Berawal dari Wuhan
sebuah kota yang terletak di Provinsi Hubei, China di mana pertama kali
penduduknya diketahui terjangkit virus Covid-19 pada November 2019. Menurut
pihak berwenang di China, diketahui beberapa pasien adalah pedagang yang
beroperasi di Pasar Ikan Huanan.
Terjangkitnya virus Covid 19 bagi penduduk Wuhan merupakan mimpi buruk bagi
warga China, karena penyebarannya yang begitu masif dan seakan tak terbendung.
Peningkatan kasus Covid-19 di Wuhan selama 6 bulan pada April 2020 tercatat
menembus angka jutaan jiwa dan ribuan orang yang telah meninggal terkena virus
tersebut.
Bagaimana dengan negara-negara
lain? Mungkin tidak terbayang bagi hampir seluruh warga dunia di luar Negara
China, virus ini merupakan wabah yang tidak terbendung. Beberapa teori
terpatahkan dengan realita yang bisa kita lihat bersama, seperti virus ini akan
mudah berkembang di daerah yang bersuhu rendah dan lembab. Namun pada
kenyataannya kasus Covid-19 pertama di luar China dilaporkan melanda daerah
tropis dan panas yang terjadi di Thailand pada 13 Januari 2020, kemudian
mencapai Timur Tengah pada tanggal 29 Januari 2020 untuk pertama kalinya saat
jumlah kasus Covid-19 bertambah dan menyebar ke lebih banyak negara, termasuk
Uni Emirat Arab. Juga teori mengenai manusia yang mudah terpapar virus Covid-19
dengan kriteria usia di atas 50 tahun, memiliki penyakit bawaan seperti
jantung, stroke, diabetes dan penyakit bawaan pernapasan seperti pneumonia dan
asma.
Demikian pula dengan
Negara Indonesia, sungguh mengejutkan ketika Presiden Jokowi mengumumkan secara
resmi kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Dua warga
Negara Indonesia yang positif Covid-19 diketahui sebelumnya berinteraksi dengan
warga negara Jepang yang diketahui juga terpapar virus Covid-19. Kedua
warga Negara Indonesia ini akhirnya dinyatakan sembuh setelah dilakukan
perawatan dan karantina di rumah sakit selama 14 hari.
Sampai saat ini di
Indonesia tercatat ribuan kasus positif Covid-19 dan mengakibatkan ratusan
orang meninggal. Berbagai upaya pencegahan untuk memutus mata rantai penyebaran
Covid-19 telah dilakukan pemerintah. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) merupakan keputusan yang diambil pemerintah untuk membatasi pergerakan
masyarakat di wilayah yang telah banyak warganya terpapar Covid-19. Langkah ini
diambil oleh pemerintah karena dianggap lebih baik dibandingkan dengan
karantina wilayah. Kebijakan PSBB masih dimungkinkan
adanya kegiatan perekonomian, masyarakat masih dapat melakukan aktivitas walaupun
ada aktivitas tertentu yang dibatasi, tentunya berbeda sekali apabila
diterapkan karantina wilayah atau lock down di mana masyarakat
di wilayah tersebut dilarang untuk keluar dari suatu wilayah.
Sebagai tindak lanjut
penetapan Covid-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyarakat dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun
2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) diberlakukan PSBB pada tanggal
31 Maret 2020. Dengan kebijakan yang ditetapkan yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam
Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),
oleh Presiden Jokowi. Untuk wilayah yang telah ditetapkan PSBB terdapat
beberapa kegiatan yang dibatasi, dengan meliburkan sekolah dan tempat kerja,
pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi dan
pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Sebagai warga Negara
Indonesia yang baik tentunya kebijakan pemerintah harus kita dukung bersama dan
turut ambil bagian secara aktif. Demikian pula Aparatur Sipil Negara
(ASN) sebagai bagian dari warga Negara Indonesia memiliki tanggung jawab untuk
menjadi contoh masyarakat dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Tidak hanya dituntut
kesadaran secara pribadi masing-masing ASN untuk berperan secara aktif dalam
memutus mata rantai Covid-19 ini. Namun untuk menegakkan disiplin pegawai,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB)
menegaskan dan mengaturnya secara normatif. Untuk mencegah dan meminimalisir
penyebaran serta mengurangi risiko Covid-19 ASN beserta keluarganya dihimbau
untuk tidak melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik
dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah. Himbauan tersebut tertuang
dalam Surat Edaran pertama yang ditetapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, yaitu SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2020 tanggal 30 Maret 2020.
Surat Edaran tersebut
kemudian diubah dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 41 Tahun 2020 tanggal 6 April 2020. Ketentuan dalam
Surat Edaran ini lebih menegaskan ASN dan keluarganya dilarang melakukan
kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik lainnya sampai dengan
wilayah NKRI dinyatakan bersih dari Covid-19. Pengecualian apabila terdapat ASN
yang dalam keadaan terpaksa perlu melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah,
hal ini dimungkinkan bagi ASN dengan terlebih dahulu mendapatkan izin dari
atasan. Diatur pula bagi para Pejabat Pembina Kepegawaian pada Kementerian/Lembaga/Daerah
untuk memastikan ASN di lingkungan instansi pemerintah yang bersangkutan
tidak melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik.
Apabila ditemukan pelanggaran maka bagi ASN yang bersangkutan dapat dikenakan
sanksi hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan
perjanjian kerja.
Kedua Surat Edaran
tersebut memberikan rambu-rambu bagi ASN untuk tidak melakukan kegiatan
bepergian ke luar daerah di mana yang bersangkutan ditempatkan. Salah satu
penerapan PSBB di berbagai wilayah yang penduduknya banyak terpapar Covid-19
adalah dengan menghimbau para pegawai baik instansi pemerintah maupun swasta
untuk melakukan pekerjaan kantor dari rumah atau work from home atau
yang dikenal dengan WFH. Tentunya konsep WFH di sini adalah melakukan pekerjaan
kantor dari rumah masing-masing di wilayahnya bekerja di mana ASN ditempatkan.
Seperti diketahui bersama sebagai ASN harus bersedia ditempatkan di seluruh
Indonesia sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tentunya saat melaksanakan WFH bagi ASN yang ditugaskan jauh dari keluarga ada keinginan untuk melaksanakan WFH di tempat tinggal asalnya atau diartikan menjadi work from homebase.
Pemahaman inilah yang tidak boleh disalah artikan oleh setiap ASN.
Terhadap kedua Surat
Edaran tersebut Kepala Badan Kepegawaian Negara mengeluarkan Surat Edaran Nomor
11/SE/IV/2020 tentang Pedoman Penjatuhan Hukuman Disiplin Bagi Aparatur Sipil
Negara yang Melakukan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik
pada Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) tanggal 24 April 2020.
Surat Edaran dimaksud
menegaskan dan mengatur dengan mengelompokkan lebih rinci berdasarkan kategori,
yaitu:
1. Kategori I,
ASN yang melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik
terhitung mulai tanggal 30 Maret 2020 atau pada saat diterbitkannya Surat
Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 36
Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau
Kegiatan Mudik bagi Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Penyebaran
Covid-19.
2. Kategori II, ASN
yang melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik
terhitung mulai tanggal 6 April 2020 atau pada saat diterbitkannya Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 41 Tahun
2020 tentang Perubahan atas Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan
Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik bagi Aparatur Sipil Negara dalam
Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
3. Kategori III, ASN yang
melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik terhitung
mulai tanggal 9 April 2020 atau pada saat diterbitkannya Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2020
tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik
dan/atau Cuti bagi Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Penyebaran
COVID-19.
Pelanggaran terhadap
SE Nomor 36 Tahun 2020 dimana ASN melakukan kegiatan bepergian ke luar daerah
dan/atau kegiatan mudik mulai tanggal 30 Maret 2020 maka dapat dikenakan
hukuman disiplin tingkat ringan. Hukuman disiplin tingkat ringan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil pada Pasal 7 ayat (1) hukuman itu dapat berbentuk teguran lisan,
teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
Untuk pelanggaran yang
termasuk dalam kategori II dan III yaitu melanggar SE Nomor 41 Tahun 2020 dan
SE Nomor 46 Tahun 2020 maka ASN dapat dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang
atau berat. Bentuk hukuman tingkat disiplin sedang dalam PP Nomor 53
Tahun 2010, ASN dapat dikenakan penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan
kenaikan pangkat dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Apabila ASN dikenakan sanksi hukuman disiplin tingkat berat maka bentuk
hukumannya dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun,
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan
dari jabatan, sampai dapat dikenakan pemberhentian sebagai PNS.
Pengaturan larangan
bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik dituangkan dalam Surat Edaran.
Bagaimana dengan kedudukan Surat Edaran? Menurut Prof. Maria Farida Indrati,
SH, MH Surat Edaran tidak termasuk dalam kategori peraturan
perundang-undangan. Sifat Surat Edaran hanya terbatas untuk kalangan internal
kementerian/lembaga yang bersangkutan saja. Dari segi materi muatan sebuah
Surat Edaran menjelaskan atau membuat prosedur/petunjuk teknis untuk
mempermudah atau memperjelas peraturan yang harus dilaksanakan.
Surat Edaran baik yang
dikeluarkan oleh Kemenpan RB maupun Badan Kepegawaian Negara untuk menyikapi
dan melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) bagi ASN. Melihat kedudukan Surat Edaran tidak termasuk dalam
hierarkhi peraturan perundangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dalam
UU Nomor 15 Tahun 2019.
Surat Edaran ini
memang diterbitkan tidak bertentangan dengan Keppres Nomor 11 Tahun 2020
namun sangat disayangkan bentuk yang diterbitkan oleh Kemenpan RB dan Badan
Kepegawaian Negara dalam bentuk Surat Edaran. Karena Kemenpan RB yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 dan BKN dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 memiliki kewenangan untuk menyusun peraturan
menteri. Tentunya dengan mengaturnya secara normatif dalam
peraturan menteri/kepala badan, ketentuan larangan bepergian ke luar daerah
dan/atau kegiatan mudik bagi ASN memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Berbeda
dengan karakteristik Surat Edaran yang tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat.
Demikian pula dengan
pemberlakuan surat penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN, walapun dalam kedua
Surat Edaran Kemenpan RB sebelumnya sudah disebutkan apabila ASN melakukan
pelanggaran melakukan perjalanan keluar daerah dan/atau mudik akan terkena
hukuman disiplin sesuai PP Nomor 53 Tahun 2010. Kemudian baru dipertegas dan
diatur lebih rinci pengenaan sanksi hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan
berat berdasarkan waktu pelanggaran yang dilakukan ASN.
Namun di luar
permasalahan kekurang sempurnaan penerbitan Surat Edaran Badan Kepegawaian
Negara Nomor 11 Tahun 2020, ASN sebagai abdi negara tetap harus mematuhi segala
kebijakan negara dengan penuh integritas. Substansi dari Surat Edaran itulah
yang menjadi pedoman bagi ASN untuk dilaksanakan.