dilakukan sebelumnya dalam
suatu Berita Acara Penyitaan, dan pelaksanaan pengangkatan penyitaan
dituangkan dalam Berita Acara Pengangkatan Penyitaan.
Persoalan 2: Surat Pencabutan SKPT
Berdasarkan
ketentuan pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan nomor : 27/PMK.06/2016 tetang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Surat Keterangan Tanah (SKT) / Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah (SKPT) adalah salah satu dokumen yang menjadi persyaratan
pelaksanaan lelang barang berupa tanah dan atau tanah berikut bangunan.
Sesuai
ketentuan pasal 107 Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, SKPT diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan sebagai bagian dari pemindahan hak (atas tanah) dengan lelang.
Selain untuk
kepentingan pelaksanaan Lelang, SKPT juga dapat diberikan terkait dengan
permohonan hak atas tanah, serta dalam rangka pemberian informasi secara
tertulis mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang dapat dimohonkan oleh
pihak yang berkepentingan.
Memperhatikan
ketentuan pasal 187 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, data fisik dan data yuridis mengenai tanah yang tercatat
dalam Kantor Pertanahan, bersifat terbuka untuk umum.
Menurut penulis, meskipun tidak dinyatakan secara limitatif mengenai
masa berlaku SKPT dan mengingat sifatnya berupa surat keterangan yang diartikan
sebagai surat yang isinya menerangkan suatu hal (dalam hal ini adalah
tentang data fisik dan data yuridis tentang tanah yang dimohonkan keterangannya),
maka keterangan mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang dinyatakan pada
SKPT, pada dasarnya hanya berlaku pada saat SKPT tersebut diterbitkan,
apabila terjadi perubahan data fisik dan data yuridis setelah SKPT terbit, maka
data pada SKPT dimaksud tentunya sudah tidak valid lagi.
Selain hal
tersebut di atas, SKPT tidak memiliki kekuatan mengikat dan atau membebani
atas suatu hak atas tanah.
Fakta Yang Mempengaruhi
Persoalan 1: Penerbitan Berita Acara Angkat Sita Atas Barang Sitaan Berupa
Tanah
a.
Sejauh
pengamatan penulis, sebelum tahun 2017 permohonan penerbitan Berita Acara Angkat Sita tidak pernah diajukan oleh para
pihak terkait pengurusan hak atas tanah di Kantor Pertanahan.
b.
Sejak tahun
2017, permohonan penerbitan BA Angkat Sita mulai mengemuka, terutama
dipersyaratkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.
c.
Peraturan Dirjen
Kekayaan Negara nomor : PER-9/KN/2009 Tentang Prosedur Kerja dan Bentuk Surat
dalam Pengurusan Piutang Negara, tidak mengatur mengenai prosedur
penerbitan dan format Berita Acara Pengangkatan Penyitaan.
Persoalan 2: Penerbitan Surat Permohonan Pencabutan SKPT
Tidak
berbeda dengan persoalan 1, permintaan surat permohonan pencabutan SKPT terkait
pelaksanaan lelang yang dimohonkan oleh pihak-pihak terkait tidak pernah
mengemuka sebelum tahun 2017, dan baru mengemuka pada tahun 2017 sampai dengan
saat ini.
Dengan ini
dapat dikemukakan fakta bahwa seluruh permintaan kedua dokumen tersebut
diajukan oleh masyarakat pemohon yang tidak dilampiri dengan permintaan/
penjelasan secara tertulis dari Kantor Pertanahan terkait.
Analisis
Persoalan 1: Penerbitan Berita Acara Angkat Sita Atas Barang Sitaan
Berupa Tanah
Memperhatikan
fakta bahwa sampai dengan tahun 2016, KPKNL Bandung tidak pernah menerima
penerbitan Berita Acara Angkat Sita, maka menegaskan simpulan bahwa
pemahaman mengenai Berita Acara Angkat Sita tidak diatur dan bukan merupakan
persyaratan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara
Blokir dan Sita.
Untuk
mengangkat penyitaan yang telah diletakkan oleh PUPN, penerbitan SPPS dan penyampaiannya kepada
Kepala Kantor Pertanahan, merupakan dokumen yang telah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud ketentuan pasal 41 ayat (3) butir 3) Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.
Adapun
munculnya permohonan penerbitan BA Angkat Sita tentunya harus dikonfirmasi
secara tertulis kepada Kantor Pertanahan terkait sehingga diperoleh kesamaan
pelayanan kepada masyarakat, mengingat :
a.
Hal
penerbitan BA Angkat Sita tidak diatur dan bukan merupakan persyaratan cabut
blokir dan sita dalam ketentuan perundang-undangan terkait;
b.
Kantor
Pertanahan tidak pernah mengajukan penerbitan BA Angkat Sita secara tertulis kepada
masyarakat pemohon maupun kepada KPKNL Bandung;
c.
Sejauh ini
hanya Kantor Pertanahan Kota dan Kabupaten Bandung yang mensyaratkan penerbitan
BA Angkat Sita, sementara Kantor Pertanahan lainnya tidak.
Apabila
hasil konfirmasi tertulis dimaksud menunjukan alasan dan dasar hukum yang kuat
mengenai penerbitan BA Angkat Sita, maka mengacu pada asumsi sebagaimana
disebut pada butir B.1.b, maka menurut hemat kami, pelaksanaan tugas
pengangkatan penyitaan sebagai pelaksanaan ketentuan dalam SPPS harus disertai
Berita Acara Pengangkatan Penyitaan, yang sekurang-kurangnya berisikan :
1.
Tanggal,
waktu dan tempat pelaksanaan pengangkatan penyitaan;
2.
Identitas
Jurusita;
3.
Nomor dan
tanggal Surat Tugas bagi Jurusita dalam melaksanakan pengangkatan penyitaan;
4.
Nomor dan
tanggal SPPS yang menjadi dasar pengangkatan penyitaan;
5.
Nomor dan
tanggal Berita Acara Penyitaan;
6.
Rincian
barang yang diangkat penyitaannya;
7.
Identitas
saksi-saksi
8.
Penerima
Berita Acara Pengangkatan Penyitaan;
9.
Tandatangan
Jurusita, saksi-saksi, dan penerima Berita Acara Pengangkatan Penyitaan.
Mengingat Peraturan Dirjen Kekayaan Negara
nomor : 04/KN/2009 Tentang prosedur Kerja dan Bentuk Surat dalam Pengurusan
Piutang Negara tidak mengatur mengenai prosedur penerbitan dan format
Berita Acara Pengangkatan Penyitaan, maka perlu diajukan permohonan
pengaturannya kepada Kantor Pusat DJKN, dengan memperhatikan/menetapkan
beberapa berikut:
1. Lokasi Penerbitan Berita Acara Pengangkatan Penyitaan
Guna
kepastian hukum, perlu ditetapkan mengenai lokasi pengangkatan penyitaannya,
dengan pilihan:
a. Ditetapkan sama dengan lokasi pelaksanaan penyitaan;
b. Kantor Pertanahan tempat sita tersebut dicatatkan;
c. Di lokasi KPKNL terkait.
Butir 1.a)
dan 1.b) dari pilihan tersebut tentunya mengakibatkan konsekuensi adanya
biaya yang timbul dari pelaksanaan pengangkatan penyitaan, yang harus menjadi
pertimbangan dalam setiap periode setiap penganggaran.
Menurut
hemat kami, lokasi butir 1.c) adalah tidak dapat dipertimbangkan, mengingat
tidak menunjukan keterkaitan hukum dengan pelaksanaan penyitaan yang dilakukan
di lokasi barang sitaan berada.
2. Pihak penerima Berita Acara Pengangkatan Penyitaan
Secara
yuridis tanggung jawab barang berupa tanah yang disita tetap
melekat kepada pemilik barang, namun demikian mengingat terdapat klausul dalam
berita acara penyitaan:
a.
“Barang
Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin
Hutang tersebut saya titipkan kepada.....” ;
b.
“Untuk dijaga dan diawasi dengan ketentuan barang-barang
yang telah disita dilarang untuk dialihkan atau dikurangi dengan dalih
apapun dan barang-barang itu harus diserahkan kembali kepada PUPN Cabang
.............../KPKNL ......................, pada waktu barang-barang tersebut
akan/telah dicairkan atau Piutang Negara telah lunas/pengurusan Piutang Negara
selesai”;
maka
terdapat kewajiban dari pihak penerima penitipan barang sitaan untuk
melakukan “pengembalian” / atau dilakukan “pengambilan” kembali barang
sitaan tersebut saat dilakukan pengangkatan penyitaan.
Apabila
pihak penerima Acara Pengangkatan Penyitaan adalah pihak yang menerima
penitipan barang sitaan, maka dapat terjadi kondisi sebagai berikut :
i.
Pihak
penerima titipan barang sitaan masih ada di tempat yang sama sesuai lokasi
penerimaan titipan barang sitaan.
ii.
Pihak
penerima titipan barang sitaan sudah tidak berdomisili di tempat yang sama
sesuai lokasi penerimaan titipan barang sitaan.
iii.
Penerima
titipan titipan barang sitaan sudah meninggal dunia.
iv.
Pihak
penerima titipan barang sitaan sudah tidak diketahui keberadaaannya.
v.
Pihak
penerima titipan barang sitaan tidak bersedia untuk menandatangani BA Angkat
Siita.
Terhadap
semua kemungkinan kondisi tersebut menimbulkan biaya yang timbul dari
pelaksanaan pengangkatan penyitaan, karena Jurusita harus mendatangi tempat
tinggal / domisili penerima titipan barang sitaan.
Apabila
pihak penerima Acara Pengangkatan Penyitaan adalah bukan pihak yang
menerima penitipan barang sitaan (akibat penerima titipan barang sudah
meninggal/ tidak ditemukan/ tidak bersedia untuk menerima BA Angkat Sita), maka
perlu dikaji mengenai relevansi pihak lain penerima BA Angkat Sita tersebut,
mengingat apabila penerima BA Angkat Sita bukan penerima penitipan barang
sitaan, maka hal tersebut sudah tidak relevan lagi dengan klausul dalam BA
Penyitaan (butir D.2.a) dan D.2.b).
Pejabat
Kantor Pertanahan terkait dimungkinkan untuk menjadi pihak penerima BA Angkat
Sita, mengingat pada dasarnya BA Angkat Sita ini sebagai bagian dari pencabutan
pencatatan sita pada Kantor Pertanahan terkait.
3. Penerbitan
Berita Acara Pengangkatan Penyitaan Terhadap Barang Jaminan Hutang Para
Penanggung Hutang Eks Penyerahan BUMN/D dan BUMN/D yang Modalnya Sebagian
/ Seluruhnya Dimiliki oleh BUMN/BUMD
Sesuai
ketentuan pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan nomor : 168/PMK.06/2013
tanggal 25 November 2013 tentang Tata Cara Pengembalian Pengurusan Piutang
Negara Yang Berasal Dari Penyerahan BUMN/D dan BUMN/D yang Modalnya Sebagian /
Seluruhnya Dimiliki oleh BUMN/BUMD (selanjutnya disebut PMK PENGEMBALIAN BKPN),
maka paling lambat 3 bulan setelah dilakukan Berita Acara Serah Terima Pengembalian
BKPN atau penerbitan surat pengantar pengembalian BKPN, PUPN Cabang menerbitkan
Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan atas Barang Jaminan yang tercantum dalam
lampiran Berita Acara Serah Terima Pengembalian dalam hal Barang Jaminan telah
disita.
Dalam
ketentuan tersebut di atas tidak diatur mengenai kewajiban penerbitan BA
Angkat Sita, dan apabila penerbitan BA Angkat Sita akan dipenuhi dalam proses
pencabutan sita di Kantor Pertanahan, maka harus dipertimbangkan jumlah BA
Angkat Sita yang akan diterbitkan, mengingat jumlah barang jaminan hutang eks
penyerah piutang BUMN/ BUMD yang telah disita sangat banyak.
Persoalan 2: Surat Pencabutan SKPT
Memperhatikan
fakta bahwa sd. tahun 2016, KPKNL Bandung tidak pernah menerima permohonan
penerbitan Surat Pencabutan Permohonan SKPT, maka pada dasarnya Surat
Pencabutan Permohonan SKPT tersebut tidak diperlukan.
Sesuai
ketentuan perundang-undangan terkait lelang maupun pendaftaran tanah, maka SKPT
yang diterbitkan sebagai bagian dari peralihan hak atas tanah dengan cara
lelang adalah persyaratan mutlak, dan keberadaannya menjadi bagian dari minuta
risalah lelang. Apabila diterbitkan surat permohonan pencabutan permohonan
penerbitan SKPT dengan alasan tanah yang dimohonkan SKPTnya sudah terjual
lelang / bukan lagi objek lelang, adalah tidak memiliki dasar hukum yang
kuat, mengingat :
1. Tidak ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pencabutan SKPT.
2. Daya menerangkan SKPT hanya berlaku pada saat SKPT
tersebut diterbitkan.
3. SKPT bukan merupakan dokumen yang menjadi dasar bagi
pihak manapun untuk membebani alas hak atas tanah dengan suatu ikatan / jaminan
kebendaan.
4. Penerbitan SKPT bukan merupakan pemblokiran.
Simpulan
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Penerbitan Berita Acara Pengangkatan Penyitaan Atas
Barang Sitaan Berupa Tanah
a.
Berdasarkan
ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara
Blokir dan Sita, Berita Acara Pengangkatan Penyitaan bukan dokumen yang
menjadi persyaratan pencabutan / pengangkatan sita pada Kantor Pertanahan.
b.
Surat
Perintah Pengangkatan Penyitaan serta surat pengantarnya yang
diterbitkan oleh PUPN Cabang / KPKNL, adalah dokumen yang cukup untuk
memenuhi ketentuan pencabutan / pengangkatan sita ketentuan Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.=
c.
Perlu
diterbitkan koreksi dan atau pengaturan lebih lanjut terkait klausul dalam
SPPS yang memerintahkan Kepala KPKNL untuk menugaskan Jurusita untuk mengangkat
penyitaan atas barang-barang yang telah disita dalam suatu Berita Acara
Sita, mengingat hal tersebut tidak diatur dalam Perturan Menteri
Keuangan nomor : 724/KM.6/2017 tentang Format Naskah Dinas dan Produk Hukum
Panitia Urusan Piutang Negara, maupun Peraturan Dirjen Kekayaan
Negara nomor : 4/KN/2009 Tentang prosedur Kerja dan Bentuk Surat dalam
Pengurusan Piutang Negara.
2. Penerbitan Surat Permohonan Pencabutan SKPT
Ketentuan
perundang-undangan terkait pendaftaran tanah tidak mengatur mengenai pencabutan
SKPT, dan mengingat keberadaan SKPT adalah bagian dari suatu pelaksanaan
lelang, maka penerbitan surat permohonan pencabutan SKPT oleh KPKNL
adalah tidak memiliki dasar dan tidak dapat dipertimbangkan untuk dipenuhi.
3. Permintaan / Penjelasan Secara Tertulis Dari Kantor
Pertanahan Terkait Dokumen Yang Berasal Dari PUPN / KPKNL.
Mengingat
permohonan dari masyarakat terkait dokumen yang berasal dari PUPN / KPKNL saat
melakukan pengurusan terkait hak atas tanah di Kantor Pertanahan tidak
disertai dengan permintaan / penjelasan tertulis dari Kantor Pertanahan
sehingga tidak menunjukan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, maka
terhadap hal seperti ini PUPN/ KPKNL tidak dapat memenuhi permohonan tersebut
lebih lanjut.
Saran
Untuk
memastikan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik serta menegakkan
kepastian hukum, maka :
1.
KPKNL
menerbitkan kebijakan bahwa, pelayanan terkait dokumen yang diterbitkan oleh
PUPN / KPKNL yang dipersyaratkan oleh Kantor Pertanahan, harus diajukan
secara tertulis oleh pemohon dilampiri permintaan persyaratan tersebut secara
tertulis dari Kantor Pertanahan, apabila tidak dilampiri hal tersebut maka
permohonan tidak dapat dilayani.
2.
Agar
KPKNL tidak menerbitkan Surat Pencabutan SKPT, mengingat surat tersebut
tidak memiliki dasar hukum, bahkan dapat menimbulkan masalah atas
pelaksanaan lelang yang telah dilakukan oleh KPKNL.
Hal
penerbitan Berita Acara Pengangkatan Penyitaan serta Penerbitan Surat Permohonan
Pencabutan SKPT harus diekskalasi kepada Kantor Wilayah DJKN Jawa
Barat dan Kantor Pusat DJKN, untuk mendapat ketetapan serta dikoordinasikan
dengan Kementarian ATR/BPN tingkat regional maupun pusat, agar tidak
menimbulkan penafsiran dan pelayanan yang berbeda pada PUPN/ KPKNL baik di
wilayah Jawa Barat maupun di seluruh Indonesia.