Semarang - Sebagai salah satu irisan dari
persamaan tusi antara DJKN dan OJK, Kanwil DJKN Jawa Tengah dan DI Yogyakarta melaksanakan rapat koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jawa Tengah
dan DI Yogyakarta (30/7) bertempat di Kantor OJK di Jalan
Kyai Saleh Nomer 12-14 Semarang. Koordinasi ini bertujuan untuk persamaan persepsi terkait pelaksanaan lelang eksekusi yang
diajukan oleh pihak perbankan maupun BPR di wilayah Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta dalam hal OJK sebagai pengatur dan pengawas kegiatan
jasa keuangan di sektor perbankan serta non perbankan
Hadir dalam
rapat Kepala Kanwil DJKN Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Tavianto Noegroho,
Kepala Bidang Lelang, Prastowo Soebagio, Kepala Seksi Bimbingan Lelang I,
Jumanto. Sedangkan dari pihak OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang
hadir adalah jajaran pimpinan yaitu Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta, Bambang Kiswono, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan, Indra
Yuheri, Deputi Direktur Pengawasan LJK3 dan Perizinan Rusli Albas, dan Plt.
Kepala Bagian Perizinan Nur Satya Kurniawan.
Kepala OJK
Regional 3 Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Bambang Kiswono menyambut baik
kunjungan Kepala Kanwil DJKN Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, beserta staf.
Selanjutnya pihak OJK menyampaikan
keinginannya untuk berbagi dengan DJKN tentang tugas perbankan khususnya terkait dengan
pelaksanaan lelang jaminan kredit macet. “Di samping dengan BPR, kami berencana mengundang juga unit penyidik di lingkungan Polda Jateng, Polda DIY dan
Polrestabes/Polres se-Jawa Tengah dan DI Yogyakarta,” tuturnya. Hal tersebut dilakukan agar pihak kepolisian dapat lebih memahami tugas yang dilakukan oleh perbankan, terkait dengan penyelesaian
kredit macet.
Tavianto Noegroho menyambut baik rencana tersebut dan siap berbagi pengetahuan tentang pelasanaan lelang. Materi pengetahuan lelang akan lebih difokuskan pada mekanisme lelang Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), gugatan terhadap pelaksanaan lelang UUHT dan adanya modus operandi penipuan lelang yang mencatut nama DJKN/KPKNL.
Selanjutnya dibahas mengenai isu penetapan nilai limit lelang. Dalam praktik pelaksanaan lelang UUHT pada saat lelang pertama dapat diprediksi bahwa lelang
Tidak Ada Penawaran (TAP). Hal ini disebabkan karena penetapan nilai limit ditetapkan
sebesar harga pasar ditambah premium. Agar pelaksanaan lelang dapat optimal,
hendaknya pihak perbankan dalam menetapkan nilai lelang paling tinggi sama
dengan nilai wajar dan paling rendah sama dengan nilai likuidasi, karena yang
dijual lelang adalah objek jaminan yang dilelang bukan jumlah hutang atau nilai
hak tanggungan. “Salah
satu akuntabilitas lelang adalah proses penentuan limit dilakukan secara benar
dan menggunakan metodoligi yang bertanggung jawab”, ungkapnya.
Lebih lanjut Tavianto menyampaikan adanya beberapa masukan dari KPKNL
terkait permohonan pelaksanaan lelang dari pihak BPR yang masih banyak
kendala/masalah. Disampaikan
juga bahwa lelang khususnya lelang eksekusi adalah menjual barang dengan
kondisi apa adanya (as is). Lelang bukan menjual dengan
harga murah tetapi menjual barang apa adanya dengan segala resiko yang ada,” tuturnya. Semoga dengan adanya rencana kegiatan dimaksud semua elemen bisa satu
persepsi dan pelaksanaan lelang bisa optimal dan akuntabel. Rapat pertemuan diakhiri dengan sesi foto bersama. (text:kihi/foto;lelang)