Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Riau, Sumatera Barat dan Kepulauan Riau > Artikel
Pentingnya Netralitas Pegawai ASN Menjaga Persatuan dan Kesatuan untuk Pemilu Damai
Junaedi Seto Saputro
Rabu, 03 Januari 2024   |   25139 kali

Indonesia saat ini sudah memasuki masa “Pesta Demokrasi” Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, sebagai negara dengan keberagaman budaya, agama, dan suku, memiliki tantangan besar dalam menjaga persatuan dan kesatuan selama proses pemilihan umum. Pemilu yang damai bukan hanya menjadi tugas pemerintah dan penyelenggara, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh warga negara Indonesia. Terkait netralitas pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi fokus perbincangan yang sensitif di masyarakat, menjadi tolok ukur akan harapan besar dan selayaknya ASN terbebas dari intervensi politik praktis, tidak hanya menjadi pengurus bahkan menjadi simpatisan pun merupakan hal terlarang.

 

Penulis mencoba menjelaskan, pentingnya netralitas pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada umumnya dan khususnya di Lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, termasuk di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dalam menjaga persatuan dan kesatuan untuk menjadikan pemilu yang damai. Karena ini adalah dasar yang penting untuk memastikan pemilu yang adil, transparan, dan bermartabat. Sesuai imbauan Nota Dinas dari Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang ditujukan kepada: 1. Para Direktur di Lingkungan Kantor Pusat DJKN, 2. Para Tenaga Pengkaji di Lingkungan Kantor Pusat DJKN, 3. Para Kepala Kantor Wilayah DJKN, 4. Direktur Utama LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara), 5. Para Kepala KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang), 6. Para Kepala Bagian di Lingkungan Sekretariat DJKN, Hal: Penyampaian Imbauan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara, Kampanye oleh Pejabat Negara/Pejabat Lainnya, serta Larangan Penggunaan Program dan Fasilitas Negara.

 

Berkenaan juga dengan nota dinas Kepala Biro Sumber Daya Manusia, hal Penyampaian Imbauan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara, Kampanye oleh Pejabat Negara/Pejabat Lainnya, serta Larangan Penggunaan Program dan Fasilitas Negara, hal-hal yang disampaikan sebagai berikut: 1. Melalui nota dinas tersebut, Biro Sumber Daya Manusia pada intinya meneruskan imbauan dari Bawaslu Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) agar seluruh ASN menjaga integritas dan profesionalisme dengan menjunjung tinggi netralitas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tidak berpolitik praktis yang mengarah pada keberpihakan, berafiliasi dengan partai politik, serta membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan Calon Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, dan DPRD dengan tujuan mencegah terjadinya pelanggaran netralitas ASN dan agar terwujudnya Pemilihan Umum yang demokratis, bermartabat, dan berkualitas. 2. Berkenaan dengan hal tersebut, disampaikan imbauan Bawaslu RI dimaksud dan dimohon bantuan di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk menyampaikan dan melakukan sosialisasi terkait netralitas pegawai ke seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan.

 

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga persatuan dan kesatuan untuk Pemilu yang damai, antara lain:

A.    Pentingnya Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara

B.    Pentingnya Menciptakan Pemilu Yang Damai

C.   Sanksi-Sanksi Pegawai Aparatur Sipil Negara

Uraian-uraian tiga poin diatas mengenai netralitas pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), dalam menjaga pemilu yang damai, dapat diuraikan pada penjelasan dibawah ini.

 

Dasar-dasar hukum netralitas ASN, juga TNI dan POLRI diatur tersendiri.

1.    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

2.    Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)

3.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

4.    Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Netralitas Pegawai Kementerian Keuangan

5.    Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Kedudukan dan Peran TNI dalam Lembaga Pemerintahan Negara

6.    Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

 

A. Pentingnya Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara

Netralitas ASN merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga integritas dan profesionalisme ASN dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. ASN harus tetap netral dan tidak terlibat dalam kegiatan politik yang bertentangan dengan perannya sebagai pelayan masyarakat. Sekali lagi, apa itu Aparatur Sipil Negara? ASN adalah pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. ASN dipilih dan diangkat untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Sedangkan, PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.

 

Dengan demikian, pengertian ASN adalah semua pegawai pemerintah baik yang berstatus sebagai PNS maupun PPPK. Setiap PNS merupakan ASN, namun tidak semua ASN adalah PNS karena bisa jadi berstatus sebagai PPPK.  Fungsi, Tugas, dan Peran ASN Dalam UU No 5 tahun 2014, fungsi ASN adalah sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, perekat dan pemersatu bangsa. Sedangkan tugas ASN adalah sebagai berikut: Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, peran ASN adalah sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

 

Kemudian hak dan kewajiban ASN, baik PNS maupun PPPK memiliki hak sebagai aparatur sipil negara (ASN). PPPK sebagaimana dimaksud, diberikan gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri sipil (PNS). Sebagaimana PNS, PPPK juga mendapatkan hak-hak cuti, kecuali cuti di luar tanggungan negara. Hak cuti bagi PPPK adalah cuti sakit, cuti tahunan, dan cuti melahirkan. Selain itu, dalam rangka pengembangan kompetensi untuk mendukung pelaksanaan tugas, ASN PNS dan PPPK diberikan kesempatan untuk pengetahuan sesuai dengan perencanaan pengembangan kompetensi pada instansi pemerintah. Tidak hanya itu, ASN juga memiliki kewajiban yang harus dijalani oleh PNS maupun PPPK. Kewajiban itu adalah: Setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah, Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah, Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan, Melaksanakan tugas kedinasan, Menunjukkan integritas dan keteladanan sikap, perilaku, dan Tindakan, Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.

 

Selanjutnya ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Besaran gaji ASN dan Gaji PNS didasarkan atas pembagian pada golongan dan lama masa kerja yang dikenal dengan masa kerja golongan (MKG). Skema penggajian ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019 yang mengatur gaji pokok PNS.

 

Apa hubungan ASN dengan Pemilu adalah terkait konsistensi menjaga netralitas di Pemilu mendatang, Badan Pengawasan Pemilu atau Bawaslu menekankan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjaga netralitas selama masa Pemilu 2024. Mengharapkan ASN untuk tetap netral tanpa menunjukkan keberpihakannya dalam politik praktis. Meskipun dalam kondisi situasi politik yang memanas, ASN harus tetap pada kedudukan profesional dan tidak memihak pada kontestan politik yang akan bertanding di Pemilu maupun Pemilihan, juga menegaskan pentingnya netralitas ASN dalam Pemilu. Sebab ASN merupakan professional yang mengabdikan diri kepada negara. Dalam peran mereka sebagai seorang pegawasi profesional, PNS memperlakukan politisi dan partai politik dengan setara dan tidak memihak. Bekerja secara independen atas dasar kepentingan negara dan masyarakat, serta terlepas dari siklus politik praktis lima tahunan.

 

Alasan pegawai ASN harus bersikap netral dalam Pemilu, dijelaskan dalam Pasal 2 UU No 5 Tahun 2014 yang berbunyi: “Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu”. Kemudian, dalam regulasi tersebut juga dijelaskan, bahwa dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Aturan ketentuan netralitas ASN dalam Pemilu 2024 yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil secara jelas mengatur ketentuan netralitas dalam Pemilu.

 

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 5 huruf n, yang berbunyi: PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: Ikut kampanye; Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

 

Salah satu aturan yang wajib ditaati oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait posisinya di pemerintahan adalah bersikap netral dalam pemilihan umum (Pemilu). Aturan ASN harus netral dalam pemilu ini secara jelas tercantum di beberapa regulasi. Kemudian, apa yang dimaksud dengan netralitas ASN dalam pemilu? Netralitas ASN di pemilu maksudnya adalah ASN tidak boleh menunjukkan keberpihakan pada kandidat atau partai yang menjadi peserta pemilihan umum. Adapun yang dimaksud dengan ASN ialah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Aturan ASN harus netral dalam pemilu tersebut diatur secara tegas di beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-undang ASN Nomor 5 Tahun 2014.   

 

Sementara itu, jika ASN harus bersikap netral, apakah ASN boleh ikut pemilu? Faktanya, para PNS dan PPPK masih tetap memiliki hak pilih dalam pemilu. Meskipun wajib bersikap netral, ASN masih bisa mengikuti pemilu dengan menjadi pemilih yang memberikan suaranya. Karena itu, ASN tetap berhak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) guna mencoblos untuk memberikan suaranya dan dilarang menunjukkan dukungan kepada kandidat tertentu. Siapa saja yang harus netral dalam Pemilu? Terdapat beberapa alasan yang mendasari kenapa ASN harus netral dalam pemilu, yaitu salah satunya adalah mencegah konflik kepentingan.

 

Netralitas ASN penting untuk memastikan tidak ada penggunaan fasilitas negara dalam upaya menyokong peserta pemilu tertentu. Alasan itu juga mendasari peraturan yang mewajibkan netralitas aparat negara lainnya di pemilu, seperti anggota TNI/POLRI, pegawai Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kewajiban para aparatur negara tersebut bersikap netral dalam pemilu telah secara jelas diatur di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) serta beberapa undang-undang lainnya. Sanksi atas pelanggaran terhadap kewajiban netralitas dalam pemilu itu bervariasi, mulai dari teguran, hukuman administratif, hingga pemecatan.

 

Pihak-Pihak Yang Harus Netral Dalam Pemilu

Di sisi lain, sebagian aparat tadi masih memiliki hak pilih kecuali TNI dan Polri, meski harus bersikap netral dan tidak bisa dipilih (menjadi kandidat) dalam pemilu. Berikut ini penjelasan tentang pihak-pihak yang harus netral dalam pemilu:

1.     PNS adalah pegawai tetap berstatus ASN yang diangkat untuk bekerja di pemerintahan. Sebagai salah satu bagian dari ASN, PNS wajib menjaga netralitas dalam pemilu. Sesuai dengan Pasal 9 UU ASN Nomor 5 Tahun 2014, PNS wajib menjaga netralitasnya dengan cara terbebas dari pengaruh maupun intervensi semua golongan dan partai politik. Meskipun harus netral, PNS boleh ikut pemilu untuk menyalurkan hak pilihnya.

2.     PPPK merupakan pegawai tidak tetap pemerintah yang diangkat melalui perjanjian kerja. Sebagai ASN, PPPK juga wajib netral dalam pemilu dengan tidak ikut memihak golongan dan partai politik tertentu. Sama seperti PNS, PPPK tetap berhak mengikuti pemilu untuk menyalurkan hak pilihnya.

3.     KPU adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia. Oleh karena posisinya sebagai penyelenggara pemilihan umum, bersikap netral jadi kewajiban yang melekat di seluruh jajaran KPU. Sebagaimana ASN, jajaran KPU pun punya hak pilih. Keharusan bersikap netral dalam pemilu ini wajib ditaati oleh anggota KPU, pegawai KPU, hingga panitia pemungutan suara (PPS) yang diangkat oleh KPU. Mengutip pasal 7 UU Pemilu: "Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya."

4.     Bawaslu adalah lembaga negara yang bertugas dalam mengawasi jalannya pemilu. Sama seperti KPU, Bawaslu juga wajib menjaga netralitasnya dalam pemilu. Semua jajaran di bawah Bawaslu juga seperti ASN, masih memiliki hak pilih di pemilihan umum. Menjaga netralitas ini wajib ditaati oleh pegawai Bawaslu, anggota Bawaslu, dan badan pengawas ad hoc yang diangkat oleh oleh Bawaslu. Berdasarkan pasal 96 huruf a UU Pemilu, Bawaslu wajib "bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenang."

5.     TNI Prajurit TNI juga wajib menjaga netralitas dalam pemilu. Namun, berbeda dari ASN, TNI tidak bisa menggunakan hak pilihnya di pemilihan umum. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 yang melarang prajurit TNI untuk berada di arena tempat pemungutan suara (TPS) saat pelaksanaan pemungutan suara. Peraturan yang sama juga tertuang dalam UU Pemilu.

6.     Polri Sama seperti TNI, anggota Polri wajib menjaga netralitasnya dalam pemilu. Hal ini berarti polisi bukan hanya tidak boleh menunjukkan keberpihakan terhadap kandidat atau parpol tertentu, tetapi juga tidak bisa ikut memilih di pemilu. Ketentuan ini termuat dalam pasal 28 ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

7.     Pejabat negara hingga kepala desa UU Pemilu juga mewajibkan netralitas dalam pemilu kepada pejabat negara hingga kepala desa. Hal ini sesuai pasal 282 UU Pemilu Nomor 5 Tahun 2014 yang berbunyi: "Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye."

 

Aturan netralitas ASN dalam Pemilu tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Salah satu yang menjadi pedoman adalah UU ASN Nomor 5 Tahun 2014. Hal ini sesuai dengan pasal 9 UU ASN 5/2014 yang menyebutkan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi politik. Aturan netralitas ASN di pemilu juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. PP tersebut mengatur bahwa PNS yang melanggar kewajiban netralitas politik dan pemilu dapat dikenai sanksi disiplin. Selanjutnya, apa saja tindakan ASN yang dianggap sebagai pelanggaran netralitas di pemilu? Berdasarkan UU ASN 5/2014, tindakan yang dianggap tidak netral bagi ASN adalah ikut serta dalam politik praktis. Itu artinya mereka tidak boleh bergabung menjadi anggota maupun pengurus partai politik. Tak hanya itu, politik praktis yang dimaksud dalam UU ASN juga bisa diwujudkan dalam beberapa tindakan yang menunjukkan keberpihakan, termasuk ikut kegiatan kampanye hingga menunjukkan dukungan lewat unggahan media sosial.

 

PP Nomor 94 Tahun 2021, berikut daftar bentuk keterlibatan dalam politik praktis yang dilarang bagi ASN: Melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya maupun orang lain sebagai bakal calon/wakil di pemilu, Memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya maupun orang lain sebagai bakal calon di pemilu. Mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon/wakil di pemilu, Menghadiri deklarasi bakal calon/bakal pasangan calon dengan dan/atau tanpa menggunakan atribut bakal paslon maupun partai politik, Mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar dan sejenisnya), atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon pasangan calon melalui media online maupun media sosial. Berfoto bersama dengan bakal calon dan/atau wakilnya dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan, Menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik, Bergabung menjadi anggota dan/atau pengurus parpol, Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

 

Netralitas ASN dalam pemilu diawasi dengan ketat oleh lembaga yang berwenang, yaitu Bawaslu. Jika ASN terbukti melakukan pelanggaran terkait netralitas di Pemilu, Bawaslu  berhak untuk melaporkan atau melakukan penindakan. Mengapa ASN harus Netral dalam Pemilu? ASN diharuskan untuk netral karena statusnya sebagai pegawai pemerintah yang sangat mengikat. Artinya, ASN diangkat agar menjalankan tanggung jawabnya kepada publik, bukan untuk kepentingan suatu golongan atau parpol tertentu. Jika ASN tidak netral dalam pemilu, dikhawatirkan terjadi adanya conflict of interest alias konflik kepentingan yang merugikan negara dan masyarakat.

