Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Belajar dari John Mengenai Pengelolaan Aset Pemerintah
N/a
Kamis, 23 Februari 2017   |   1295 kali

Jakarta – (16/02) Salah satu inisiatif strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di bidang pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) adalah melaksanakan review atas assets portfolio.

Sejalan dengan hal tersebut, sebagai unit vertikal DJKN yang mengemban 4 (empat) tugas dan fungsi terbesar (Pengelolaan Barang Milik Negara, Lelang, Pengurusan Piutang Negara, dan Penilaian), Kanwil DJKN DKI Jakarta selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi para pegawainya.

Kali ini dengan menyelenggarakan sharing knowledge pengelolaan BMN (16/2) dengan narasumber John Cheong-Holdaway dari Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG).

Mengawali acara, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Kanwil DJKN) DKI Jakarta Encep Sudarwan memperkenalkan John dan menjelaskan tugas dan fungsi Kanwil DJKN DKI Jakarta .

“Saya ingin memberikan sedikit wawasan tentang properti, dengan menghadirkan pak John dari AIPEG” ujar Encep. Encep sengaja mendatangkan John untuk menambah wawasan tentang pengelolaan aset di Australia. Dengan melihat dan menilai bagaimana yang orang lain lakukan akan melahirkan ide-ide baru untuk pengelolaan BMN yang lebih baik.

John yang fasih berbahasa Indonesia ini kemudian memaparkan bahwa tugas pemerintah adalah memastikan ketersediaan pelayanan publik yang tepat dengan biaya yang tepat, yakni dengan pemberian jasa pelayanan dengan memaksimalkan nilai terhadap masyarakat yang menggunakan biaya minimal setelah memperhitungkan segala aspek sosial.

Dalam mengambil tindakan, pemerintah harus memperhitungkan faktor kuantitatif, yakni apakah tindakan tersebut menghasilkan nilai positif dan faktor kualitatif, yakni apakah tindakan tersebut sesuai dengan peran pemerintah yang seharusnya. Pemerintahan yang efisien akan memilih opsi yang menghasilkan nilai terbesar bagi negara.

Menurut John, untuk memastikan ketersediaan  pelayanan publik, pemerintah tidak harus menyediakan sendiri atau memiliki aset sendiri. Hal tersebut, bisa diserahkan kepada pihak ketiga dengan tetap mengatur regulasi tarifnya sehingga rakyat dapat tetap terlayani kepentingannya.

Lebih lanjut John mencontohkan bahwa Pemerintah Australia yang tadinya memiliki 800 gedung, sejak tahun 2015 hingga kini tinggal memiliki 7 gedung. Pemerintah hanya memiliki aset yang sesuai atau berkaitan langsung dengan core bisnisnya. Jika Pemerintah akan menyediakan sebuah jasa, apakah berupa gedung perkantoran atau infrastruktur ujung-ujungnya adalah pengelola barang.  Padahal hal utama yang perlu dipikirkan adalah “service”, yang dimiliki hanya yang sesuai dengan tusi pemerintah.

Melalui konsep Asset Recycling atau daur ulang aset, Brownfield asset yaitu aset yang sudah ada/beroperasi dipisahkan antara aset yang berkaitan dengan tusi Kementerian/Lembaga(K/L) dengan aset yang tidak terkait tusi. Aset yang tidak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi K/L dapat dijual atau disewakan namun aset tersebut tetap ada sehingga tidak perlu khawatir kebutuhan rakyat tidak terpenuhi dan dari dana yang dihasilkan dapat diinvestasikan kembali atau untuk tambahan alokasi anggaran pemerintah. Pemerintah dapat mendorong reformasi, bagaimana mendorong portofolio aset dalam jangka pendek untuk memperoleh penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan jangka menengah portofolio aset lebih baik. 

Australia adalah negara federasi yang dulunya adalah negara bagian berbeda dengan Indonesia yang sejak awal adalah negara kesatuan/pusat. Aset-aset yang dimiliki pemerintah pusat Australia jauh lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Dalam rangka Pengelolaan aset di Australia, pemerintah Australia mewajibkan Strategi aset bagi K/L. Tiap K/L harus memiliki daftar asetnya yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan tusinya.  Dengan cukup dilampiri dokumen 3 (tiga) lembar tiap K/L harus menjustifikasi tusi-nya dan bagaimana menjalankan tusi tersebut dengan aset yang diharapkan dan aset yang telah dimilikinya serta strategi untuk menjembati perbedaan tersebut.

Acara berlangsung cukup seru, bagaimanapun kondisi antara Australia dan Indonesia sangatlah berbeda, baik ditinjau dari bentuk pemerintahan, geografis, kependudukan, sosial-ekonomi maupun politik.  John pun tak menampik perbedaan tersebut. Semua kembali pada kita, yang mesti pandai-pandai memilah dan menerapkan kebijakan mana yang sesuai dan dapat diterapkan di Indonesia. Tentu saja untuk pengelolaan BMN yang lebih baik. (teks/foto : Asya)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini