A. Perkembangan Perekonomian
sampai Pertengahan bulan Maret 2024
· Prospek ekonomi global masih
dibayangi tensi geopolitik. Pertumbuhan ekonomi cenderung lemah dan divergen,
dengan tensi geopolitik yang meningkatkan kerentanan rantai pasok, utamanya
konflik di Timur Tengah dan perang di Ukraina.
· Aktivitas manufaktur global bulan
Februari 2024 menunjukkan perbaikan yang masih terbatas dengan PMI global 50,3
(Januari 2024: 50,0). Peningkatan output terjadi di Amerika Serikat, Brazil,
India, dan Indonesia, sementara aktivitas sektor manufaktur di negara Eropa
masih terus terkontraksi.
· Harga komoditas cenderung fluktuatif
dengan ketidakpastian yang masih tinggi. Harga minyak mengalami sedikit
kenaikan karena perpanjangan pengurangan produksi OPEC+. Secara year to date
sampai dengan 22 Maret 2024, harga gas alam turun 34,0 persen, batu bara turun
12,8 persen, minyak bumi (Brent) naik 10,9 persen. Harga komoditas pangan dan
pertanian seperti CPO dan beras meningkat, masing-masing 15,6 persen (ytd) dan
0,2 persen (ytd).
· Kinerja pasar keuangan domestik
relatif terjaga di tengah volatilitas kondisi global. Per 22 Maret, nilai tukar
Rupiah tercatat melemah 1.60 persen (ytd), meskipun tidak sedalam negara
Emerging Market lainnya. Spread yield SBN 10Y terhadap UST berada di 236 bps,
lebih rendah dibanding posisi per akhir 2023 (257 bps), dan relatif cukup
rendah dibanding beberapa negara Emerging Market. Kinerja pasar saham menguat
dengan naiknya IHSG ke level 7.336,36 (0,89 persen, ytd) dan mencatatkan inflow
Rp27,88 triliun (ytd), sedangkan pasar SBN mengalami outflow Rp24,92 triliun
(ytd).
· Neraca perdagangan bulan Februari
2024 masih melanjutkan surplus sebesar USD2,87 miliar (surplus 46 bulan
berturut-turut), meski menurun karena ekspor mengalami penurunan di tengah
kenaikan impor. Nilai Ekspor tercatat USD19,31 miliar (terkontraksi 9,4 persen,
yoy), sementara impor mencapai USD18,44 miliar (tumbuh 15,8 persen, yoy).
· Prospek pertumbuhan jangka pendek
masih cukup kuat. Indeks Keyakinan Konsumen terjaga di angka 123,1, Mandiri
Spending Indeks meningkat 43,0 persen (yoy), dan Indeks Penjualan Riil tumbuh
menguat 3,6 persen (yoy). Dari sisi produksi, PMI Manufaktur Indonesia masih
konsisten ekspansi dalam 30 bulan berturut-turut, mencapai 52,7 pada Februari
2024. Konsumsi listrik untuk bisnis tumbuh 10,5 persen (yoy), namun konsumsi
listrik industri melemah 0,8 persen (yoy). Sementara, penjualan kendaraan masih
terkontraksi, masing-masing melemah 2,9 persen (yoy) untuk motor dan 18,8
persen (yoy) untuk mobil.
· Inflasi domestik relatif terkendali, pada bulan Februari 2024 mencapai 2,75 persen (yoy). Namun demikian, kenaikan harga pangan perlu diwaspadai. Per 22 Maret 2024, harga beras meningkat 8,9 persen (ytd) dan beberapa harga pangan lainnya mengalami kenaikan (telur ayam, daging ayam, minyak goreng, bawang putih, gula pasir, daging sapi), sementara cabai merah, cabai rawit dan bawang merah mengalami penurunan
B. Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Terkini
· Hingga 15 Maret 2024, APBN terjaga
surplus dengan kinerja secara keseluruhan yang on-track. Realisasi Belanja
Negara mencapai Rp470,3 triliun (14,1 persen dari pagu APBN). Komponen Belanja
Pemerintah Pusat (BPP) terealisasi sebesar Rp328,9 triliun (13,3 persen dari
pagu APBN). Belanja K/L terealisasi sebesar Rp165,4 triliun (15,2 persen dari
pagu APBN), antara lain dipengaruhi oleh penyaluran bantuan sosial dan
pelaksanaan Pemilu. Belanja Non K/L terealisasi sebesar Rp163,4 triliun (11,9
persen dari pagu APBN), antara lain dipengaruhi oleh realisasi subsidi energi
dan pembayaran manfaat pensiun. Sebanyak 77,4 persen BPP, atau sebesar Rp254,7
triliun memberi manfaat langsung kepada masyarakat, antara lain melalui sektor
perlindungan sosial, petani dan UMKM; Pendidikan; serta Infrastruktur.
· Anggaran perlindungan sosial tahun
2024 dialokasikan sebesar Rp496,8 triliun, termasuk untuk mendukung percepatan
penghapusan kemiskinan ektrem, antara lain melalui program berbagai Kementerian
seperti Kemensos (Kartu Sembako, Program Keluarga Harapan, dan Asistensi
Rehabilitasi Sosial), Kemendikbud dan Kemenag (Program Indonesia Pintar dan
Program Kartu Indonesia Pintar) serta Kemenkes (PBI JKN). Selain itu, anggaran
perlindungan sosial juga digunakan untuk penyaluran subsidi energi dan
nonenergi serta antisipasi penanggulangan bencana melalui belanja non-K/L dan
belanja bantuan langsung tunai desa melalui TKD. Hingga 29 Februari 2024, telah
terealisasi sebesar Rp37,9 triliun.
· Dukungan APBN kepada APBD melalui
Transfer ke Daerah (TKD) meningkat, di mana sampai dengan 15 Maret 2024
mencapai Rp141,4 triliun (20,5 persen dari pagu APBN). Dana Alokasi Umum (DAU)
terealisasi sebesar Rp83,9 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik sebesar
Rp30,0 triliun, Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp16,2 triliun, Dana Desa sebesar
Rp11,1 triliun, Dana Istimewa sebesar Rp0,21 triliun, dan Insentif Fiskal
sebesar Rp0,07 triliun. Sebagian dana TKD lainnya seperti Dana Otonomi Khusus,
DAK Fisik, dan Hibah belum disalurkan karena menunggu penyampaian syarat salur
atau belum masuk jadwal penyaluran.
· Pembiayaan Investasi 2024 berfokus
pada sektor prioritas demi kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan investasi turut
mendukung percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,
antara lain melalui penyertaan modal negara secara selektif kepada BUMN untuk
mendukung pelaksanaan program prioritas pemerintah (percepatan pembangunan
infrastruktur, penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta
pengembangan UMKM) dan pembiayaan investasi kepada BLU/Badan Hukum lainnya
untuk penyediaan lahan infrastruktur PSN, peningkatan akses masyarakat untuk
pendidikan dan keberlanjutan pengembangan pendidikan, peningkatan ekspor
nasional ke pasar global, menjaga kelestarian lingkungan hidup, serta
memperkuat posisi Indonesia dalam hubungan internasional.
· Realisasi Pendapatan Negara sampai
dengan 15 Maret 2024 mencapai Rp493,2 triliun (17,6 persen dari target APBN).
Penerimaan Pajak mencapai Rp342,88 triliun (17,24 persen dari target).
Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif, menunjukkan aktivitas ekonomi
nasional yang baik dan resilient. Begitu pula berdasarkan sektornya, mayoritas
sektor usaha tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil,
terutama pada sektor jasa.
· Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
mencapai Rp56,5 triliun (17,6 persen dari target APBN), sedikit terkontraksi
(3,2 persen (yoy)) disebabkan oleh penurunan penerimaan cukai hasil tembakau.
Bea Masuk terealisasi sebesar Rp9,9 triliun, tumbuh sejalan dengan pola
peningkatan konsumsi masyarakat menjelang puasa dan lebaran. Bea Keluar
terealisasi sebesar Rp3,3 triliun, antara lain dipengaruhi oleh kebijakan
relaksasi ekspor tembaga. Penerimaan Cukai terealisasi sebesar Rp43,3 triliun,
turun sejalan dengan penurunan produksi Barang Kena Cukai (BKC) utamanya Hasil
Tembakau (HT).
· Kinerja PNBP hingga 15 Maret 2024
terjaga baik, mencapai Rp93,5 triliun (19,0 persen dari target APBN). Realisasi
PNBP SDA dipengaruhi fluktuasi harga komoditas sehingga pendapatan SDA migas dan
nonmigas melambat masing-masing mencapai Rp17,8 triliun dan Rp22,4 triliun.
Sementara, realisasi pendapatan KND mencapai Rp6,8 triliun, disumbang dari
setoran dividen interim BUMN Perbankan. PNBP lainnya terealisasi Rp33,4
triliun, terutama diperoleh dari kenaikan pendapatan jasa tenaga, pekerjaan,
dan informasi dari kompensasi data wilayah izin usaha pertambangan. Pendapatan
BLU mencapai Rp13,1 triliun, dengan peningkatan utamanya disumbang dari
pendapatan jasa layanan rumah sakit dan jasa layanan pendidikan.
· APBN 2024 hingga 15 Maret 2024
mencatatkan surplus sebesar Rp22,8 triliun (0,10 persen PDB), dengan
keseimbangan primer tercatat positif sebesar Rp132,1 triliun. Kinerja
pembiayaan anggaran terukur dan terkendali, mencapai Rp72,5 triliun dengan
reallisasi pembiayaan utang Rp72,0 triliun. Pemenuhan target pembiayaan
berjalan on track di tengah kondisi pasar keuangan yang masih volatile.
Strategi pembiayaan utang dilakukan secara fleksibel dan oportunistik, meliputi
aspek timing, sizing, tenor, instrument mix, dan currency mix.
· Sebagai kesimpulan, saat ini risiko
global masih tinggi dibayangi tensi geopolitik, serta tantangan digitalisasi
ekonomi, perubahan iklim, dan transisi demografi menuju ageing population.
Seiring aktivitas ekonomi domestik yang terjaga, kinerja APBN hingga 15 Maret
2024 masih mencatat surplus, namun perlu mengantisipasi perlambatan Pendapatan
Negara. Meski kondisi domestik relatif kuat, pemerintah akan terus mewaspadai
volatilitas pasar keuangan dan perlambatan pertumbuhan perekonomian dunia. APBN
2024 terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli,
menjaga stabilitas ekonomi, dan mendukung berbagai agenda pembangunan.
sumber : kemenkeu.go.id.