 

Pentingnya sikap ASN agar tidak berpihak secara politik secara jelas ditegaskan dalam UU Aparatur Sipil Negara. Pasal 2 UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 berisi ketentuan bahwa salah satu asas dalam kebijakan dan manajemen ASN adalah "Netralitas."   Netralitas ASN penting karena kualitas aparatur birokrasi tak boleh berubah dalam memberikan pelayanan publik walaupun pimpinannya berganti karena ada mekanisme pemilu. Selain itu, sikap netral juga wajib dimiliki oleh ASN karena mereka bertugas memberikan pelayanan publik secara langsung kepada masyarakat. Netralitas penting agar ASN tidak memobilisasi warga maupun aset negara untuk mendukung kelompok politik tertentu.

 

Jangan sampai terjadi pelanggaran netralitas ASN misal: memakai anggaran Pemerintah Daerah/Pusat yang tidak diperkenankan untuk kampanye terselubung; terlibat langsung atau tidak langsung dalam kampanye kandidat; terlibat memfasilitasi kandidat tertentu; memasang baliho atau spanduk untuk kepentingan kandidat tertentu; dan lain sebagainya. Berbagai jenis pelanggaran di atas tidak hanya merugikan negara dan masyarakat karena mengarah pada tindakan korupsi anggaran maupun kewenangan, tapi juga bisa merusak kualitas demokrasi di Indonesia. Pada dasarnya, netralitas ASN sulit direalisasikan secara penuh karena mereka pun masih punya hak pilih. Namun, ASN juga harus menyadari bahwa dukungannya pada kandidat atau parpol tertentu hanya bisa ditunjukkan di bilik-bilik tempat pemungutan suara. 

 

Netralitas pemilu penting untuk menjaga iklim kontestasi yang adil dan setara bagi semua kontestan, terutama pilpres.  Tidak cukup hanya dengan imbauan, kebijakan dan penegakan aturan terkait netralitas penyelenggara negara harus secara konsisten dan tegas. Netralitas menjadi isu besar menjelang Pemilu 2024 yang menjadi perhatian publik.  

 

Penjelasan netralitas ASN dalam Pemilu dan ketentuannya, Badan Pengawasan Pemilu atau Bawaslu menekankan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjaga netralitas selama masa Pemilu. Bahwa Bawaslu mengharapkan ASN untuk tetap netral tanpa menunjukkan keberpihakannya dalam politik praktis. Meskipun dalam kondisi situasi politik yang memanas, ASN harus tetap pada kedudukan profesional dan tidak memihak pada kontestan politik yang akan bertanding di Pemilu maupun Pemilihan dengan alasan pentingnya netralitas ASN dalam Pemilu. Sebab ASN merupakan pegawai professional yang mengabdikan diri kepada negara.  Dalam peran mereka sebagai seorang profesional, PNS memperlakukan politisi dan partai politik dengan setara dan tidak memihak.

 

Bekerja secara independen atas dasar kepentingan negara dan masyarakat, serta terlepas dari siklus politik praktis lima tahunan. Alasan pegawai ASN harus bersikap netral dalam Pemilu 2024 dijelaskan dengan terang dalam Pasal 2 UU No 5 Tahun 2014 yang berbunyi: “Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu”. Kemudian, dalam regulasi tersebut juga dijelaskan, bahwa dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Aturan ketentuan ntralitas ASN dalam Pemilu adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil secara jelas mengatur ketentuan netralitas dalam Pemilu.


Hal tersebut tercantum dalam Pasal 5 huruf n, yang berbunyi: PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: Ikut kampanye; Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau; Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

 

Netralitas Polri, TNI, dan ASN Dalam Pemilu

Aturan netralitas Polri, TNI, ASN pada Pemilu yang akan digelar pada tahun 2024 ini. Aparatur negara baik dari kalangan militer, kepolisian, hingga sipil diminta agar tetap netral selama pesta demokrasi. Bagaimana aturan netralitas Polri, TNI, ASN pada Pemilu? Berikut penjelasan mengenai kenetralitasannya berikut ini.   

1.    Polri, menyadur laman Humas Polri, netralitas Korps Bhayangkara pada Pemilu adalah perintah konstitusi seperti yang tercantum dalam TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tetang peran TNI Polri. Dalam pasal 10 TAP MPR RI No. VII/MPR/2000 disebutkan bahwa Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak terlibat pada kegiatan politik praktis, serta tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.  

2.    TNI, netralitas TNI dalam pemilu adalah amanah dalam pelaksanaan reformasi internal TNI, Sanksi disiplin bagi prajurit diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014. Bagi PNS TNI berlaku PP Nomor 94 Tahun 2021 serta Permenhan Nomor 13 Tahun 2023 dan sanksi administrasi. sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Selain itu, TNI juga menerbitkan Buku Saku Netralitas TNI pada Pemilu dan Pilkada yang berlaku di lingkungan TNI. Dalam buku tersebut terdapat larangan bagi tentara selama proses penyelenggaraan pemilu, yakni:

a.    Memberi komentar, penilaian, mendiskusikan pengarahan apa pun yang berkaitan dengan kontestan Pemilu kepada keluarga atau masyarakat.

b.    Secara perorangan atau fasilitas berada di arena tempat penyelenggaraan pemilu.

c.     Menyimpan dan menempel dokumen, atribut, benda lain yang menggambarkan identitas peserta pemilu di instansi dan peralatan milik TNI.

d.    Berada di arena Tempat Pemungutan Suara (TPS) ketika pelaksanaan pemungutan suara.

e.    Secara perorangan, satuan fasilitas atau instansi terlibat pada kegiatan pemilu dalam bentuk berkampanye untuk menyukseskan kadidat tertentu, termaasuk memberikan bantuan dalam bentuk apa pun di luar tugas dan fungsi TNI.

f.      Melakukan tindakan atau mengeluarkan pernyataan yang bersifat memengaruhi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) serta Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih).

g.    Secara perorangan, satuan, fasilitas, atau instansi menyambut dan mengantar peserta kontestan.

h.    Menjadi anggota KPU, Panwaslu, Panitia Pemilih, Panitia Pendaftar Pemilih, peserta atau juru kampanye.

i.      Berpartisipasi dalam menentukan penetapan peserta Pemilu baik perorangan atau kelompok partai.

j.      Memobilisasi organisasi sosial, agama dan ekonomi untuk kepentingan partai politik atau calon tertentu.

3.    ASN, atau pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) juga merupakan dari masyarakat, sehingga punya hak dan kewajiban yang sama dalam memilih ketika pemilu. Kendati demikian, ASN merupakan bagian dari pelayanan publik yang harus memberikan pelayanan bagi masyarakat secara adil. Oleh sebab itu, sikap netral wajib dimiliki ASN untuk menjauhkan diskriminasi layanan dan kesenjangan dalam lingkup ASN.

 

Netralitas ASN pada pemilu juga diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa salah satu penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN mengacu pada asas netralitas. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS disebutkan bahwa PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon presiden atau wakil presiden, calon anggota DPR, DPD, DPRD, serta calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Selain itu, ASN juga dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan, membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan calon serta mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan pada calon baik sebelum selama dan sesudah masa kampanye.

 

B. Pentingnya Menciptakan Pemilu Yang Damai

Melindungi keberagaman, keberagaman adalah kekayaan Indonesia yang harus dijaga dengan baik. Pemilu yang damai akan memastikan bahwa seluruh komunitas bangsa, terlepas dari latar belakang, merasa dihormati dan memiliki suara yang diakui dalam proses politik. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1.    Mencegah Konflik: Persatuan dan kesatuan adalah perisai yang kuat untuk mencegah konflik. Saat polarisasi meningkat selama kampanye pemilu, sikap saling menghargai dan menghormati akan membantu mencegah pertikaian yang merugikan.

2.    Pemilu yang Berintegritas: Kesatuan juga mengamankan integritas pemilu. Saat masyarakat bersatu, pelanggaran dan kecurangan dapat dengan mudah diidentifikasi dan ditindak dengan adil.

3.    Partisipasi Aktif: Ketika masyarakat merasa bersatu, mereka lebih cenderung untuk berpartisipasi dalam pemilu. Partisipasi yang tinggi akan menghasilkan pemerintahan yang lebih mewakili dan mewujudkan kepentingan rakyat.

4.    Mempertahankan Kedaulatan Rakyat: Pemilu adalah cara untuk menghormati kedaulatan rakyat. Kesatuan memastikan bahwa pilihan rakyat dihormati dan dipatuhi, menghindarkan potensi krisis konstitusional.

5.    Pemimpin yang Legitim: Dalam suasana persatuan, pemimpin yang terpilih akan memiliki legitimasi yang lebih besar. Ini akan memungkinkan pemerintahan yang stabil dan efektif.

6.    Investasi Ekonomi dan Kepercayaan Asing: Pemilu yang berjalan damai dan lancar akan meningkatkan kepercayaan investor dalam stabilitas politik dan ekonomi negara. Ini berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

7.    Pembangunan Berkelanjutan: Persatuan dan kesatuan adalah landasan bagi pembangunan berkelanjutan. Dalam suasana yang harmonis, upaya pembangunan dapat berfokus pada kepentingan nasional tanpa terganggu oleh konflik internal.

8.    Kesejahteraan Bersama: Pemilu yang damai mendukung pencapaian kesejahteraan bersama. Dengan memilih pemimpin berdasarkan kepentingan nasional, peluang untuk mewujudkan kesejahteraan bagi semua warga negara menjadi lebih besar.

9.    Legacy untuk Generasi Mendatang: Menjaga persatuan dan kesatuan selama pemilu menciptakan legacy positif bagi generasi mendatang. Ini adalah pesan bahwa sebagai bangsa, kita mampu mengatasi perbedaan untuk mencapai tujuan bersama.

 

Dalam sebuah negara seperti Indonesia, menjaga persatuan dan kesatuan selama pemilu adalah suatu keharusan yang tidak bisa diabaikan. Hal Ini adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa demokrasi kita berjalan dengan baik, terhindar dari konflik, dan mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akan mampu meraih potensi penuhnya sebagai negara yang kuat dan berkelanjutan yang damai.

 

Mengawal pesta demokrasi, menciptakan Pemilu damai serentak untuk memilih para anggota dewan legislatif DPR-RI, DPD-RI, DPRD, serta presiden, dan wakil presiden, pesta demokrasi di Tanah Air akan digelar. Seluruh elemen masyarakat pun diminta mengawal pesta demokrasi ini agar tercipta pemilu damai dan bermartabat. Pasti, ajang pesta demokrasi Pemilu ini butuh perhatian semua pihak. Kesadaran masyarakat atas pentingnya peristiwa (event) ini pun perlu terus dibangun. Artinya, lebih bagus ada antusiasme, partisipasi publik yang lebih kuat. Bukan sebaliknya, mereka menempatkan posisi sebagai, katakanlah golput, pasif, skeptis, dan masa bodoh. Ini salah satu misi kita bersama, membangun kesadaran masyarakat. Di sisi lain, mengajak elite politik, tokoh masyarakat, hingga pemuka agama, bisa berperan agar tidak ada residu pemilu yang menimbulkan kebencian sehingga bisa menjadi kerugian besar bagi di masyarakat dan bangsa.

 

Di sinilah peran besar pemimpin, peran elite. Ketika para elitenya lebih bisa dekat komunikasinya dengan masyarakat, menjaga tali silaturahimnya bisa membawa suasana itu dengan lebih nyaman. Menyakinkan masyarakat akan mengikuti dan melihat contoh serta keteladanan yang positif. Elite politik pun memiliki pemikiran untuk menciptakan pemilu damai dan bermartabat. Seluruh pihak berperan penting mentransformasi pola pikir yang baik dalam pemilu. Pesta demokrasi pemilu diramaikan dengan adu gagasan, visi, misi, dan rekam jejak calon pemimpin baru. Perubahan strategi dari politik identitas ke politik kebangsaan memerlukan komitmen kuat, terutama dari peserta pemilu dan tim sukses. Ikut sertakan masyarakat dalam prosesnya agar pemilu berjalan demokratis, transparan, dan kontraksi politik berkurang walaupun berbeda pilihan kita tetap satu yaitu bangsa Indonesia. 

 

C. Sanksi-Sanksi Pegawai Aparatur Sipil Negara

Mendekati tahun pemilu, isu terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi fokus perbincangan di kalangan masyarakat terhadap kenetralan satus ASN yang sensitif seperti yang telah dijelaskan di atas. Menjadi tolok ukur akan harapan besar dan selayaknya ASN terbebas dari intervensi politik praktis, tidak hanya menjadi pengurus bahkan menjadi simpatisan pun merupakan hal terlarang. Mungkin kasus pelanggaran atas netralitas ASN ini masih saja mengemuka. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan, pelanggaran atas netralitas ASN pada agenda pemilu serentak 2024 dimungkinkan akan tetap terjadi. Hal ini didasari oleh maraknya ASN yang melanggar aturan pada Pilkada tahun-tahun sebelumnya. Pada pelaksanana Pilkada tahun sebelumnya, mungkin tidak sedikit ASN yang terjerat kasus netralitas bahkan diantaranya telah dikenai sanksi hukuman disiplin.

 

Masing-masing instansi memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga netralitas para ASN. Yakni upaya pembinaan dan pengawasan netralitas ASN yang wajib dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang. Pertama, upaya pembinaan netralitas ASN dilakukan melalui sosialisasi peraturan terkait netralitas ASN, seperti melakukan ikrar bersama, melakukan deteksi dini atas potensi pelanggaran netralitas, menerapkan sinergitas antar lembaga, serta mendukung sistem informasi terintegrasi terkait pelanggaran dan sanksi netralitas ASN. Kedua, upaya pengawasan netralitas ASN dilakukan dengan membentuk tim pengawas internal, mengindentifikasi titik-titik rawan terjadinya pelanggaran netralitas, melaksanakan penegakan kode etik sesuai dengan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), melakukan monitoring dan evaluasi, serta bekerjasama lintas lembaga terkait pengawasan netralitas ASN.

 

Sebagai bentuk nyata dalam meminimalisir terjadinya pelanggaran atas netralitas ASN, maka segenap ASN diminta untuk menandatangani pakta integritas. Segenap ASN dituntut komitmennya untuk menjaga dan menegakkan prinsip netralitas dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik baik sebelum, selama, dan sesudah pemilu dan pemilihan. Setiap ASN juga dituntut menghindari konflik kepentingan dan praktik intimidasi; menggunakan media sosial secara bijak dan tidak menyebarkan ujaran kebencian serta berita bohong, serta menolak politik uang dan menolak segala jenis pemberian dalam bentuk apapun.

 

Seperti ulasan di atas, netralitas ASN dalam konteks aturan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS, segenap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Bentuk dukungan dapat berupa: ikut kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain,  sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; serta memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

 

Dari sekian banyak jenis pelanggaran terkait netralitas ASN, dalam Surat Keputusan Bersama telah diklusterkan jenis potensi pelanggaran yang dimungkinkan terjadi berdasarkan pengalaman pemilihan umum tahun sebelumnya. Jenis hukuman dibedakan kedalam 2 jenis pelanggaran yakni berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS serta Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Berikut penjelasan mengenai sanksi-sanksinya:

 

1. Sanksi Hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat:

Setiap PNS yang terbukti menjadi anggota/pengurus partai politik secara otomatis akan diberhentikan secara tidak dengan hormat. Sesuai Pasal 87 ayat 4 huruf c UU 5 tahun 2014, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri secara tertulis. Jika hal ini telah dilakukan maka akan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS terhitung mulai akhir bulan pengunduran diri.

 

2. Sanksi Hukuman Disiplin Tingkat Berat, diantaranya:

a.    Memasang spanduk/baliho/alat peraga lain terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan

b.    Mengikuti sosialisasi/kampanye media sosial/online bakal calon peserta pemilu dan pemilihan

c.     Menghadiri deklarasi / kampanye pasangan bakal calon dan memberikan Tindakan / dukungan secara aktif;

d.    Membuat postingan / comment, share, like, bergabung / follow dalam grup / aku npemenangan bakal calon;

e.    Memposting pada media sosial/media lain yang dapat diakses publik foto bersama calon, tim sukses, maupun alat peraga dengan tujungan untuk dukungan;

f.      Mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap partai politik atau pasangan, meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, dan pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerja,  anggota dan masyarakat;

g.    Menjadi tim ahli/tim pemenangan setelah penetapan calon;

h.    Mengumpulkan foto kopi KTP atau surat keterangan penduduk;

i.      Membuat keputusan/tindakan yang dapat menguntungkan/merugikan pasangan calon.

3. Sanksi Hukuman Disiplin Tingkat Sedang, diantaranya:

a.    Melakukan pendekatan partai politik dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

b.    Menjadi tim ahli/tim pemenangan sebelum penetapan calon.

 

Dari seluruh jenis pelanggaran maupun hukuman atas netralitas ASN yang disebutkan diatas, pada intinya dapat diteguhkan bahwa tidak ada sedikitpun celah yang dapat dimainkan oleh seorang ASN terkait dengan proses dan penyelenggaraan pemilihan umum maupun pemilihan. Terdapat batas yang jelas dan nyata bagaimana ASN harus bersikap dan menjaga jarak supaya tidak terjerumus kedalam potensi pelanggaran atas netralitas. Apalagi, di era media sosial seperti sekarang ini semua mata dapat melihat dan mendengar apapun yang kita lakukan. Intinya, jika terdapat topik pembahasan terkait dengan partai politik maupun para calon kontestan pemilu dan pemilihan, jauh-jauh segera tinggalkan dan abaikan. Cukup menjadi silent reader semata tampaknya akan menjadi lebih aman.

 

Pesta demokrasi sudah dekat dari hitungan hari, disadari potensi adanya pelanggaran dimungkinkan akan selalu terjadi berkaca pada kasus-kasus tahun sebelumnya. Hadirnya Surat Keputusan Bersama lintas lembaga diharapkan dapat sebagai early warning system guna mengantisipasi segala kemungkinan munculnya pelanggaran disiplin ASN terkait netralitas pemilu maupun pemilihan. Badan Pengawas Pemilihan Umum, dalam memastikan Pemilu 2024 mendatang berjalan bersih dan transparan, Bawaslu menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

 

Sebagai tindak lanjut dari SKB diatas, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Netralitas Pegawai Kementerian Keuangan. Surat edaran ini memberikan pedoman yang wajib disosialisasikan bagi pegawai, pimpinan unit, dan unit kerja dalam menjaga integritas, profesionalisme, netralitas, objektivitas, serta kebebasan dari intervensi politik, korupsi, kolusi, dan nepotisme

 

Bahwa SKB ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga netralitas ASN dalam penyelenggaraan pemilu 2024. Sehingga ASN yang terbukti melanggar akan menerima sanksi. Meskipun panduan perilaku sudah secara rigid ditetapkan, namun ada tidaknya pelanggaran sangat bergantung pada diri ASN itu sendiri. Bagaimana mencerna dan menginternalisasi aturan yang ada sehingga dapat menghindari perilaku-perilaku yang dapat mengantarkannya pada hukuman disiplin tingkat sedang, berat, maupun pemberhentian tidak dengan hormat. Jika aturan dipahami, aksi tahan diri dipenuhi, maka segala hukuman dapat dihindari.


Kesimpulan, “Pesta Demokrasi Pemilu” secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan penyampaian hak-hak dasar rakyat dalam memilih pemimpin. Rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin secara langsung, bebas, dan rahasia tanpa intervensi. Namun, pelaksanaan pemilu tidak selalu berjalan ideal maka ASN selaku abdi negara yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan publik justru sering dikesampingkan oleh kepentingan politik. Mengenai mengapa ASN harus netral karena ASN berfungsi sebagai pelaksanaan kebijakan, penyelangaraan pelayanan publik dan perekat pemersatu bangsa, jadi sudah seharusnya ASN memiliki sifat netral dalam politik untuk mengayomi masyarakat, dan ASN bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dari partai politik, hal ini harus dicegah karena dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam politik praktis.


Politisasi birokrasi terhadap ASN berdampak buruk terhadap kualitas kinerja ASN, karena digunakan untuk memenuhi keinginan golongan tertentu, yang sudah pasti menimbulkan kerugian bagi negara. Dibutuhkan sebuah pengaturan dan pengawasan yang ketat terhadap pejabat yang berkuasa untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan wewenang jabatan (abuse of power). Pejabat publik, baik berasal dari politik ataupun independen, tidak boleh menempatkan ASN sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya, karena ASN bekerja untuk negara. Pembentuk produk hukum sejatinya harus mampu memisahkan secara tegas antara elemen perumus dan penentu kebijakan dengan pelaksana kebijakan, sehingga terdapat ranah yang jelas dan pelaksanaan yang profesional.

 

Saran, meskipun dalam kondisi situasi politik yang memanas, ASN harus tetap pada kedudukan profesional dan tidak memihak pada kontestan politik yang akan bertanding di Pemilu maupun Pemilihan. Pentingnya netralitas pegawai ASN menjaga persatuan dan kesatuan untuk Pemilu damai di Indonesia, sebab ASN merupakan professional yang mengabdikan diri kepada negara. Dalam peran mereka sebagai seorang profesional, PNS memperlakukan politisi dan partai politik dengan setara dan tidak memihak. Bekerja secara independen atas dasar kepentingan negara dan masyarakat, serta terlepas dari siklus politik praktis lima tahunan. Alasan pegawai ASN harus bersikap netral dalam Pemilu dijelaskan dalam Pasal 2 UU No 5 Tahun 2014 yang berbunyi: “Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu”.  

 

 

Penulis : Abd. Choliq, Seksi Kepatuhan Internal Bidang KIHI Kanwil DJKN RSK

Refernsi            :

1.     https://money.kompas.com/read/2022/09/14/212500726/asn-adalah-pengertian-fungsi-tugas-peran-dan-gajinya

2.     https://www.kompasiana.com/harrisrussi/64db3e12633ebc34d8318f62/pentingnya-menjaga-persatuan-dan-kesatuan-untuk-pemilu-damai-di-indonesia

3.     https://www.kompasiana.com/umsidamenyapa5821/6569a34112d50f4e3e297c22/pentingnya-persatuan-di-tahun-politik-2024-dan-tantangannya?page=all#section1

4.     https://voi.id/berita/332025/aturan-netralitas-polri-tni-asn-pada-pemilu-2024#google_vignette

5.     https://www.kompas.id/baca/riset/2023/12/08/konsistensi-menjaga-netralitas-di-pemilu-2024

6.     https://tirto.id/penjelasan-netralitas-asn-dalam-pemilu-2024-dan-ketentuannya-gR1X

7.     https://www.liputan6.com/news/read/5483797/jaga-netralitas-pilpres-2024-anggota-polri-dilarang-foto-bareng-kandidat-dan-pose-jari?page=2

8.     https://nasional.kompas.com/read/2023/11/22/12131651/pentingnya-netralitas-polri-dalam-pemilu-2024

9.     https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-padang/baca-artikel/16523/Netralitas-Aparatur-Sipil-Negara-ASN-dalam-mengahadapi-tahun-politik.html

10.   Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/499410/kawal-pesta-demokrasi-2024-ciptakan-pemilu-damai

11.  https://tirto.id/aturan-asn-harus-netral-dalam-pemilu-dan-penjelasannya-gRpB

12.  https://kumparan.com/kumparannews/ini-3-sanksi-jika-tni-tak-netral-di-pilpres-dan-pemilu-2024-21XRtwRSvtf/full

13.  https://id.search.yahoo.com/search?fr=mcafee&type=E210ID885G0&p=sanksi+polri+tidak+netral+dalam+pemilu

14.  https://disway.id/read/750030/sanksi-anggota-polri-yang-tak-netral-dalam-pemilu-2024-pemecatan-menunggu/15

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini