Adanya
Covid-19 telah memberikan dampak buruk pada berbagai sektor. Yang pada awalnya
hanya sektor kesehatan yang terdampak, dalam waktu singkat telah telah
mengakibatkan kisis ekonomi secara
global. Implikasi dari pandemi membawa perekonomian Indonesia masuk ke jurang
resesi. Pandemi telah membatasi mobilitas perekonomian yang kemudian berdampak
pada lesunya roda perekonomian yang kemudian berefek pada penerimaan negara
yang menurun. Dikarenakan penurunan penerimaaan negara yang signifikan, membuat
pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan khusus dan respon yang luar biasa extraordinary dalam menstabilkan
keuangan negara. Pemerintah telah menetapkan Perpu No.1 Tahun 2020 yang
kemudian berganti menjadi UU No.2 Tahun 2020 sebagai upaya mitigasi dampak dari
pandemi ini. Refocusing anggaran dengan defisit yang melampaui 3 persen PDB
sampai tahun anggaran 2022 yang kemudian di rancang dalam bentuk program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diharapan akan membantu dalam recovery perekonomian nasional ditengah
krisis akibat pandemi.
Dari kebijakan diatas, realisasi defisit APBN tahun 2020 melonjak dari tahun sebelumnya hingga Rp947,6 triliun atau sekitar 6 persen dari PDB. Lonjakan tersebut akibat sisi jumlah pendapatan yang merosot dan dari sisi belanja yang melonjak. Tahun 2021 realisasi defisit APBN mengalami penurunan sesuai seperti yang telah diproyeksikan, yaitu sebesar 783 triliun atau sekitar 4,65 persen dari GDP. untuk tahun 2022 defisit APBN masih tetap diatas 3 persen dengan proyeksi sebesar 4,85 persen dari GDP. Yang menjadi tantangan bagi adalah kebijakan pelonggaran defisit tersebut yang hanya berlaku hingga tahun 2022. Pada tahun 2023 defisit APBN dibatasi hanya 3 persen saja seperti sebelum adanya Covid. Oleh karena itu diperlukan kebijakan-kebijakan untuk mengurangi defisit untuk mencapai target defisit 3 persen tersebut.
Berikut merupakan beberapa strategi Kementerian Keuangan dalam
mengurangi defisit APBN di tahun 2023:
1. Meningkatkan pendapatan negara melalui inovasi. Pemerintah
akan terus menggali potensi dan memperluas basis perpajakan, serta menyesuaikan
sistem perpajakan dengan struktur perekonomian. Peningkatan pendapatan negara
juga akan dilakukan melalui optimalisasi pengelolaan aset dan inovasi layanan,
serta penguatan tata kelola dan kebijakan melalui implementasi peraturan
pelaksanaan UU Penerimaan Negara Bukan Pajak.
2. Meningkatkan kualitas belanja melalui
efisiensi belanja kebutuhan dasar, fokus pada program prioritas, berorientasi
pada hasil, serta transformasi subsidi ke bansos. Pemerintah juga akan
meningkatkan efektivitas perlindungan sosial melalui akurasi data dan integrasi
atau sinergi program, pengontrolan kualitas transfer ke daerah dan dana desa,
serta Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang lebih masif.
3. Pengelolaan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan. Pemerintah akan
mendorong inovasi pembiayaan, pendalaman pasar, serta penguatan peran lembaga
pengelola investasi dan Special Mission Vehicle (SMF). Pemerintah akan menjadikan utang sebagai instrumen countercyclical yang lebih kuat, tetapi tetap dikelola secara
prudent, serta mendorong efektivitas pembiayaan investasi.
4. Memastikan cadangan fiskal pemerintah handal dan efisien. Pemerintah akan
mensinkronkan waktu penerbitan surat berharga negara (SBN) dengan posisi kas
dan menjaga batas efisien cadangan fiskal yang aman. Selain itu, Kementerian
Keuangan akan mendorong manajemen kas yang fleksibel dan terkoneksi dengan
pasar keuangan, serta meminimalisasi dana menganggur sambil menjaga likuiditas
untuk menopang kebutuhan prioritas.
5. Dari sisi belanja, alokasi
dana PEN tidak lagi sebesar dua tahun sebelumnya. Anggaran PEN 2022 yang
terbaru diumumkan awal tahun ini ditetapkan sekitar Rp455,62 triliun atau turun
38,8 persen dibandingkan anggaran tahun sebelumnya. Anggaran PEN ini sedikit
naik dibandingkan yang diumumkan pemerintah pada akhir tahun lalu sebesar Rp414
triliun.
Dengan kebijakan tersebut diharapkan Mampu mengurangi defisit anggaran sehingga memenuhi koridor 3 persen defisit pada tahun 2023. Pemerintah akan tetap menggunakan timeline dalam UU Nomor 2/2020 dengan penuh kehati-hatian untuk memberikan dampak yang paling optimal bagi masyarakat.