Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Upaya Peningkatan Daya Saing Indonesia Melalui Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan
Didik Suryadi
Rabu, 16 Maret 2022   |   29606 kali

Tujuan pembangunan jangka panjang Indonesia yang telah disepakati bersama adalah membangun Indonesia yang maju, mandiri, adil dan makmur. Pemerintah telah berkomitmen untuk mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia tahun 2025 dan delapan besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan. Pada saat itu, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia diharapkan akan mencapai USD 4,5 trilyun dengan Pendapatan per kapita penduduknya mencapai USD 15.500.[1] Memang bukan pekerjaan yang mudah untuk mencapai tujuan besar tersebut, tetapi juga bukan merupakan sesuatu yang mustahil untuk dapat diraih.

Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi merupakan kunci dalam menempatkan Indonesia sebagai negara maju sekaligus mewujudkan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk memperkuat daya saing bangsa, maka pembangunan nasional dalam jangka panjang salah satunya diarahkan untuk membangun infrastruktur yang mendorong konektivitas antar wilayah sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia.

Salah satu parameter yang telah secara umum digunakan dalam melihat daya saing suatu Negara di kancah global adalah melalui Global Competitiveness Index (GCI) yang dirilis berkala oleh World Economic Forum (WEF). GCI merupakan indeks yang mengukur progres suatu negara dalam perkembangan semua faktor-faktor yang memengaruhi produktivitasnya. Secara implisit, indeks ini mengukur seberapa efisien suatu negara memanfaatkan faktor-faktor produksinya yang kemudian akan berujung pada upaya memaksimalkan produktivitas faktor total/total factor productivity (TFP) dan mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang, sehingga bermanfaat bagi pembuat kebijakan untuk melakukan intervensi kebijakan yang efektif.


Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2019 yang dirilis oleh WEF dimaksud, peringkat daya saing Indonesia menduduki peringkat 50 dunia dari 141 negara yang disurvei.[2] Apabila dibandingkan Negara-negara tetangga, maka Indonesia menempati urutan ke-4 di ASEAN setelah Singapura (1), Malaysia (27) dan Thailand (40). Menurut WEF, makroekonomi yang stabil dan ukuran ekonomi yang besar merupakan kekuatan bagi daya saing Indonesia di tingkat global.Selain itu WEF juga mencatat bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang mengalami kemajuan signifikan dalam hal infrastruktur transportasi. Khusus terkait aspek infrastruktur, Indonesia memperoleh hasil penilaian yang sama dengan Thailand dan India, serta lebih tinggi dibandingkan dengan Filipina, Vietnam, dan Brazil, namun masih lebih rendah dari Rusia, Malaysia, China, dan Singapura

Infrastruktur merupakan salah satu harapan penggerak ekonomi melalui terbukanya lapangan kerja dan peningkatan konsumsi. Sementara itu, infrastruktur juga berkontribusi dalam peningkatan kapasitas produksi, perbaikan arus barang dan jasa, serta penurunan biaya logistik yang tentunya akan bermuara pada terciptanya efisiensi ekonomi.

Dapat dilihat bahwa biaya logistik Indonesia saat ini masih sangat tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Dunia (The World Bank) biaya logistik di indonesia terhitung mencapai 24% dari PDB, dimana angka ini jauh lebih tinggi dari negara maju seperti Jepang, Korea Selatan bahkan Singapura yang biaya logistiknya tidak sampai 10% dari PDB.[3] Mahalnya biaya logistik ini tentunya turut dirasakan masyarakat Indonesia yang tinggal jauh dari pusat perekonomian seperti daerah perbatasan. Alhasil kondisi ini lagi-lagi menciptakan kesenjangan antar wilayah yang berdampak pada kesejahteraan rakyat. Pembangunan infrastruktur yang tidak merata dapat menimbulkan ketimpangan sosial. Untuk itu, upaya pemerintah dalam mengurangi masalah tersebut perlu didukung dengan infrastruktur publik yang maju dan berkualitas agar tentunya Indonesia dapat keluar zona middle income trap.

Untuk dapat keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju di tahun 2045, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu pilar utama pemerintah dalam prioritas pembangunan nasional beberapa tahun terakhir. Pemerintah memiliki lima program prioritas pembangunan infrastruktur dalam kurun waktu 2020-2024. Kelima program itu adalah pengembangan infrastruktur pelayanan dasar, penguatan konektivitas, pembangunan infrastruktur perkotaan, energi dan ketenagalistrikan, serta transformasi digital.[4] Selain itu, melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020, Pemerintah menargetkan pembangunan Proyek Strategis Nasional yang terdiri dari 201 proyek dan 10 program dengan estimasi kebutuhan pendanaan mencapai Rp4.817 trilyun.

Selain itu, dapat kita cermati bersama bahwa selama periode 2015-2022, anggaran infrastruktur tumbuh rata-rata 12,7% tiap tahunnya. Kebijakan dalam penganggaran tersebut rupanya memberikan hasil yang cukup baik, yang ditunjukkan oleh peningkatan stok infrastruktur. Stok infrastruktur adalah adalah nilai total investasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dan pihak swasta dalam membangun infrastruktur, dikurangi depresiasi. Meski stok infrastruktur indonesia masih di bawah target standar global yaitu 75% dari PDB, namun di tahun 2019 stok infrastruktur Indonesia berhasil meningkat menjadi 43% dari sebelumnya 35% pada tahun 2015 silam.[5]


Pada tahun 2022, pembangunan infrastruktur tetap menjadi salah satu prioritas pembangunan, terutama dalam mendukung pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pembangunan infrastruktur memiliki peranan penting untuk mengaktifkan kembali aktivitas ekonomi yang lesu akibat dampak pandemi Covid-19. Untuk itu pemerintah telah mengalokasikan anggaran infrastruktur dalam APBN tahun anggaran 2022 sebesar Rp365.778,1 miliar yang terdiri atas:

  1. Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp168.348,3 miliar, meliputi belanja K/L Rp162.249,4 miliar dan belanja non K/L Rp6.098,9 miliar;
  2. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp102.193,9 miliar; dan
  3. Pembiayaan Anggaran sebesar Rp95.235,9 miliar.

Dengan dukungan anggaran infrastruktur senilai tersebut di atas, maka target pembangunan infrastruktur dalam APBN tahun anggaran 2022 meliputi antara lain:

  1. Bidang pelayanan dasar, berupa pembangunan rumah susun 5.141 unit dan rumah khusus 1.823 unit, pengadaan akses sanitasi dan persampahan bagi 111.543 KK, pembangunan 44 unit bendungan (39 unit lanjutan dan 5 unit baru), serta pembangunan jaringan irigasi seluas 5.000 ha dan rehabilitasi jaringan irigasi seluas 100.000 ha;
  2. Bidang konektivitas, berupa pembangunan jalan sepanjang 295 km, pembangunan jembatan sepanjang 6.253 m, pembangunan jalur kereta api sepanjang 6.624 km’sp, dan pembangunan bandar udara  baru pada 6 lokasi;
  3. Bidang energi dan ketenagalistrikan dalam bentuk penyediaan jaringan gas bumi untuk rumah tangga sebanyak 40.000 SR dan pembangunan PLTS Rooftop dengan total kapasitas 2,3 MWp; dan
  4. Bidang teknologi informasi, dalam bentuk pembangunan 2.344 BTS baru dan penyediaan akses internet sebanyak 9.463 titik (existing) khususnya di daerah 3T, penyediaan kapasitas satelit sebesar 25 Gbps, dan Utilisasi Palapa Ring dengan target rata-rata 41,6% (Barat 45%, Tengah 40%, Timur 40%).[6]


Sesungguhnya sebagai negara berkembang Indonesia ke depannya dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menuntaskan banyak target guna mewujudkan infrastruktur yang tangguh. Infrastruktur yang merupakan Kekayaan Negara dan dibangun menggunakan Uang Kita ini tentu tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ekonomi dan daya saing semata. Pembangunan infrastruktur juga diharapkan dapat menjadi komponen dasar untuk mempererat persatuan demi mewujudkan keadilan sosial yang dicita-citakan pendiri bangsa.

Penulis: Didik Suryadi, Pelaksana Pada Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Balikpapan

Referensi:

[1]    Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025

[2]    Schwab, Klaus.2019. The Global Competitiveness Report 2019. World Economic Forum.Swiss.

[3]    Arvis, Jean-François, dkk.. 2018. Connecting to Compete 2018: Trade Logistics in the Global Economy.Washington. World Bank.

[4]    Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024

[5] Hidayat, Muhammad Firman.dkk. 2021. Diagnosis Pertumbuhan Indonesia: Prioritas Strategi untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi.Jakarta.Bappenas.

[6]    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini