Teritoral Indonesia
sangat luas, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
Kondisi geografis yang berpulau-pulau, berbukit-bukit, menjadikan jarak dan
waktu yang ditempuh untuk menuju dari satu tempat menuju tempat lainnya menjadi
sangat panjang, bahkan untuk pelosok pedalaman dalam mencapainya harus
menggunakan kombinasi alat transportasi darat, udara, sungai, laut, dan darat
lagi. Di sisi lain semua alat transportasi tersebut memerlukan biaya yang tidak
sedikit.
Adapun
Barang Milik Negara (BMN) tersebar di seluruh pelosok Indonesia untuk mendukung tugas
pelayanan negara dan bahkan di ujung perbatasan. Penatausahaan terhadap
kegiatan yang berkaitan dengan Pengelolaan BMN meliputi: penggunaan BMN,
pemanfaatan BMN, pemindahtanganan BMN dan penghapusan BMN. Untuk melakukan
pemanfaatan BMN, Pengelola Barang (pada tingkat KPKNL adalah Seksi Pengelolaan
Kekayaan Negara) harus mengajukan
permohonan penilaian ke Seksi Pelayanan Penilaian untuk selanjutnya
dilaksanakan penilaian sedangkan untuk pemindahtanganan BMN Pengelola Barang dapat mengajukan permohonan penilaian.
Arti kata dapat di sini berarti bahwa Pengelola Barang diberi wewenang dan
keleluasaan untuk mengajukan permohonan penilaian maupun langsung mengeluarkan
persetujuan pemindahtanganan di mana faktor yang turut mempengaruhi adalah nilai
limit yang akan menjadi nilai minimal penjualan pada waktu lelang.
Fakta
di lapangan untuk pemindahtanganan BMN dengan tindak lanjut penjualan
adakalanya berupa kendaraan yang sudah rongsok (rusak berat) maupun bongkaran bangunan
yang berada jauh di pedalaman ataupun beda pulau. Untuk survei terhadap objek
penilaian tersebut memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit sehingga jika
ditinjau dari cost/benefit analysis
lebih besar biaya untuk kesana daripada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
dihasilkan masuk ke kas negara. Di samping itu kemajuan teknologi yang semakin
canggih memungkinkan kita melihat suatu objek yang jauh pada waktu tertentu
yang disepakati, sehingga disisi lain proses penilaian seharusnya dapat
menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dalam bentuk desktop valuation untuk objek penilaian
“jauh”.
Berdasarkan
pemaparan di atas ada dua pintu yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan
pemindahtanganan BMN dengan pertimbangan cost/benefit analysis ini, yaitu pada tahap sebelum dikeluarkan persetujuan
pemindahtanganan BMN dengan melakukan cost/benefit
analysis dan ketika sudah diajukan permohonan penilaian kepada Seksi
Penilaian dengan ketentuan melaksanakan penilaian dengan desktop valuation.
Pelaksanaan cost/benefit analysis dan desktop valuation ini memerlukan syarat-syarat dan batasan yang jelas untuk dijadikan acuan. Ketentuan ini perlu diatur dalam suatu petunjuk teknis sehingga pelaksanaan
di lapangan tidak mempunyai persepsi yang berbeda-beda sehingga dapat menjadi
pedoman dalam pelaksanaan tugas.
(Badrud
Duja – Kanwil DJKN Kalimantan Barat)