Kesempatan
perjalanan dinas kali ini, digunakan oleh penulis untuk menggali potensi unik tradisi
dan keanekaragaman adat budaya kota Bima di Nusa Tenggara Barat. Perjalanan menuju
kota Bima ditempuh selama 3 jam dari kota Denpasar dengan jalur pesawat. Setelah
sampai di Bandara Sultan Muhamad Salahudin, penulis melanjutkan perjalanan dengan
menggunakan mobil menuju Kampung Cempaka Indah. Di Kampung Cempaka ini, terkenal
akan kain tenun tradisional yang sudah turun temurun. Kain
tersebut dinamai dengan Tembe Nggoli adalah kain tenun sarung khas Bima, yang terbuat
dari benang kapas atau katun. Kain tenun sarung ini memiliki beragam warna yang
cerah dan bermotif khas sarung tenun tangan. Keistimewaan lain yang dimiliki
oleh Tembe Nggoli, berbahan halus, tidak mudah sobek, dan dapat menghangatkan
tubuh. Tembe Nggoli memiliki keunikan, bila dipakai saat cuaca dingin akan
hangat, begitupun saat dipakai saat cuaca panas akan terasa dingin.
Berdasarkan
fungsi, Tenun Tembe Nggoli ini dibagi menjadi beberapa jenis. Tembe Songke atau
Sarung sebagai tenun unggulan, Sambolo (Destar) atau ikat kepala yang bisa
dipakai kaum laki-laki yang memasuki usia remaja. Weri atau ikat pinggang yang
terbuat dari Malanta Solo, Baju Mbojo dan Syal atau selendang yang biasa
dipakai kaum pria Bima sebagai hiasan saat menghadiri pesta atau sebagai
selempang bagi para wanitanya. Waktu
pembuatannya pun bervariasi, ada yang bisa jadi dalam waktu tiga bulan, ada
juga yang sampai setahun. Kain-kain itu dijual dengan harga mulai dari Rp
150.000 sampai Rp 500.000 ke atas.
Kain tenun ini merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari produk unggulan NTB yang kini tengah dipersiapkan
memasuki tahapan industrialisasi untuk meningkatan nilai tambah ekonomi. Saat
ini, Tembe Nggoli semakin langka, karena penenun Tembe Nggoli semakin
berkurang. Mengingat proses menenun Tembe Nggoli yang cukup sulit dan masih
menggunakan peralatan menenun yang tradisonal, sehingga jarang ada anak-anak
zaman sekarang yang mau belajar menenun. Selain itu, proses pengerjaan yang lama serta penuh kesabaran ini membuat
nilai dari sehelai kain tenun Bima ini tidak hanya dilihat dari nominalnya,
tetapi dari makna setiap untaiannya pula Oleh karena itu, mari
kita lestarikan warisan budaya ini dengan baik sehingga dapat diturunkan ke
anak cucu kita. Salah satu caranya yaitu dengan mengikutsertakan dan memperkenalkan
melalui kedai lelang UMKM. Harapannya, agar kain tenun ini bisa lestari dan
dikenal masyarakat luas serta menjadi bagian budaya tradisi luhur turun temurun
masyarakat Bima.