Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Gugatan Sederhana Selesaikan Dengan Sederhana
Heri Asya
Selasa, 26 September 2017   |   7466 kali

Jakarta (25/9) – Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta Hady Purnomo menjadi salah satu panelis dalam Seminar yang bertajuk Implementasi Gugatan Sederhana.  Seminar yang digelar di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta tersebut diselenggarakan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Selain Hady, BRI juga menghadirkan narasumber/panelis Hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia Samsyul Maarif, Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Muh. Daming Sunusi, Ketua Pengadilan Tinggi Banten Sri Sutatiek, dan Kepala Kanwil DJKN Banten Teddy Sandriadi serta dari BPN Kepala Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan Iim Rohiman.

Sebelumnya, seminar dibuka dengan sambutan Pimpinan Wilayah BRI Jakarta I Ngatari. Beranjak dari diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (MA) (Perma) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Gugatan Sederhana. Ngatari menekankan pentingnya diadakan seminar implementasi gugatan sederhana.

Gugatan sederhana merupakan tata cara pemeriksaan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp200 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian yang sederhana.

“Perma No.2/2015 ini, memberikan manfaat yang sangat besar  sebagai salah satu tool bagi BRI untuk memperoleh pengembalian kredit yang telah diberikan terhadap debitur-debitur yang tidak beritikad baik untuk melaksanakan kewajibannya”ujar Ngatari.

Gugatan sederhana menjadi suatu terobosan di bidang hukum dalam mendapatkan pemasukan atau recovery kredit dalam jangka waktu relatif singkat dibanding dengan upaya gugatan jasa melalui peradilan.  Seminar dimaksudkan untuk menyelaraskan pemahaman dan pengetahuan bagi seluruh unit kerja BRI terkait penyelesaian kredit bermasalah melalui mekanisme gugatan sederhana untuk mengoptimalkan recovery kredit dengan maksimal nilai kredit sampai dengan Rp200 juta.

Selanjutnya, untuk menyelaraskan pemahaman yang komprehensif bagi seluruh pihak, Ngatari meminta dukungan kepada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri sebagai pelaksana Perma No.2/2015  serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang  dan BPN agar pelaksanaan eksekusi atas putusan pengadilan dapat berjalan lancar.

Dari beberapa pertanyaan yang muncul, salah satunya terkait domisili Penggugat dan Tergugat.  Perbedaan domisili kedua belah pihak amat membatasi, terutama wilayah DKI Jakarta yang lokasinya terbilang dekat. Pasal 4 ayat (3) Perma Nomor 2 Tahun 2015 tegas menyebutkan bahwa Penggugat dan Tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum pengadilan yang sama. Artinya, jika terdapat ketidaksamaan domisili hukum, maka para pihak tidak dapat menggunakan wadah gugatan sederhana ini.

Menyikapi kondisi tersebut, Sri Sutatiek menyampaikan bahwa kondisi tersebut dapat diatasi melalui pemanggilan delegasi.  Namun, pada prakteknya pemanggilan delegasi terkadang masih menjadi masalah karena memakan waktu lama sehingga ketentuan penyelesaian gugatan sederhana selama 25 hari terlewati.

Hal tersebut, akan ditampung sebagai masukan guna penyempurnaan Perma No.2/2015.  Ke depan apakah ketentuan delegasi mungkin akan ada pengecualian untuk wilayah DKI Jakarta atau solusi lainnya.  Supaya misi diterbitkannya Perma No.2/2015  tercapai, yaitu sederhana, cepat dan murah disamping pengurangan volume perkara di MA.

Pasca putusan pengadilan, ada kalanya putusan pengadilan tidak dapat dieksekusi melalui lelang karena tidak ada dokumen SKT/SKPT dari Kantor Pertanahan setempat. Gugatan sederhana bisa menjadi tidak sederhana, yang penting efektif dalam pelaksanaannya. Jangan sampai justru saat pelaksanaan putusan pengadilan tidak dapat dieksekusi dan dilakukan lelang.  Hady menyarankan sebelum dilakukan gugatan sederhana agar diinventarisir lebih dulu dokumen-dokumen alasnya dengan BPN.

“Ketika akan mengajukan gugatan sederhana, dalam permohonan gugatan hendaknya BRI dapat mencantumkan dengan jelas alamat dan obyek berikut batas-batas yang jelas, karena hal itu akan menjadi dasar bagi Pengadilan untuk menetapkan putusan” terang Hady.

Masih banyak perkara yang tidak dapat dilakukan lelang, karena putusan pengadilan tidak menjelaskan obyek dan luasannya sehingga tidak dapat diterbitkan SKT/SKPT. Yang paling penting menyebutkan dengan jelas alamat berikut luasan obyek dan batas-batasnya. Obyek berupa tanah yang akan dilelang tidak dapat dilelang tanpa surat keterangan (SKT/SKPT) dari Kantor Pertanahan setempat. Hal tersebut menjadi salah satu syarat kelengkapan dokumen barang berupa tanah yang akan dimohonkan lelang sesuai ketentuan PMK Nomor 27/PMK.06/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Penjelasan Hady sejalan dengan panelis dari BPN yang menyarankan agar pihak Perbankan sebelum melakukan pengikatan tanah sebagai alas Hak Tanggungan, kiranya dapat melakukan pengukuran obyek tanah tersebut agar terdaftar dalam buku bidang tanah. (Teks /Foto : Asya)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini