Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
“Kala Sertipikat Tak Kunjung Mengikat”
Rini Murbaningsih
Senin, 18 Desember 2023   |   71 kali

I.               Latar belakang

Masih terngiang rasanya di telinga atas adanya kasus yang menimpa keluarga sosok artis Nirina Zubir waktu menjelang akhir tahun 2021. Berita mengenai kasus mafia tanah yang dialami oleh artis peran Nirina Zubir menghiasi headline pemberitaan dan menjadi trending topik di sosial media. Selebritas Nirina Zubir beserta keluarga mengaku telah menjadi korban mafia tanah berupa penggelapan aset lahan dan bangunan dengan total kerugian diperkirakan mencapai Rp17 miliar. Di awal tahun 2021 pun pemberitaan di media juga dihiasi mengenai berita mafia tanah yang dialami oleh keluarga Penasihat Kemenparekraf Dino Patti Djalal, dimana sertipikat tanah keluarganya di wilayah Jakarta Selatan telah beralih menjadi nama pihak lain. Dari pemberitaan tersebut disampaikan oleh pihak Dino Patti Djalal bahwa kerugian yang dialami oleh keluarganya bisa mencapai Rp20 miliar. Kasus sengketa tanah memang masih sering terjadi di negara kita. Dan hal tersebut tidak hanya terjadi pada warga negara perseorangan maupun badan usaha, namun juga ternyata terjadi pada aset-aset negara.

Bicara mengenai sengketa aset, hal tersebut tentunya menjadi perhatian bagi para pengelola aset tak terkecuali bagi pengelola aset negara. Pengelolaan aset negara dikelola oleh Kementerian Keuangan dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Aset-aset tersebut merupakan aset yang berada pada penguasaan Menteri Keuangan, di antaranya aset eks Pertamina dan aset eks BPPN (aset HTBI dan aset PT. PPA). Aset-aset yang berada pada penguasaan Menteri Keuangan tersebut belum ada yang bersertipikat atas nama Pemerintah RI c.q. Kementerian Keuangan. Di negara kita sertipikat tanah merupakan alas hak tanah yang memilik kekuatan pembuktian yang paling tinggi di hadapan pengadilan. Karena sertipikat tanah diproses melalui tahapan dan prosedur yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Aset negara yang belum atas nama Pemerintah RI c.q. kementerian/Lembaga terkait ternyata tidak hanya dialami oleh Kementerian Keuangan c.q. DJKN, namun juga hal tersebut dialami oleh aset-aset yang dikelola oleh Kementerian/Lembaga sebagai Pengguna Barang. Berdasarkan paparan yang disampaikan Direktorat Barang Milik Negara DJKN pada kegiatan Persiapan Pensertipikatan BMN Berupa Tanah Tahun Anggaran 2022 yang diselenggarakan pada 13 Januari 2022, disampaikan data terkait target dan realisasi pensertipikatan Barang Milik Negara pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dari tahun ke tahun sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2022.

Pentingnya sertipikat tanah pada aset negara perlu digaungkan di seluruh negeri, karena dengan tidak ada alas hak tanah baik itu atas Barang Milik Negara maupun Barang Milik Daerah dapat berdampak yang memiliki risiko beralihnya aset kepada pihak lain. Pihak lain yang berkepentingan di tahap awal tentunya akan mengamati aset-aset mana saja yang tidak dikelola dengan baik oleh negara. Atas kondisi tersebut tentunya akan membuka pintu bagi penguasaan atau okupasi aset negara oleh pihak lain yang tidak memilik hak. Dengan penguasaan oleh pihak lain tersebut secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama 10 sampai 20 tahun dapat memberikan hak prioritas kepada pihak yang menguasai tanah untuk mengajukan alas hak tanah atas nama dirinya kepada BPN atau Kantor Pertanahan di willayahnya. Jika BPN atau Kantor Pertanahan tidak mengetahui data dan informasi mengenai tanah mana saja yang menjadi aset negara, tentu saja hal tersebut akan memudahkan pihak lain untuk memproses pengajuan sertipikat atas nama dirinya di BPN.

 

II.             Pembahasan

Pengelolaan kekayaan negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan dalam aturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020. Dimana kewajiban untuk mensertipikatkan aset negara menjadi atas nama Pemerintah RI merupakan hal yang diamanatkan pertama kali di Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Atas amanat tersebut telah ditindaklanjuti dengan dengan adanya Peraturan Bersama antara Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.06/2009 dan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2009 agar aset negara memenuhi tata kelola tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum.

Walaupun peraturan perundang-undangan telah dibuat untuk dapat menjadi dasar hukum bagi para pengelola aset untuk mensertipikatkan aset, ternyata progress pensertipikatan aset negara menjadi atas nama Pemerintah RI belum menunjukkan progress yang signifikan. Hal tersebut tampak pada tabel 1 dimana di tahun 2013 realisasinya masih rendah (1.327 bidang) jika dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan (2.000 bidang). Dari data tersebut terlihat bahwa target dan realisasi mulai melonjak di tahun 2021, 17 tahun sejak adanya amanat untuk mensertipikatkan aset negara. Data pada tabel 1 menunjukkan mengenai paradigma para pengelola aset yang masih rendah atas pensertipikatan aset yang dikuasai dengan kata lain masih belum menjadi hal yang prioritas dalam fase pengelolaan aset negara.

Bicara mengenai proses pensertipikatan tentunya hal tersebut merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional yang prosesnya ada di masing-masing Kantor Pertanahan. Sudah merupakan praktik yang biasa untuk proses pensertipikatan di negara ini dilakukan melalui notaris, yang kita ketahui untuk biayanya tentu saja menghabiskan rupiah yang sangat banyak. Selain itu alasan lainnya yaitu pihak pemohon sertipikat tidak memiliki waktu untuk mengikuti proses di BPN yang dianggap rumit dan lama. Adanya anggapan tersebut tentunya juga turut mempengaruhi persepsi dari para pengelola aset yang menimbulkan keengganan untuk memprioritaskan pensertipikatan aset negara. Dan pemberitaan mengenai adanya oknum di BPN yang terlibat dalam praktik mafia tanah juga turut andil dalam menguatkan persepsi pengelola aset tersebut.

Proses pensertipikatan di BPN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur bahwa pemohon harus menguasai aspek fisik dan aspek yuridis atas tanah yang dimohonkan sertipikatnya. Selain itu juga kondisi tanah harus dalam kondisi clean and clear tanpa ada sengketa atau pengakuan dari pihak lain. Kondisi aset negara saat ini ada yang secara fisik tidak dikuasai oleh pengelola aset namun tercatat dalam laporan keuangan. Seperti yang terjadi pada aset-aset kelolaan yang ada di DJKN. Kondisi aset tersebut ada yang dikuasai oleh pihak lain, ada yang tidak diketahui pasti batas-batas tanahnya, dan ada juga yang peralihan aset ke negara tidak didukung dengan dokumen yang kuat. Dengan kondisi-kondisi aset tersebut menyebabkan pengelola aset dan BPN menemui kesulitan untuk mensertipikatkan karena tidak memenuhi aspek fisik dan aspek yuridis sebagai syarat yang diatur dalam peraturan BPN.

 

 

III.            Rekomendasi

 

Kesulitan dalam proses pensertipikatan seharusnya bukanlah halangan bagi para pengelola aset untuk memprioritaskan pensertipikatan aset negara. Dengan kendala-kendala yang dapat diidentifikasi penyebabnya tentu saja hal tersebut akan memudahkan dalam merumuskan solusi penyelesaian hambatan. Untuk mengatasi paradigma para pengelola aset yang masih enggan untuk memprioritaskan pensertipikatan aset dapat dilakukan dengan penyelenggaraan sosialisasi intensif yang melibatkan pihak DJKN, BPN dan pengelola aset. Topik yang diangkat dalam sosialisasi tersebut yaitu mengenai pentingnya pensertipikatan aset dan juga mengenai manfaat jika aset disertipikatkan menjadi atas nama Pemerintah RI. Mempertimbangkan banyaknya pengelola aset negara yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, alternatif penyelenggaraan sosialisasi dapat diinisiasi oleh kantor-kantor perwakilan DJKN di daerah maupun diselenggarakan secara online. Pelaksanaan sosialisasi ini sebaiknya dilakukan secara berkala yaitu 1 (satu) kali setiap 6 (enam) bulan.

Melalui penyelenggaraan sosialisasi yang melibatkan DJKN dan BPN juga diharapkan dapat mengatasi keengganan pengelola aset untuk mensertipikatkan aset negara dan meluruskan persepsi pengelola aset bahwa proses pensertipikatan di BPN memakan waktu lama dan rumit. Dengan merangkul BPN dan para pengelola aset dapat diadakan nota kesepahaman agar masing-masing pihak memilik awareness dan semangat yang sama untuk mengamankan aset negara dengan kegiatan pensertipikatan. Dalam nota kesepahaman tersebut dapat disepakati hal-hal yang diperlukan untuk melakukan percepatan pensertipikatan, seperti halnya penunjukan person in charge dari masing-masing pihak agar informasi proses dan update progress dapat terinformasikan dengan cepat khususnya jika mengalami kendala di lapangan.

Dengan terlaksananya sosialisasi secara intensif, maka hal tersebut dapat membuka ruang diskusi antara DJKN, BPN dan para pengelola aset. Inisiator penyelenggaraan forum group discussion ini dapat dilaksanakan oleh DJKN sebagai institusi Kementerian Keuangan yang memiliki tugas dalam pengelolaan Barang Milik Negara. Diskusi dimaksud diharapkan dapat menghasilkan solusi atas tidak memenuhi atau lemahnyanya aspek fisik maupun aspek yuridis aset negara yang ingin disertipikatkan. Di BPN terdapat unit kerja yang sehari-harinya menangani sengketa dan konflik pertanahan. Dalam focus group discussion dapat melibatkan unit tersebut dengan materi diskusi yang diusung dapat dari pengalaman-pengalaman yang dialami oleh BPN dalam penyelesaian tanah yang bermasalah dan mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh para pengelola aset untuk memelihara aset negara dengan baik.

Dengan terjalinnya sinergi dan kerja sama yang baik antara DJKN, BPN dan para pengelola aset diharapkan dapat meminimalisir terjadinya sengketa aset negara. Karena dengan terdeteksinya aset negara dalam administrasi dan sistem pertanahan yang dikelola BPN maka pihak lain yang tanpa hak tidak dapat mengajukan sertipikat tanah menjadi atas nama dirinya. Kolaborasi yang kompak dari para perangkat negara tersebut tentu saja diharapkan dapat mewujudkan pengamanan aset negara yang semakin baik dan minim sengketa. Dengan pengamanan aset yang baik maka akan memperkuat keuangan negara dari sisi formal maupun materiil.


Penulis: Mahyarina Kusumawati (Kepala Seksi Hukum, Kanwil DJKN SJB)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini