Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Maudu’ Lompoa : Perpaduan Harmoni Keagamaan Dan Kearifan Lokal
Hendro Nugroho
Senin, 27 September 2021   |   7920 kali

Sumber foto : Merdeka.com/Elyana Dasuki

                Tradisi Maudu’ Lompoa mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian besar penduduk Indonesia, namun tidak untuk masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan. Tradisi Maudu’ Lompoa atau Maulid Akbar merupakan puncak perayaan dari peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan oleh masyarakat di Desa Cikoang, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan setiap tanggal 29 Rabiul Awal. Tradisi ini menjadi istimewa karena memadukan unsur agama islam dan kearifan lokal setempat yang telah berlangsung turun-temurun sejak Abad ke-16.

                Menurut sejarah, perayaan tradisi Maudu Lompoa sudah ada sejak tahun 1621 silam. Saat itu ulama besar Aceh bernama Sayyid Jalaludin datang ke tanah Talakar untuk menyebarkan agama Islam. Sayyid juga dipercaya sebagai keturunan Nabi yang menetap di  Cikoang.

 

Sumber foto: Sindonews.com

Pelaksanaan perayaan Maudu Lompoa memerlukan persiapan 40 hari sebelum acara puncak. Persiapan diawali dengan je'ne-je'ne Sappara (mandi pada bulan Syafar) oleh masyarakat Cikoang yang dipimpin sesepuh atau guru adat. Persiapan lain yang juga dilakukan adalah menyediakan ayam, beras, minyak kelapa, telur, perahu, kertas warna-warni, pakaian, dan hasil bumi lainnya. Ayam-ayam yang akan dijadikan jamuan dalam puncak perayaan harus dikurung selama 40 hari, agar sehat dan hanya mendapat makanan yang bersih dan bagus. Selain itu, masyarakat juga mulai melakukan prosesi angnganang baku yaitu membuat bakul beras dari daun lontar. Selanjutnya, masyarakat menjemur padi dalam lingkaran pagar, dilanjutkan adengka ase, yakni menumbuk padi dengan lesung. Setelah itu, warga setempat mengupas kelapa utuh yang ditanam sendiri.

Bagi masyarakat Cikoang perayaan Maudu’ Lompoa bukan hanya sekedar peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad, melainkan upacara Maudu’ Lompoa mengandung makna yang lebih mendalam. Perayaan Maudu’ Lompoa mengandung falsafah hidup yang sangat erat hubungannya dengan kejadian alam semesta dan permulaan pencipta roh manusia. Hal ini berkaitan erat dengan paham makrifat yang diyakini oleh masyarakat Cikoang yakni Kaniakkang, Kalassukang, dan Pakaramula. Faham Makrifat adalah usaha pemahaman rohaniah secara hakiki terhadap Allah SWT. Selain itu, Upacara ritual ini dianggap wajib oleh masyarakat Cikoang karena mengenal dan mencintai Nabi Muhammad SAW. adalah suatu kewajiban bagi seluruh umat islam di dunia serta menjadi motivasi dalam mengikuti sunnah dan teladan Nabi Muhammad SAW.


Sumber foto : Merdeka.com/Elyana Dasuki

Keunikan dari tradisi Maudu Lompoa terletak pada julung-julung atau kapal kayu yang dihias sedemikian rupa menggunakan kain warna-warni. Kapal-kapal inilah yang menjadi simbol masuknya agama Islam khususnya di Talakar. Di dalam kapal-kapal itu terdapat berbagai macam bahan pokok mulai dari telur yang juga diwarnai berbagai macam warna, serta hasil bumi dari wilayah sekitar Kabupaten Takalar. Selain telur dan hasil bumi, Julung-julung juga diisi dengan perlengkapan sehari-hari seperti pakaian, celana, sampai perlengkapan mandi seperti pasta gigi dan sabun. Semua hiasan yang terdapat di dalam julung-julung merupakan sebuah simbolisasi bahwa ajaran Islam masuk ke wilayah Cikoang dibawa oleh para pedagang. Aneka sesaji juga dihadirkan sebagai pengisi julung-julung seperti bakul besar yang terbuat dari anyaman daun lontar atau biasa disebut “Baku Maudu” oleh warga setempat. Dimana di setiap bakul diisi oleh nasi setengah matang yang dilengkapi dengan lauk ayam kampung. Julung-julung ini nantinya akan dikumpulkan di sebuah titik yang menjadi tempat pelaksanaan berbagai macam prosesi. Isi dari julung-julung pun akan dibagikan kepada semua orang yang menghadiri acara Maudu Lompoa ini.


Sumber foto : Merdeka.com/Elyana Dasuki


Sumber foto: Sindonews.com

Terdapat setidaknya Tiga Nilai yang terkandung dalam Perayaan Maudu’ Lompoa yakni :

  1. 1.Nilai Sosial

Di dalam proses rangkaian upacara maudu’ lompoa, sikap kegotongroyongan antar masyarakat terlihat jelas dimana masyarakat akan saling membantu satu sama lain saat prosesi akan dilaksanakan. Hal ini akan menanamkan rasa persaudaraan dan kepedulian yang tinggi diantara masyarakat Desa Cikoang.

  1. 2.Nilai Religius/Keagamaan

Munculnya paham kepercayaan masyarakat mengenai proses perayaan Maudu’ Lompoa yang dibawa oleh Syekh Jalaluddin yang merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw membuat perayaan Maudu’ Lompoa sarat akan makna yang bersifat religius.

  1. 3.Nilai Seni

Nilai Seni tercermin dalam kreatifitas masyarakat dalam menghias perahu dengan kain warna-warni dan penempatan hasil bumi yang menjadikan tradisi Maudu’ Lompoa semakin meriah.

Prosesi utama rangkaian Maudu Lompoa adalah Zikkiri' dan Sura' Rate'. Yakni pembacaan kisah kelahiran Nabi dan sejarah masuknya Islam di Cikoang.Tak lupa pembacaaan sholawat yang ditujukan untuk Rasulullah Muhammad SAW. Perayaan Maulid ini bukanlah sekedar ritual tahunan. Makna sosial dari perayaan ini adalah keterikatan sosial. Begitupula makna merawat alam untuk kesejahteraan para warga.


Penulis: Abryan Aria Kusuma, Seksi Hukum, Bidang KIHI, Kanwil DJKN Sulseltrabar

 

Referensi :

1.       Hermin. (2020). Maudu’ Lompoa : Studi Sejarah Perayaan Maulid Nabi Terbesar di Cikoang Kabupaten Takalar (1980-2018). Makassar: Jurnal PATTINGALLOAG UNM.

2.       https://www.merdeka.com/travel/melihat-keindahan-warna-warni-kapal-hias-tradisi-maudu-lompoa-di-talakar.html, diakses tanggal 2021-09-27.

3.       https://id.wikipedia.org/wiki/Maudu_Lompoa, diakses tanggal 2021-09-27.

https://photo.sindonews.com/view/6214/uniknya-kearifan-lokal-perayaan-maulid-nabi-maudu-lompoa-di-desa-cikoang-kabupaten-takalar, diakses tanggal 2021-09-27.






Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini