Sumber foto : Merdeka.com/Elyana Dasuki
Tradisi
Maudu’ Lompoa mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian besar penduduk
Indonesia, namun tidak untuk masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan. Tradisi
Maudu’ Lompoa atau Maulid Akbar merupakan puncak perayaan dari peringatan hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan oleh masyarakat di Desa Cikoang,
Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan setiap tanggal 29 Rabiul Awal.
Tradisi ini menjadi istimewa karena memadukan unsur agama islam dan kearifan
lokal setempat yang telah berlangsung turun-temurun sejak Abad ke-16.
Menurut sejarah, perayaan tradisi Maudu Lompoa sudah ada sejak tahun 1621 silam. Saat itu ulama besar Aceh bernama Sayyid Jalaludin datang ke tanah Talakar untuk menyebarkan agama Islam. Sayyid juga dipercaya sebagai keturunan Nabi yang menetap di Cikoang.
Sumber foto: Sindonews.com
Pelaksanaan perayaan Maudu Lompoa memerlukan persiapan 40 hari sebelum acara puncak. Persiapan diawali dengan je'ne-je'ne Sappara (mandi pada bulan Syafar) oleh masyarakat Cikoang yang dipimpin sesepuh atau guru adat. Persiapan lain yang juga dilakukan adalah menyediakan ayam, beras, minyak kelapa, telur, perahu, kertas warna-warni, pakaian, dan hasil bumi lainnya. Ayam-ayam yang akan dijadikan jamuan dalam puncak perayaan harus dikurung selama 40 hari, agar sehat dan hanya mendapat makanan yang bersih dan bagus. Selain itu, masyarakat juga mulai melakukan prosesi angnganang baku yaitu membuat bakul beras dari daun lontar. Selanjutnya, masyarakat menjemur padi dalam lingkaran pagar, dilanjutkan adengka ase, yakni menumbuk padi dengan lesung. Setelah itu, warga setempat mengupas kelapa utuh yang ditanam sendiri.
Bagi masyarakat Cikoang perayaan Maudu’ Lompoa bukan hanya sekedar peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad, melainkan upacara Maudu’ Lompoa mengandung makna yang lebih mendalam. Perayaan Maudu’ Lompoa mengandung falsafah hidup yang sangat erat hubungannya dengan kejadian alam semesta dan permulaan pencipta roh manusia. Hal ini berkaitan erat dengan paham makrifat yang diyakini oleh masyarakat Cikoang yakni Kaniakkang, Kalassukang, dan Pakaramula. Faham Makrifat adalah usaha pemahaman rohaniah secara hakiki terhadap Allah SWT. Selain itu, Upacara ritual ini dianggap wajib oleh masyarakat Cikoang karena mengenal dan mencintai Nabi Muhammad SAW. adalah suatu kewajiban bagi seluruh umat islam di dunia serta menjadi motivasi dalam mengikuti sunnah dan teladan Nabi Muhammad SAW.
Sumber foto : Merdeka.com/Elyana Dasuki
Keunikan dari tradisi Maudu Lompoa terletak pada julung-julung atau kapal kayu yang dihias sedemikian rupa menggunakan kain warna-warni. Kapal-kapal inilah yang menjadi simbol masuknya agama Islam khususnya di Talakar. Di dalam kapal-kapal itu terdapat berbagai macam bahan pokok mulai dari telur yang juga diwarnai berbagai macam warna, serta hasil bumi dari wilayah sekitar Kabupaten Takalar. Selain telur dan hasil bumi, Julung-julung juga diisi dengan perlengkapan sehari-hari seperti pakaian, celana, sampai perlengkapan mandi seperti pasta gigi dan sabun. Semua hiasan yang terdapat di dalam julung-julung merupakan sebuah simbolisasi bahwa ajaran Islam masuk ke wilayah Cikoang dibawa oleh para pedagang. Aneka sesaji juga dihadirkan sebagai pengisi julung-julung seperti bakul besar yang terbuat dari anyaman daun lontar atau biasa disebut “Baku Maudu” oleh warga setempat. Dimana di setiap bakul diisi oleh nasi setengah matang yang dilengkapi dengan lauk ayam kampung. Julung-julung ini nantinya akan dikumpulkan di sebuah titik yang menjadi tempat pelaksanaan berbagai macam prosesi. Isi dari julung-julung pun akan dibagikan kepada semua orang yang menghadiri acara Maudu Lompoa ini.
Sumber foto : Merdeka.com/Elyana Dasuki
Sumber foto: Sindonews.com
Terdapat
setidaknya Tiga Nilai yang terkandung dalam Perayaan Maudu’ Lompoa yakni :
Di dalam proses
rangkaian upacara maudu’ lompoa, sikap kegotongroyongan antar masyarakat terlihat
jelas dimana masyarakat akan saling membantu satu sama lain saat prosesi akan
dilaksanakan. Hal ini akan menanamkan rasa persaudaraan dan kepedulian yang
tinggi diantara masyarakat Desa Cikoang.
Munculnya paham
kepercayaan masyarakat mengenai proses perayaan Maudu’ Lompoa yang dibawa oleh
Syekh Jalaluddin yang merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw membuat perayaan
Maudu’ Lompoa sarat akan makna yang bersifat religius.
Nilai Seni
tercermin dalam kreatifitas masyarakat dalam menghias perahu dengan kain
warna-warni dan penempatan hasil bumi yang menjadikan tradisi Maudu’ Lompoa
semakin meriah.
Prosesi utama rangkaian Maudu Lompoa adalah
Zikkiri' dan Sura' Rate'. Yakni pembacaan kisah kelahiran Nabi dan sejarah
masuknya Islam di Cikoang.Tak lupa pembacaaan sholawat yang ditujukan untuk
Rasulullah Muhammad SAW. Perayaan Maulid ini bukanlah sekedar ritual tahunan.
Makna sosial dari perayaan ini adalah keterikatan sosial. Begitupula makna
merawat alam untuk kesejahteraan para warga.
Penulis: Abryan Aria Kusuma, Seksi
Hukum, Bidang KIHI, Kanwil DJKN Sulseltrabar
Referensi :
1. Hermin.
(2020). Maudu’ Lompoa : Studi Sejarah
Perayaan Maulid Nabi Terbesar di Cikoang Kabupaten Takalar (1980-2018). Makassar:
Jurnal PATTINGALLOAG UNM.
2. https://www.merdeka.com/travel/melihat-keindahan-warna-warni-kapal-hias-tradisi-maudu-lompoa-di-talakar.html,
diakses tanggal 2021-09-27.
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Maudu_Lompoa,
diakses tanggal 2021-09-27.
https://photo.sindonews.com/view/6214/uniknya-kearifan-lokal-perayaan-maulid-nabi-maudu-lompoa-di-desa-cikoang-kabupaten-takalar,
diakses tanggal 2021-09-27.