Samarinda,
Dalam rangka menunjang
realisasi Wilayah Bebas dari Korupsi, diadakan bincang santai anti korupsi yang
diikuti oleh DJKN Muda Kaltimtara bertempat di ruang rapat Kanwil DJKN
Kaltimtara pada hari Kamis (20/06).
Bincang
santai difasilitasi oleh Kepala Subbagian Kepegawaian Kanwil DJKN Kaltimtara Suryono.
Ia menjelaskan dua alasan sulitnya pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu
alasan historis dan lemahnya perundang-undangan. Untuk mendapatkan gambaran nyata
lebih jelas terkait korupsi, diberikan contoh nyata kasus korupsi yang pernah
terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai pembelajaran bagi para DJKN
Muda.
Suryono
memaparkan hasil survei Kemenkeu terkait Indeks Penilaian Integritas (IPI)
Kementerian Keuangan, di mana terjadi kenaikan pada tahun 2018 sebesar 4.54 poin
dibandingkan dengan IPI tahun 2017, yaitu sebesar 83,11. Berdasarkan survei
tersebut, Indeks tertinggi ada pada DJPB (91.69), Itjen (91,57), dan Setjen
(90,46). Sedangkan kenaikan IPI tertinggi ada pada Setjen sebesar 8,90 poin dan
BPPK sebesar 6,53 poin. Namun demikian, masih terdapat dua unit dengan indeks
di bawah target capaian (85,00), yaitu DJP (80,29) dan DJPK (83,90).
“Korupsi
dianggap sebagai kejahatan luar biasa, karena berpotensi dilakukan oleh setiap
orang, target/korbannya random,
kerugiannya besar dan meluas, serta terorganisasi,” tambahnya. Korupsi juga
biasanya dilakukan bersamaan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk mencegah
kecurigaan pihak luar. Tujuh perbuatan utama yang masuk dalam ranah korupsi
yaitu merugikan keuangan negara, suap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan,
perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, serta gratifikasi.
Untuk mencegah perilaku korupsi
di atas, setiap PNS perlu menanamkan 9 nilai dasar anti-korupsi, yang meliputi
jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana,
berani, dan adil. Menumbuhkan sikap disiplin dapat dilakukan dengan mengenali
hak dan kewajiban PNS. Hak PNS seperti gaji, cuti, dan pengembangan. Sementara
kewajiban PNS meliputi antara lain disiplin pegawai, kode etik, kinerja, dan kompetensi.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Pasal 12 (a) menyebutkan bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang baru sebatas menerima janji dan belum menerima hadiah pun dapat dijerat
dengan hukuman pidana, seperti kasus yang menimpa salah satu ketua partai
beberapa tahun silam.
Sementara
itu, gratifikasi merupakan salah satu bentuk korupsi paling rentan terjadi di lingkungan DJKN. Sebagai dasar untuk menolak
gratifikasi, Suryono menekankan bahwa pegawai negeri/pejabat publik tidak sepantasnya menerima pemberian atas
pelayanan yang mereka berikan. “Seseorang tidak berhak meminta dan mendapat
sesuatu melebihi haknya, karena ia sekadar melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab
dan kewajibannya,” tegasnya.
Di penghujung diskusi yang berlangsung selama kurang
lebih 1,5 jam ini, Suryono menegaskan bahwa sebagai PNS kita wajib menyadari
hak dan kewajiban kita, baik kewajiban kita kepada negara maupun kepada
pribadi. “Kita harus bisa membedakan antara hak negara dan hak pribadi,”tutupnya.
(Bellisa/KIHI Kaltimtara)