Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Investasi di Kala Pandemi
Lilik Hermawan
Rabu, 20 Mei 2020   |   14681 kali

Pandemi Covid-19 telah melanda hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Terdapat lebih dari 4 juta jiwa orang yang terinfeksi positif corona, dengan korban meninggal lebih dari tiga ratus ribu jiwa. Untuk mengurangi dampak covid-19 lebih luas lagi, banyak negara di dunia menerapkan social distancing,atau secara ekstrim menerapkan lockdown. Indonesia sendiri lebih memilih menerapkan karantina wilayah atau disebut dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bagi daerah-dareah yang terdampak penyebaran covid-19.

Adanya pemberlakuan social distancing, lockdown, atau bahkan PSBB yang dilakukan oleh banyak negara untuk menekan lajunya penyebaran covid-19 ini, pastinya akan berdampak terhadap perekonomian dunia. Pembatasan-pembatasan ini, memaksa dunia usaha mengurangi jumlah pegawai yang melakukan proses produksi pada usaha mereka. Work From Home atau kerja dari rumah merupakan salah satu langkah yang wajib diterapkan. Lebih dari itu, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan mulai merebak disana sini akibat tidak adanya pendapatan, sementara biaya terus membengkak. Jika tidak mau disebut PHK, merumahkan pegawai merupakan langkah yang dilakukan untuk memangkas biaya produksi guna mengimbangi adanya penurunan pendapatan yang drastis. Hal ini jelas memukul perekonomian Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I tahun 2020 hanya mencapai 2,9%, padahal secara year on year (yoy) telah mencapai 5,07 %  pada kuartal I tahun 2019. Sungguh hal yang di luar dugaan karena PSBB baru mulai diberlakukan di akhir kuartal I tahun 2020, itu pun hanya di Jakarta. Bisa dibayangkan pertumbuhan ekonomi setelah kuartal I tahun 2020 kemungkinan  akan terus merosot masuk menuju angka negatif. Jurang resesi akan semakin terbuka lebar apabila  pertumbuhan dan stabilitas ekonomi terus menuju ke angka negatif selama minimal dua kuartal berturut-turut.

Gambaran kondisi di atas merupakan hal yang harus segera disikapi dan perlu segera diambil langkah-langkah strategis guna mengantisipasi timbulnya resesi ekonomi Indonesia, disamping juga berupaya menekan lajunya penyebaran pandemi ini. Untuk mengantisipasi hal tersebut, melalui PERPPU Nomor 1 tahun 2020, pemerintah menyiapkan langkah-langkah luar biasa (extraordinary) terkait Kebijakan Keuangan Negara guna mengantisipasi dampak covid-19 dan penangannya. Koordinasi antara pemerintah dengan Bank Indonesia pun disiapkan.

Pemerintah menyiapkan stimulus-stimulus di bidang kesehatan, jaring pengaman sosial (bantuan sosial, pembebasan tarif listrik, kartu pra-kerja), dukungan industri (subsidi PPh Pasal 21 dan PPN, Bea masuk dan stimulus KUR), dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sementara itu, Bank Indonesia mengeluarkan langkah Quantitatve Easing dengan cara membeli obligasi pemerintah dan swasta, menurunkan giro wajib minimum perbankan, dan rencana membentuk bank jangkar (anchor bank). Langkah ini dianggap sama dengan printing money tanpa mencetak fisik uang.

Melalui PERPPU Nomor 1 tahun 2020, pemerintah juga menyatakan diri telah siap untuk menghadapi pandemi ini sehingga masyarakat tidak perlu panik. Respon masyarakat dan dunia usaha untuk tidak panik dalam kondisi ini sangat diperlukan agar masalah ini dapat segera dihadapi.

Dengan kondisi pandemi seperti ini, apakah kita dapat melakukan investasi? Lalu investasi seperti apa yang dianggap tepat dalam situasi seperti ini? Apakah investasi saham, property, emas, atau obligasi pemerintah. Hal ini seperti terasa sulit karena adanya pengurangan pendapatan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masih dianggap sulit, apalagi untuk investasi. Bagi sebagian orang yang memiliki cadangan uang selama ini, apakah harus menyimpan uangnya? Hal yang perlu diingat, bahwa dalam keadaan normal ‘Cash is King’ dapat berubah menjadi ‘Cash is Trash’ dalam kondisi krisis.

Investasi yang paling tepat dilakukan di kala pandemi adalah investasi terhadap diri kita. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk investasi terhadap diri kita, seperti meningkatkan pengetahuan dan kemampuan di luar yang selama ini kita punya. Selama kondisi pandemi, pegawai (ASN) diberi kesempatan untuk work from home (WFH). Selama di rumah kita pasti memiliki waktu lebih luang di luar jam kerja. Kelebihan dan kelonggaran waktu ini harus dimanfaatkan untuk mempelajari ilmu dan kemampuan yang lain seperti, mempelajari cara memasak resep yang baru, mempelajari teknik berkebun hidroponik, disamping mempelajari instrumen investasi saham, property, emas, atau obligasi pemerintah. Hal ini diperlukan karena ketika perekonomian sudah mulai membaik, kita dapat menghindari resiko yang muncul akibat investasi tersebut (semua investasi memiliki resiko baik jangka pendek maupun jangka panjang).

Selain investasi terhadap diri kita melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan, investasi juga dapat dilakukan dengan meningkatkan imunitas diri kita. Biaya yang selama ini kita cadangkan untuk berwisata mungkin dapat dialihkan untuk membeli tambahan suplemen maupun vitamin.

Setelah kondisi ekonomi mulai pulih, itulah saat yang tepat untuk mulai menjalankan instrumen investasi atau bahkan memulai usaha dari hal yang sudah kita pelajari. Sikap untuk tidak panik (tetap tenang) juga diperlukan dalam situasi seperti ini. Biasa dalam kondisi seperti ini muncul kondisi psikologis Fear Of Missing Out (FOMO) atau kondisi takut melewatkan sesuatu momen yang berharga, atau tidak ikut dalam tren peningkatan aktivitas ekonomi.

Kesimpulan yang ingin saya sampaikan adalah perilaku tidak panik atau tetap tenang dalam situasi krisis akibat pandemi maupun kondisi peningkatan ekonomi akibat pemulihan sangat diperlukan. Hal yang perlu kita ingat bersama adalah setiap badai akan menghasilkan orang yang kuat atau orang yang sudah kesakitan dalam menghadapi badai. Tergantung kita memilih, apakah kita mau menjadi semakin kuat setelah badai ini.

(Penulis : Efraim Prananta, Seksi Kepatuhan Internal, Bidang KIHI)          

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini