Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan piutang negara, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang menguatkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 sebagai upaya mempercepat penyelesaian piutang negara, memberikan dukungan terhadap satuan tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), memperkaya upaya penagihan termasuk dengan melakukan tindakan keperdataan dan/atau penghentian layanan publik, memperkuat tugas dan wewenang PUPN.
Laksana angin segar dalam upaya penagihan piutang negara/daerah, dalam PP Nomor 28 Tahun 2022 ini diatur mengenai pengaturan perluasan debitur termasuk pihak yang memperoleh hak, pengaturan norma “perbuatan melawan hukum” bagi pihak yang menghalangi tugas-tugas PUPN, kewajiban debitur untuk mengosongkan jaminan yang akan dilelang, pengaturan bahwa barang jaminan yang diurus PUPN tidak dapat dilakukan eksekusi oleh pihak lain (sita persamaan), pengaturan bahwa barang jaminan PUPN yang habis masa berlaku tetap dapat dilakukan eksekusi, penegasan bahwa pernyataan bersama dan surat paksa mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan hakim yang in-kracht, tidak ada Penetapan Jumlah Piutang (PJPN), tapi surat paksa, tindakan keperdataan dan/atau penghentian layanan publik, pengaturan rincian barang jaminan /harta kekayaan yang dapat dialihkan secara paksa, pengaturan jangka waktu pemblokiran barang jaminan/harta kekayaan lain adalah sampai dengan lunas/selesai/tidak diurus lagi oleh PUPN, pencegahan ke luar negeri bisa lebih dari 12 bulan dengan menetapkan SK pencegahan baru, PUPN dapat mengurus piutang badan- badan sui generis, pengaturan pendayagunaan barang jaminan/harta kekayaan lain yang telah disita oleh PUPN, penyerah piutang bisa membeli sendiri agunannya melalui lelang, pembayaran utang bisa dengan uang tunai atau dengan penyerahan aset.
Adanya pengenaan sanksi bagi debitur dalam PP 28 Tahun 2022 ini adalah adanya “Tindakan keperdataan dan/atau penghentian layanan Publik” (Bab IX, Pasal 49 s.d 51). Mengingat piutang yang diurus PUPN merupakan piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum dan para penanggung utang/penjamin utang tidak beritikad baik, maka dipandang perlu untuk memperkuat tugas dan fungsi PUPN sekaligus memperkaya upaya penagihan, tidak hanya dengan melakukan pemblokiran, penyitaan, pelelangan, paksa badan/penyanderaan, pencegahan ke luar wilayah Indonesia, tetapi juga melakukan pembatasan keperdataan dan penghentian layanan publik. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi hak negara mengingat parapenanggung utang/penjamin utang telah nyata melalaikan kewajibannya walaupun waktu sudah cukup lama.
Ketentuan mengenai pembatasan keperdataan dan penghentian layanan publik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 ini antara lain:
a. Tindakan keperdataan meliputi tidak boleh menerima hak dan pelayanan dari lembaga jasa keuangan misalnya: kredit dan pembiayaan, membuka rekening, mendirikan perusahaan, lembaga jasa keuangan, menjadi pengurus pada lembaga jasa keuangan, penghentian layanan publik di bidang perpajakan, kekayaan negara, PNBP, kepabeanan misalnya Tax Holiday, Lelang Kemenkeu;
b. Penghentian layanan publik di bidang perizinan misalnya: SIM, IMB, penghentian layanan publik di bidang kependudukan dan layanan masyarakat misalnya: SKCK, surat domisili;
c. Penghentian layanan publik di bidang keimigrasian misalnya: penerbitan, perpanjangan paspor;
d. Penghentian layanan publik di bidang agraria dan tata tuang misalnya:pendaftaran hak atas tanah/bangunan.
Beberapa tindakan layanan publik sebagai implementasi dari PP 28 tahun 2022 adalah diantaranya:
a.
Untuk
membatasi layanan akses keuangan dari Lembaga Jasa Keuangan, PUPN dapat memanfaatkan interkoneksi Sistem Layanan
Informasi Keuangan (SLIK) OJK pada Aplikasi FOCUS PN untuk pengurusan piutang negara;
b.
Salah satu
tindakan administratif yang dapat dilakukan dan sudah diatur dalam PMK Nomor : 240/PMK.06/2016 yaitu pencegahan penanggung hutang ke luar negeri atau
larangan bepergian ke luar wilayah Republik Indonesia. Adapun
petunjuk teknis sudah diatur dalam Perdirjen KN Nomor : 6/KN/2017;
c.
Untuk penanggung hutang yang berbadan
hukum Perseroan, maka PUPN dapat melakukan pemblokiran akses pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Perseroan
Terbatas pada Direktorat AHU Kementerian Hukum dan HAM sesuai dengan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM nomor
24 Tahun 2012 Jo. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 19 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemblokiran dan Pembukaan Pemblokiran Akses Sistem Administrasi Badan Hukum Perseroan
Terbatas, sehingga penanggung hutang
tidak dapat mengakses SABH PT untuk memperoleh
pengesahan akta pendirian
atau melakukan perubahan anggaran dasarnya;
d. Untuk piutang negara yang berasal dari Piutang PNBP, maka selain upaya tersebut di atas PUPN juga dapat melakukan penghentian layanan Penerimaan Negara Bukan Pajak melalui Automatic Blocking System (ABS) SIMPONI kepada Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan, sehingga penanggung hutang tidak dapat mengakses aplikasi e-PNBP.
Terkait pengimplementasian ABS (Automatic Blocking System) Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu telah menyatakan bahwa penerapan Automatic Blocking System telah efektif
mendorong wajib bayar menyelesaikan piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP).
Dirjen Anggaran Isa
Rachmatarwata mengatakan Kemenkeu bersama Kementerian/Lembaga (K/L) telah
mengintegrasikan data wajib pajak dan wajib bayar PNBP, termasuk yang memiliki
piutang. Apabila ketahuan tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, wajib
bayar bakal mengalami pemblokiran pelayanan dari K/L lainnya sebelum melunasi PNBP.
Bahwa ini cukup baik dan sudah ada success story-nya, di mana mereka-mereka
yang belum memenuhi kewajiban membayar PNBP dengan baik, terhambat untuk
melakukan transportasi batu bara atau mineral yang lain, dan kemudian sudah
terbukti memenuhi kewajibannya.
Beberapa Kementerian Lembaga
selama ini kesulitan melakukan penagihan piutang PNBP, tetapi ternyata wajib
bayar tersebut tetap dapat menjalankan bisnisnya dengan lancar. Melalui penerapan automatic
blocking system, wajib bayar PNBP yang belum memenuhi kewajibannya
secara baik tidak akan dapat melakukan aktivitas lain yang berkaitan dengan
bisnisnya. Misalnya, wajib bayar PNBP penggunaan kawasan hutan yang memiliki
piutang tidak dapat melakukan ekspor
karena datanya pada Ditjen Bea Cukai telah terblokir. Termasuk, jika perusahaan
tersebut juga menjalankan bisnis di sektor pertambangan, datanya pada kementerian ESDM
akan ikut terblokir sehingga tidak dapat melaksanakan aktivitas pengangkutan
dan ekspor minerba.
Sudah ada beberapa bukti
keberhasilan dari automatic blocking
system yang membuat kementerian/lembaga bisa bersinergi untuk
mengoptimalkan penerimaan mereka. Automatic Blocking System dilaksanakan berdasarkan PMK
155 Tahun 2021. Peraturan ini mengatur penghentian layanan dapat dilakukan atas
wajib bayar yang tidak melaksanakan kewajiban pembayaran PNBP, pemenuhan
dokumen yang diperlukan dalam rangka monitoring
atau verifikasi pembayaran, atau pertanggungjawaban PNBP oleh wajib bayar.
Apabila instansi pengelola PNBP
sudah memiliki sistem yang terhubung
dengan sistem informasi yang dikelola Kemenkeu, penghentian layanan kepada
wajib bayar dilaksanakan melalui sistem informasi PNBP.
Harapan penulis dengan
telah dikeluarkannya PP Nomor 28 Tahun 2022 dan penerapan pasal 49 s.d. 51 ini, salah satunya berupa ABS (Automatic Blocking System) dapat menjadi
salah satu tools dalam upaya penagihan piutang negara
dan mempercepat penerimaan PNBP.
Penulis: Kepala Seksi Piutang Negara II Nelawati