Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bandung > Artikel
Berita Acara Pengangkatan Penyitaan dan Surat Permohonan Pencabutan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, Perlukah?
Raden Ahmad Iman Abdurahman
Senin, 23 Desember 2019   |   13135 kali

Berita Acara Pengangkatan Penyitaan dan Surat Permohonan Pencabutan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, Perlukah?

 Oleh : R. Ahmad Iman Abdurahman - Juru Sita Piutang Negara DJKN

 

Dalam pengurusan piutang negara yang dilakukan oleh KPKNL Bandung, terdapat permohonan dari masyarakat terkait penerbitan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1.    Berita Acara Pengangkatan Penyitaan untuk barang sitaan berupa tanah yang telah didaftarkan kepada Kantor Pertanahan (Berita Acara Angkat Sita);

2.    Surat Pencabutan permohonan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (Surat Pencabutan SKPT), atas SKPT yang telah dimohonkan penerbitannya oleh KP3N/ KPKNL Bandung terkait pelaksanaan lelang dan atau kepentingan lainnya;

Permohonan tersebut diajukan mengingat berdasarkan catatan pada Kantor Pertanahan terkait, terdapat catatan adanya penyitaan dan atau permohonan penerbitan SKPT yang diajukan oleh PUPN/KP3N/KPKNL Bandung, sehingga Kantor Pertanahan mensyaratkan adanya Berita Acara Angkat Sita serta Surat Pencabutan SKPT tersebut dalam melakukan pelayanannya.

Mengingat penerbitan Berita Acara Angkat Sita serta Surat Pencabutan SKPT tersebut tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan terkait pengurusan piutang negara maupun pertanahan, maka perlu dilakukan penelaahan lebih lanjut atas penerbitan kedua dokumen tersebut, terutama terkait dasar hukum, dampak hukum, prosedur administratif dan teknis penerbitannya.

Dalam rangka menjawab persoalan tersebut di atas, maka penulis memiliki beberapa asumsi sebagai berikut:

Persoalan 1: Penerbitan Berita Acara Angkat Sita Atas Barang Sitaan Berupa Tanah

a. Asumsi 1

Sesuai ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita, hal masa berlaku sita dan pengangkatan hapusnya catatan sita berdasarkan Surat Paksa adalah sebagai berikut :

Pasal 40

Sita Berdasarkan Surat Paksa berlaku sampai dengan:

a.    penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak;

b.    berdasarkan putusan pengadilan; atau

c.    putusan badan penyelesaian sengketa pajak atau ditetapkan lain oleh menteri yang berwenang atau kepala daerah.

Pasal 41

1.     Catatan sita hapus apabila jangka waktu berlakunya sita berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40.

2.  Pihak yang berkepentingan, penyidik atau juru sita pajak mengajukan permohonan penghapusan catatan blokir dengan melampirkan persyaratan:

                  i.        putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam hal permohonan penghapusan catatan Sita Perkara;

                 ii.        Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam hal permohonan penghapusan catatan Sita Pidana; atau

               iii.        surat pencabutan sita yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, putusan pengadilan atau putusan badan penyelesaian sengketa pajak atau surat lainnya yang diterbitkan oleh menteri yang berwenang atau kepala daerah, dalam hal permohonan penghapusan catatan Sita Berdasarkan Surat Paksa.

3.   Permohonan penghapusan catatan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Memperhatikan ketentuan tersebut di atas, maka perihal Berita Acara Pengangkatan Penyitaan atas barang sitaan berupa tanah yang telah didaftarkan pada Kantor Pertanahan :

1. Tidak diatur, dan

2. Bukan merupakan persyaratan dalam pencabutan sita.

Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.

b. Asumsi 2

Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 724/KM.6/2017 tentang Format Naskah Dinas dan Produk Hukum Panitia Urusan Piutang Negara, mengatur mengenai Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan (SPPS), dan dalam diktum MEMERINTAHKAN kepada Kepala KPKNL untuk memerintahkan Jurusita Piutang Negara untuk mengangkat penyitaan atas barang-barang sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Penyitaan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka setelah terbitnya SPPS, terdapat kewajiban Kepala KPKNL menugaskan Jurusita Piutang Negara untuk mengangkat penyitaan yang telah dilakukan sebelumnya dalam suatu Berita Acara Penyitaan, dan pelaksanaan pengangkatan penyitaan dituangkan dalam Berita Acara Pengangkatan Penyitaan.

 

Persoalan 2: Surat Pencabutan SKPT

Berdasarkan ketentuan pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan nomor : 27/PMK.06/2016 tetang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Surat Keterangan Tanah (SKT) / Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) adalah salah satu dokumen yang menjadi persyaratan pelaksanaan lelang barang berupa tanah dan atau tanah berikut bangunan.

Sesuai ketentuan pasal 107 Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, SKPT diterbitkan oleh Kantor Pertanahan sebagai bagian dari pemindahan hak (atas tanah) dengan lelang.

Selain untuk kepentingan pelaksanaan Lelang, SKPT juga dapat diberikan terkait dengan permohonan hak atas tanah, serta dalam rangka pemberian informasi secara tertulis mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang dapat dimohonkan oleh pihak yang berkepentingan.

Memperhatikan ketentuan pasal 187 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, data fisik dan data yuridis mengenai tanah yang tercatat dalam Kantor Pertanahan, bersifat terbuka untuk umum.

Menurut penulis, meskipun tidak dinyatakan secara limitatif mengenai masa berlaku SKPT dan mengingat sifatnya berupa surat keterangan yang diartikan sebagai surat yang isinya menerangkan suatu hal (dalam hal ini adalah tentang data fisik dan data yuridis tentang tanah yang dimohonkan keterangannya), maka keterangan mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang dinyatakan pada SKPT, pada dasarnya hanya berlaku pada saat SKPT tersebut diterbitkan, apabila terjadi perubahan data fisik dan data yuridis setelah SKPT terbit, maka data pada SKPT dimaksud tentunya sudah tidak valid lagi.

Selain hal tersebut di atas, SKPT tidak memiliki kekuatan mengikat dan atau membebani atas suatu hak atas tanah.

 

Fakta Yang Mempengaruhi

Persoalan 1: Penerbitan Berita Acara Angkat Sita Atas Barang Sitaan Berupa Tanah

a.    Sejauh pengamatan penulis, sebelum tahun 2017 permohonan penerbitan Berita Acara Angkat Sita tidak pernah diajukan oleh para pihak terkait pengurusan hak atas tanah di Kantor Pertanahan.

b.    Sejak tahun 2017, permohonan penerbitan BA Angkat Sita mulai mengemuka, terutama dipersyaratkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.

c.    Peraturan Dirjen Kekayaan Negara nomor : PER-9/KN/2009 Tentang Prosedur Kerja dan Bentuk Surat dalam Pengurusan Piutang Negara, tidak mengatur mengenai prosedur penerbitan dan format Berita Acara Pengangkatan Penyitaan.

Persoalan 2: Penerbitan Surat Permohonan Pencabutan SKPT

Tidak berbeda dengan persoalan 1, permintaan surat permohonan pencabutan SKPT terkait pelaksanaan lelang yang dimohonkan oleh pihak-pihak terkait tidak pernah mengemuka sebelum tahun 2017, dan baru mengemuka pada tahun 2017 sampai dengan saat ini.

Dengan ini dapat dikemukakan fakta bahwa seluruh permintaan kedua dokumen tersebut diajukan oleh masyarakat pemohon yang tidak dilampiri dengan permintaan/ penjelasan secara tertulis dari Kantor Pertanahan terkait.

 

Analisis

Persoalan 1: Penerbitan Berita Acara Angkat Sita Atas Barang Sitaan Berupa Tanah

Memperhatikan fakta bahwa sampai dengan tahun 2016, KPKNL Bandung tidak pernah menerima penerbitan Berita Acara Angkat Sita, maka menegaskan simpulan bahwa pemahaman mengenai Berita Acara Angkat Sita tidak diatur dan bukan merupakan persyaratan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.

Untuk mengangkat penyitaan yang telah diletakkan oleh PUPN, penerbitan SPPS dan penyampaiannya kepada Kepala Kantor Pertanahan, merupakan dokumen yang telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud ketentuan pasal 41 ayat (3) butir 3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.

Adapun munculnya permohonan penerbitan BA Angkat Sita tentunya harus dikonfirmasi secara tertulis kepada Kantor Pertanahan terkait sehingga diperoleh kesamaan pelayanan kepada masyarakat, mengingat :

a.    Hal penerbitan BA Angkat Sita tidak diatur dan bukan merupakan persyaratan cabut blokir dan sita dalam ketentuan perundang-undangan terkait;

b.    Kantor Pertanahan tidak pernah mengajukan penerbitan BA Angkat Sita secara tertulis kepada masyarakat pemohon maupun kepada KPKNL Bandung;

c.    Sejauh ini hanya Kantor Pertanahan Kota dan Kabupaten Bandung yang mensyaratkan penerbitan BA Angkat Sita, sementara Kantor Pertanahan lainnya tidak.

Apabila hasil konfirmasi tertulis dimaksud menunjukan alasan dan dasar hukum yang kuat mengenai penerbitan BA Angkat Sita, maka mengacu pada asumsi sebagaimana disebut pada butir B.1.b, maka menurut hemat kami, pelaksanaan tugas pengangkatan penyitaan sebagai pelaksanaan ketentuan dalam SPPS harus disertai Berita Acara Pengangkatan Penyitaan, yang sekurang-kurangnya berisikan :

1.    Tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pengangkatan penyitaan;

2.    Identitas Jurusita;

3.    Nomor dan tanggal Surat Tugas bagi Jurusita dalam melaksanakan pengangkatan penyitaan;

4.    Nomor dan tanggal SPPS yang menjadi dasar pengangkatan penyitaan;

5.    Nomor dan tanggal Berita Acara Penyitaan;

6.    Rincian barang yang diangkat penyitaannya;

7.    Identitas saksi-saksi

8.    Penerima Berita Acara Pengangkatan Penyitaan;

9.    Tandatangan Jurusita, saksi-saksi, dan penerima Berita Acara Pengangkatan Penyitaan. 

 

Mengingat Peraturan Dirjen Kekayaan Negara nomor : 04/KN/2009 Tentang prosedur Kerja dan Bentuk Surat dalam Pengurusan Piutang Negara tidak mengatur mengenai prosedur penerbitan dan format Berita Acara Pengangkatan Penyitaan,  maka perlu diajukan permohonan pengaturannya kepada Kantor Pusat DJKN,  dengan memperhatikan/menetapkan beberapa berikut:

1.   Lokasi Penerbitan Berita Acara Pengangkatan Penyitaan

Guna kepastian hukum, perlu ditetapkan mengenai lokasi pengangkatan penyitaannya, dengan pilihan:

a.   Ditetapkan sama dengan lokasi pelaksanaan penyitaan;

b.   Kantor Pertanahan tempat sita tersebut dicatatkan;

c.   Di lokasi KPKNL terkait.

Butir 1.a) dan 1.b) dari  pilihan tersebut tentunya mengakibatkan konsekuensi adanya biaya yang timbul dari pelaksanaan pengangkatan penyitaan, yang harus menjadi pertimbangan dalam setiap periode setiap penganggaran.

Menurut hemat kami, lokasi butir 1.c) adalah tidak dapat dipertimbangkan, mengingat tidak menunjukan keterkaitan hukum dengan pelaksanaan penyitaan yang dilakukan di lokasi barang sitaan berada.

2.   Pihak penerima Berita Acara Pengangkatan Penyitaan

Secara yuridis tanggung jawab barang berupa tanah yang disita tetap melekat kepada pemilik barang, namun demikian mengingat terdapat klausul dalam berita acara penyitaan:

a.    “Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain milik Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang tersebut saya titipkan kepada.....” ;

b.    Untuk dijaga dan diawasi dengan ketentuan barang-barang yang telah disita dilarang untuk dialihkan atau dikurangi dengan dalih apapun dan barang-barang itu harus diserahkan kembali kepada PUPN Cabang .............../KPKNL ......................, pada waktu barang-barang tersebut akan/telah dicairkan atau Piutang Negara telah lunas/pengurusan Piutang Negara selesai”;

 

maka terdapat kewajiban dari pihak penerima penitipan barang sitaan untuk melakukan “pengembalian” / atau dilakukan “pengambilan” kembali barang sitaan tersebut saat dilakukan pengangkatan penyitaan.

Apabila pihak penerima Acara Pengangkatan Penyitaan adalah pihak yang menerima penitipan barang sitaan, maka dapat terjadi kondisi sebagai berikut :

            i.        Pihak penerima titipan barang sitaan masih ada di tempat yang sama sesuai lokasi penerimaan titipan barang sitaan.

           ii.        Pihak penerima titipan barang sitaan sudah tidak berdomisili di tempat yang sama sesuai lokasi penerimaan titipan barang sitaan.

         iii.        Penerima titipan titipan barang sitaan sudah meninggal dunia.

         iv.        Pihak penerima titipan barang sitaan sudah tidak diketahui keberadaaannya.

           v.        Pihak penerima titipan barang sitaan tidak bersedia untuk menandatangani BA Angkat Siita.

Terhadap semua kemungkinan kondisi tersebut menimbulkan biaya yang timbul dari pelaksanaan pengangkatan penyitaan, karena Jurusita harus mendatangi tempat tinggal / domisili penerima titipan barang sitaan.

Apabila pihak penerima  Acara Pengangkatan Penyitaan adalah bukan pihak yang menerima penitipan barang sitaan (akibat penerima titipan barang sudah meninggal/ tidak ditemukan/ tidak bersedia untuk menerima BA Angkat Sita), maka perlu dikaji mengenai relevansi pihak lain penerima BA Angkat Sita tersebut, mengingat apabila penerima BA Angkat Sita bukan penerima penitipan barang sitaan, maka hal tersebut sudah tidak relevan lagi dengan klausul dalam BA Penyitaan (butir D.2.a) dan D.2.b).

Pejabat Kantor Pertanahan terkait dimungkinkan untuk menjadi pihak penerima BA Angkat Sita, mengingat pada dasarnya BA Angkat Sita ini sebagai bagian dari pencabutan pencatatan sita pada Kantor Pertanahan terkait.

3.   Penerbitan Berita Acara Pengangkatan Penyitaan Terhadap Barang Jaminan Hutang Para Penanggung Hutang Eks Penyerahan BUMN/D dan BUMN/D yang Modalnya Sebagian / Seluruhnya Dimiliki oleh BUMN/BUMD

Sesuai ketentuan pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan nomor : 168/PMK.06/2013 tanggal 25 November 2013 tentang Tata Cara Pengembalian Pengurusan Piutang Negara Yang Berasal Dari Penyerahan BUMN/D dan BUMN/D yang Modalnya Sebagian / Seluruhnya Dimiliki oleh BUMN/BUMD (selanjutnya disebut PMK PENGEMBALIAN BKPN), maka paling lambat 3 bulan setelah dilakukan Berita Acara Serah Terima Pengembalian BKPN atau penerbitan surat pengantar pengembalian BKPN, PUPN Cabang menerbitkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan atas Barang Jaminan yang tercantum dalam lampiran Berita Acara Serah Terima Pengembalian dalam hal Barang Jaminan telah disita.

Dalam ketentuan tersebut di atas tidak diatur mengenai kewajiban penerbitan BA Angkat Sita, dan apabila penerbitan BA Angkat Sita akan dipenuhi dalam proses pencabutan sita di Kantor Pertanahan, maka harus dipertimbangkan jumlah BA Angkat Sita yang akan diterbitkan, mengingat jumlah barang jaminan hutang eks penyerah piutang BUMN/ BUMD yang telah disita sangat banyak.

 

Persoalan 2: Surat Pencabutan SKPT

Memperhatikan fakta bahwa sd. tahun 2016, KPKNL Bandung tidak pernah menerima permohonan penerbitan Surat Pencabutan Permohonan SKPT, maka pada dasarnya Surat Pencabutan Permohonan SKPT tersebut tidak diperlukan.

Sesuai ketentuan perundang-undangan terkait lelang maupun pendaftaran tanah, maka SKPT yang diterbitkan sebagai bagian dari peralihan hak atas tanah dengan cara lelang adalah persyaratan mutlak, dan keberadaannya menjadi bagian dari minuta risalah lelang. Apabila diterbitkan surat permohonan pencabutan permohonan penerbitan SKPT dengan alasan tanah yang dimohonkan SKPTnya sudah terjual lelang / bukan lagi objek lelang, adalah tidak memiliki dasar hukum yang kuat, mengingat :

1.   Tidak ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencabutan SKPT.

2.   Daya menerangkan SKPT hanya berlaku pada saat SKPT tersebut diterbitkan.

3.   SKPT bukan merupakan dokumen yang menjadi dasar bagi pihak manapun untuk membebani alas hak atas tanah dengan suatu ikatan / jaminan kebendaan.

4.   Penerbitan SKPT bukan merupakan pemblokiran.

 

Simpulan

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1.      Penerbitan Berita Acara Pengangkatan Penyitaan Atas Barang Sitaan Berupa Tanah

a.    Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita, Berita Acara Pengangkatan Penyitaan bukan dokumen yang menjadi persyaratan pencabutan / pengangkatan sita pada Kantor Pertanahan.

b.    Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan serta surat pengantarnya  yang diterbitkan oleh PUPN Cabang / KPKNL, adalah dokumen yang cukup untuk memenuhi ketentuan pencabutan / pengangkatan sita ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.=

c.    Perlu diterbitkan koreksi dan atau pengaturan lebih lanjut terkait klausul dalam SPPS yang memerintahkan Kepala KPKNL untuk menugaskan Jurusita untuk mengangkat penyitaan atas barang-barang yang telah disita dalam suatu Berita Acara Sita, mengingat hal tersebut tidak diatur dalam Perturan Menteri Keuangan nomor : 724/KM.6/2017 tentang Format Naskah Dinas dan Produk Hukum Panitia Urusan Piutang Negara, maupun Peraturan Dirjen Kekayaan Negara nomor : 4/KN/2009 Tentang prosedur Kerja dan Bentuk Surat dalam Pengurusan Piutang Negara.

2.      Penerbitan Surat Permohonan Pencabutan SKPT

Ketentuan perundang-undangan terkait pendaftaran tanah tidak mengatur mengenai pencabutan SKPT, dan mengingat keberadaan SKPT adalah bagian dari suatu pelaksanaan lelang, maka penerbitan surat permohonan pencabutan SKPT oleh KPKNL adalah tidak memiliki dasar dan tidak dapat dipertimbangkan untuk dipenuhi.

3.      Permintaan / Penjelasan Secara Tertulis Dari Kantor Pertanahan Terkait Dokumen Yang Berasal Dari PUPN / KPKNL.

Mengingat permohonan dari masyarakat terkait dokumen yang berasal dari PUPN / KPKNL saat melakukan pengurusan terkait hak atas tanah di Kantor Pertanahan tidak disertai dengan permintaan / penjelasan tertulis dari Kantor Pertanahan sehingga tidak menunjukan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, maka terhadap hal seperti ini PUPN/ KPKNL tidak dapat memenuhi permohonan tersebut lebih lanjut.

 

Saran

Untuk memastikan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik serta menegakkan kepastian hukum, maka :

1.    KPKNL menerbitkan kebijakan bahwa, pelayanan terkait dokumen yang diterbitkan oleh PUPN / KPKNL yang dipersyaratkan oleh Kantor Pertanahan, harus diajukan secara tertulis oleh pemohon dilampiri permintaan persyaratan tersebut secara tertulis dari Kantor Pertanahan, apabila tidak dilampiri hal tersebut maka permohonan tidak dapat dilayani.

2.    Agar KPKNL tidak menerbitkan Surat Pencabutan SKPT, mengingat surat tersebut tidak memiliki  dasar hukum, bahkan dapat menimbulkan masalah atas pelaksanaan lelang yang telah dilakukan oleh KPKNL.

Hal penerbitan Berita Acara Pengangkatan Penyitaan serta Penerbitan Surat Permohonan Pencabutan SKPT harus diekskalasi kepada Kantor Wilayah DJKN Jawa Barat dan Kantor Pusat DJKN, untuk mendapat ketetapan serta dikoordinasikan dengan Kementarian ATR/BPN tingkat regional maupun pusat, agar tidak menimbulkan penafsiran dan pelayanan yang berbeda pada PUPN/ KPKNL baik di wilayah Jawa Barat maupun di seluruh Indonesia.

 

 

 

 

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini