Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Ramadhan Hingga Idul Fitri, Sebuah Manifestasi Diri tentang Alam Semesta
Arum Ratna Dewi
Senin, 17 April 2023   |   58 kali

Oleh: Rusmawati Damarsari




Idul Fitri Tafsir Budaya Baru.

“Wah, Idul Fitri sebentar lagi, bagaimana dengan baju baru!?”

“Duh, kok mukena saya sudah usang, harus beli yang baru”.

“Belum lagi THR, buat ponakan, sanak keluarga di Kampung, cukup gak ya?”

“Kapan mudik, kapan berangkat, dapat cuti kah?”.

Setidaknya itulah tafsir budaya masyarakat kita tentang Idul Fitri. Sebuah peran semangat diri. Hanya, cukupkah semua itu dalam data Simbol baru? Apakah semua yang dikenakan baru ini sebagai perwujudan manifestasi diri dengan Sang Maha Semesta? Dan bagaimana esensi Ramadhan itu sendiri?

Sedikit-sedikit, beberapa pertanyaan diri di atas, terkait fenomena budaya Ramadhan sedang mencoba menemukan puzzle, apa sesungguhnya arti Ramadhan dengan Idul Fitri. Apa sebenarnya esensi Ramadhan, kenapa harus berakhir menjadi Fitri (Suci).

Lalu, kenapa dalam tafsir budaya menjadi Lebaran, dan bermakna melebarkan, meleburkan diri? Dan kenapa harus dibarengi dengan penyucian diri dengan Zakat Fitrah dsb?

Sedikit benak ini mencoba menganalisa, dan ternyata Idul Fitri adalah rangkaian pemahaman, aksi dan amal Sholeh Puasa sedari awal hingga Akhir Ramadhan.

Memang, sekilas dulu, penulis pernah mengutarakan tentang Ramadhan dan Lailatul Qadar, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12825/Memahami-Makna-Iqra-Lailatul-Qadar-Membangun-Semangat-Kesetaraan.html di laman web DJKN ini. Dan tulisan tersebut sebenarnya terdapat rangkaian korelasi dalam melengkapi tulisan yang dulu, dimana Ramadhan sedari awal akan menemukan momentum Lailatul Qadar.

Dan semoga, tulisan kali ini, menemukan pula rangkaian awal menuju akhir makna KESUCIAN, FITRI.

Ramadhan dalam perspektif membersihkan Diri

عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ ».

Dari Abu Dzar , ia berkata, Rasulullah —shallallahu ‘alaihi wa sallam— bersabda kepadaku: “Takwalah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada, dan ikutilah kejelekan itu dengan Kebaikan yang menghapusnya, dan jadilah Mahluk (KHAALIQ) dengan Mahluk (buatan) yang baik.” (HR At-Tirmidzi).

Jelas, pencarian penulis menemukan momentum, bahwa Pahala, kebaikan juga dosa, kejelekan selalu terkait dengan KHAA LIQ artinya ciptaan, jasad, diri, yang diterjemahkan sekarang disebut AKHLAQ.

Lalu, bagaimana arti RAMADHAN dengan penyucian DIRI? Di sinilah terdapat benang merah.

Ramadhan dalam arti gramatikal Arab, secara etimologi berasal dari kata Romadho Yarmudhu, berarti membakar. Kaitan dengan Ramadhan ini, berarti membakar jasad, dari hambatan (dosa) yang eksisting dalam jasad.

Dan, karena inilah, Mushaf menyebutkan dalam Surat Al Baqoroh, ayat 183.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ – ١٨٣

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Dimana Kanjeng Rosul menyarankan saat Bulan Membakar Dosa, Ramadhan tersebut dengan melakukan Shaum, Sham, atau Puasa, Upavasa, dengan tujuan agar Jasad bersih dari dosa, virus, yang nemplok dalam darah atau Jasad agar bersih dan suci.

Lalu, apa arti Shaum, Sham atau Puasa itu sendiri dalam tradisi sebenarnya?

Ternyata tidak dalam makna menahan, tetapi dalam makna hening, menTulikan diri, Karena dalam istilah lain, Shaum, Sham itu diambil dari kata Shumm, bermakna tuli, hening, diam.

Namun Shaum, Sham puasa ini saat hening dan diam bukan berarti stuck, tidak bergerak, tetapi Menngamati, mengendalikan, mengontrol, memanage diri, Nafs jiwa agar sinkron dan harmoni dengan Jasad.

Mengamati, bagaimana rasa lapar dan haus, Jasad tidak diberi asupan? Lalu dikontrol, dikendalikan hingga berbuka, dan amati pula, bagaimana bila Air minum masuk ke tubuh? Bagaimana tubuh bekerja? Bagaimana H2O menjadi booster metabolisme tubuh? Lalu, bagaimana bila karbohidrat, Lemak, atau Protein masuk? Bagaimana reaksi lambung? Bagaimana Gerakan usus? Bagaimana pangkreas dan insulin bekerja? Bagaimana liver melembutkan glucose atau lemak menjadi energi?

 

Semua itu diperoleh dengan pengamatan dalam diri. Melakukan proses hening, diam, bagaimana tubuh diamati dan bekerja saat Shaum, Sham, puasa.

Lalu, penulis membandingkan, bagaimana bila makna tersebut menahan, dan tidak terbayang konsep menahan lapar dan haus, karena setelah dilihat perilaku puasa saat berbuka sudah tidak terkontrol, semua makanan dan minuman masuk tidak terkendali.

Dari Ramadhan Menuju Jasad Yang Fitri

Tidak mudah memang menjalani Ramadhan yang benar tersebut, karena sedari awal, perintah untuk Shaum, Sham, Puasa hanya diperuntukan untuk orang Beriman, artinya orang-orang yang meyakini makna Kesadaran atas pencarian dari dalam diri. Sebuah proses pencarian kebenaran mandiri, dan hal ini butuh waktu untuk memperolehnya.

Dari fenomena pencarian jati diri inilah, penulis tergugah membuka cakrawala tentang Ramadhan dengan tema di atas.

Adapun istilah kata MANIFESTASI yang penulis unggah tersebut merupakan perwujudan suatu pernyataan perasaan atau pendapat; perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan. Atau sebuah bentuk proyeksi hal dari dunia pengalaman metafisik ke dunia fisik.

Bisa juga penulis memaknai sebuah cara pandang atau cara berpikir yang membuat kita menganggap suatu hal yang berada di dunia pikir akan muncul di dunia nyata. Secara sederhana, adalah suatu perwujudan emosi dari alam pikir menuju dunia nyata.

Karena itulah, judul tulisan di atas sengaja dibuat Ramadhan Hingga Idul Fitri Sebuah Manifestasi Diri tentang Alam Semesta adalah perwujudan pengalaman diri dimana pemahaman Ramadhan saat ini mengalami pergeseran tafsir yang keluar dari makna sesungguhnya.

Padahal, dalam beberapa referensi mushaf dan hadits dalam ajaran Islam sudah menjelaskan secara detail bagaimana Ramadhan menuju FITRI adalah rangkaian dari awal hingga akhir Ramadhan untuk memperbaiki diri, membersihkan jasad agar akhirnya pada 1 SYAWAL diharapkan menjadi bersih, suci.

Namun, kenyataan aktifitas orang-orang melakukan Puasa yang harusnya banyak melakukan Move In, Instropeksi Jasad, Evaluasi Diri atau setidaknya beramal kebaikan dengan ikhlas (NETRAL), atau Shaum, Sham melakukan proses hening menjadi terganggu, sehingga ruang melakukan resetting program dalam JASAD menjadi terganggu.

Walhasil, tanpa disadari, saat Ramadhan hingga IDUL FITRI ini bila dilakukan dengan IKHLAS, atau move in ke dalam diri dengan seksama, maka alangkah besar takjub diri ini dan mensyukuri karunia Sang Maha Pencipta, Allah SWT, dimana perjalanan diri ini ternyata sebuah DIALEKTIKA alam semesta.

Fenomena Ramadhan yang sudah diprogram (KUTIBA) oleh Sang Maha Semesta, dimana terjadi mekanisme evolusi bumi kepada RHA (matahari), dimana juga rambatan cahaya matahari menjadi MEDIA energy spektrum nya agar dimanfaatkan diri untuk membersihkan JASAD dari hambatan dengan melakukan Shaum, Sham, puasa adalah sesuatu fenomena yang mesti dibuktikan sendiri.

Karena itu, perjalanan Awal Ramadhan hingga Menjadi FITRI adalah manifestasi diri mensyukuri anugerah Sang Maha Menjadikan tentang Alam Semesta ini.

Selamat Hari Raya Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin. 1 SYAWAL 1444 H. Semoga 1 SYAWAL ini benar-benar menjadi AWAL diri menjalani kehidupan dalam keadaan SUCI.

WallohualamBishawab

Penulis: Rusmawati Damarsari, Kepala Bidang Lelang Kanwil DJKN Kalimantan Timur dan Utara

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini