Kebijakan
pemerintah dengan memberikan keringanan utang (crash program) dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola
oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan
Mekanisme Crash Program Tahun
Anggaran 2021 merupakan sebuah kebijakan yang dikeluarkan pada waktu yang tepat
guna membantu masyarakat dalam menyelesaikan utangnya, dimana hal ini juga
merupakan salah satu upaya untuk pemulihan ekonomi nasional. Namun, untuk efektifnya kebijakan pemerintah
ini harus didukung dengan “bahasa kalbu”
dan komunikasi yang efektif. Dan sebelum menyampaikan kebijakan tersebut kepada
debitur, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan agar Crash Program ini dapat
efektif, antara lain:
Dampak Covid-19:
Masuk dan berkembangnya Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia setahun yang lalu tepatnya pada bulan
Maret 2020 telah memberikan berbagai dampak yang memprihatinkan bagi berbagai
aspek, terutama aspek ekonomi yang sempat mengalami keterpurukan. Namun, dengan
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah guna membantu masyarakat,
sekarang perekonomian sudah mulai menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik.
Penyebaran
Covid-19 yang datang mendadak menyerang dan berkembang dengan pesat di tanah
air memberikan dampak signifikan kepada masyarakat, selain dampak ekonomi namun
juga dampak sosial dan psikis masyarakat. Sebagai upaya pemutus mata rantai
perkembangan virus tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan agar masyarakat tidak
melaksanakan kegiatan di luar rumah. Pekerjaan harus dilakukan dari rumah yang
dikenal dengan istilah Work From Home
(WFH) dan belajar secara online bagi
anak-anak sekolah. Bagi pelaku ekonomi lemah dan usaha
kecil menengah serta para buruh atau pekerja lainnya, hal ini adalah suatu
keadaan yang sangat serius dengan dampak yang memprihatinkan. Bahkan, dampak
tersebut bukan saja memprihatinkan bagi pelaku usaha menengah dan pekerja,
namun juga mengakibatkan
terganggunya hampir semua industri bisnis dari berbagi sektor.
Secara psikis masyarakat mengalami dilema, disatu sisi rasa takut tertular oleh virus dan harus mematuhi imbauan
pemerintah untuk tetap berada di rumah, disisi lain masyarakat tentunya tidak bisa berdiam diri di rumah karena perlu melakukan usaha keluar
rumah guna mencari uang untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal inilah yang
mendorong masyarakat untuk melaksanakan aktivitas di luar rumah. Kegalauan masyarakat makin diperburuk dengan tidak
ada kepastian kapan keadaan ini akan berakhir, bahkan setiap hari dari media
diumumkan bahwa masyarakat yang terpapar virus ini semakin bertambah.
Pemerintah menyadari akan hal ini, perekonomian dan keselamatan masyarakat harus tetap dipertahankan.
Oleh karena itu, pemerintah telah memberikan berbagai bentuk bantuan
untuk meringankan masyarakat yang ekonominya terdampak pandemi. Bantuan-bantuan
tersebut antara lain berbentuk pembagian sembako, bantuan langsung tunai, kartu
pra kerja, bantuan langsung tunai usaha mikro kecil ,dan lain-lain.
Bantuan pemerintah tersebut bagaikan oase di tengah
padang pasir, sangat membantu masyarakat. Dengan bantuan dari pemerintah
tersebut dan seiring berjalannya waktu masyarakat sudah mulai terbiasa dengan
keadaan baru hidup berdampingan dengan virus, serta mulai mencoba bangkit,
dimana hal ini juga berdampak kepada perekonomian nasional yang juga mulai
mengalami pertumbuhan.
Crash
Program dengan Bahasa Kalbu
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) yang salah satu tugas dan fungsinya ialah terkait pengurusan
piutang negara terus berupaya untuk kegiatan pengembalian piutang negara
tersebut. Dalam upayanya membantu masyarakat untuk penyelesaian utang, DJKN telah mengeluarkan
kebijakan Crash Program/keringan utang
seperti tersebut di atas kepada debitur yang menjalankan usaha mikro, kecil,
dan menengah (UMKM) dengan pagu kredit sampai dengan 5 miliar. Debitur kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat
Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit sampai dengan 100 juta dan debitur
dengan sisa kewajiban sampai dengan 1
miliar momen ini harusnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh debitur.
Namun, kita harus menyadari bahwa masyarakat belum
seutuhnya keluar dari masa sulit dan mulai bangkit dengan bantuan pemerintah. Masyarakat
masih memerlukan biaya untuk memulihkan keadaannya, trauma masa sulit belum
lepas dari pikirannya. Dengan kondisi ini tentunya keringanan utang yang
diajukan kurang efektif tanpa komunikasi yang efektif dan tak menyentuh ke dalam
kalbunya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti
kata kalbu adalah pangkal perasaan batin. Arti lainnya
dari kalbu adalah hati yang suci (murni), Hati nurani berasal dari
bahasa Latin yaitu conscientia yang
berarti kesadaran. Hati nurani juga bisa diistilakan sebagai suara hati, suara
batin, atau kata hati. Jika didefinisikan secara luas, hati nurani adalah
kesadaran moral yang tumbuh di dalam hati manusia dan mempengaruhi tingkah laku
seseorang.
Sebelum menawarkan keringanan utang, maka petugas harus
terlebih dahulu ”menggapai” hati nurani/kalbu debitur, diperlukan empati dengan
memposisikan diri sebagai debitur dan membangun komunikasi yang efektif. Jika
komunikasi yang baik telah terbangun sedikit demi sedikit terlebih dahulu
disampaikan dengan hati-hati tentang kewajiban membayar utang. Petugas yang datang dengan santun, empati dan mengingatkan
dengan cara yang halus tentang kewajiban membayar utang, biasanya akan mampu
menyentuh kedalam hati nurani debitur. Jika debitur telah mengerti dan memahami
serta menyadari tentang kewajibannya, maka tidak akan sulit untuk
dilaksanakan komunikasi yang menjurus kepada pembayaran utangnya.
Utang adalah suatu kewajiban yang harus
dibayar sebelum meninggal. Oleh karena itu, jika kalbu atau hati nurani debitur
telah berhasil tersentuh, maka keringanan utang yang disodorkan oleh petugas
tentunya akan menjadikan debitur menyadari pentingnya memanfaatkan situasi ini.
Dapat disimpulkan bahwa sebelum petugas menyampaikan Crash Program keringanan utang kepada
debitur harus didukung oleh beberapa hal, antara lain:
1. Komunikasi yang
efektif.
2. Memiliki empati.
3. Menanamkan rasa
kekeluargaan.
4. Menjadi
pendengar atas keluhan debitur.
5. Mampu menanamkan
rasa kewajiban untuk membayar utangnya.
6. Tidak arogan.
Demikianlah semoga komunikasi yang efektif, petugas yang
empati akan mampu menyentuh hati debitur sebagai pendukung utama suksesnya
program keringanan utang ini. semoga sukses.
Penulis : Asnul
Editor : Tim Humas KPKNL Bekasi