Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Padang > Artikel
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam mengahadapi tahun politik
Darmansyah
Selasa, 17 Oktober 2023   |   941 kali

Mendekati tahun pemilu, isu terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi fokus perbincangan banyak kalangan. Status sosial ASN yang sensitif di masyarakat, menjadi tolok ukur akan harapan besar dan selayaknya ASN terbebas dari intervensi politik praktis. Tidak hanya menjadi pengurus, bahkan menjadi simpatisan pun merupakan hal terlarang.

 

Meskipun sudah sering kali dibahas, namun kasus pelanggaran atas netralitas ASN ini masih saja mengemuka. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan, pelanggaran atas netralitas ASN pada agenda pemilu serentak 2024 dimungkinkan akan tetap terjadi. Hal ini didasari oleh maraknya ASN yang melanggar aturan pada Pilkada tahun-tahun sebelumnya. Pada pelaksanana Pilkada tahun 2020, tidak sedikit ASN yang terjerat kasus netralitas bahkan diantaranya telah dikenai sanksi hukuman disiplin.

 

Masing-masing instansi memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga netralitas para ASN. Terdapat 2 (dua) aksi utama yang harus dijalankan instansi yakni upaya pembinaan dan pengawasan netralitas ASN yang wajib dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang.

 

Pertama, upaya pembinaan netralitas ASN dilakukan melalui sosialisasi peraturan terkait netralitas ASN, seperti melakukan ikrar bersama, melakukan deteksi dini atas potensi pelanggaran netralitas, menerapkan sinergitas antar lembaga, serta mendukung sistem informasi terintegrasi terkait pelanggaran dan sanksi netralitas ASN.

 

Kedua, upaya pengawasan netralitas ASN dilakukan dengan membentuk tim pengawas internal, mengindentifikasi titik-titik rawan terjadinya pelanggaran netralitas, melaksanakan penegakan kode etik sesuai dengan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), melakukan monitoring dan evaluasi, serta bekerjasama lintas lembaga terkait pengawasan netralitas ASN.

 

Sebagai bentuk nyata dalam meminimalisir terjadinya pelanggaran atas netralitas ASN, maka segenap ASN diminta untuk menandatangani pakta integritas. Segenap ASN dituntut komitmennya untuk menjaga dan menegakkan prinsip netralitas dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik baik sebelum, selama, dan sesudah pemilu dan pemilihan. Setiap ASN juga dituntut menghindari konflik kepentingan dan praktik intimidasi; menggunakan media sosial secara bijak dan tidak menyebarkan ujaran kebencian serta berita bohong, serta menolak politik uang dan menolak segala jenis pemberian dalam bentuk apapun.

 

Netralitas ASN Dalam Konteks Aturan

 

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS, segenap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

 

Bentuk dukungan dapat berupa: ikut kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain,  sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; serta memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

 

Dari sekian banyak jenis pelanggaran terkait netralitas ASN, dalam Surat Keputusan Bersama telah diklusterkan jenis potensi pelanggaran yang dimungkinkan terjadi berdasarkan pengalaman pemilihan umum tahun sebelumnya. Jenis hukuman dibedakan kedalam 2 jenis pelanggaran yakni berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS serta Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS.


1.      Sanksi Hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat:

       Setiap PNS yang terbukti menjadi anggota/pengurus partai politik secara otomatis akan diberhentikan secara tidak dengan hormat. Sesuai Pasal 87 ayat 4 huruf c UU 5 tahun 2014, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri secara tertulis. Jika hal ini telah dilakukan maka akan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS terhitung mulai akhir bulan pengunduran diri.


2.      Sanksi Hukuman Disiplin Tingkat Berat, diantaranya:

a.                 -  Memasang spanduk/baliho/alat peraga lain terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan

        - Mengikuti sosialisasi/kampanye media sosial/online bakal calon peserta pemilu dan pemilihan

        - Menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif;

        - Membuat postingan/comment, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan bakal calon;

        - Memposting pada media sosial/media lain yang dapat diakses publik foto bersama calon, tim sukses, maupun alat peraga dengan tujungan untuk dukungan;

        - Mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap partai politik atau pasangan, meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, dan pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerja,

          anggota dan masyarakat;

        - Menjadi tim ahli/tim pemenangan setelah penetapan calon;

        - Mengumpulkan foto kopi KTP atau surat keterangan penduduk;

        - Membuat keputusan/tindakan yang dapat menguntungkan/merugikan pasangan calon.


3.       Sanksi Hukuman Disiplin Tingkat Sedang, diantaranya:

       - Melakukan pendekatan partai politik dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

       - Menjadi tim ahli/tim pemenangan sebelum penetapan calon.


Dari seluruh jenis pelanggaran maupun hukuman atas netralitas ASN yang disebutkan diatas, pada intinya dapat diteguhkan bahwa tidak ada sedikitpun celah yang dapat dimainkan oleh seorang ASN terkait dengan proses dan penyelenggaraan pemilihan umum maupun pemilihan. Terdapat border yang jelas dan nyata bagaimana ASN harus bersikap dan menjaga jarak supaya tidak terjerumus kedalam potensi pelanggaran atas netralitas. Apalagi, di era media sosial seperti sekarang ini semua mata dapat melihat dan mendengar apapun yang kita lakukan. Intinya, jika terdapat topik pembahasan terkait dengan partai politik maupun para calon kontestan pemilu dan pemilihan, jauh-jauh segera tinggalkan dan abaikan. Cukup menjadi silent reader semata tampaknya akan menjadi lebih aman.

 

Pesta demokrasi masih jauh dari hitungan hari, namun pemerintah telah bergerak cepat dengan menerbitkan aturan terkait netralitas ASN. Disadari, potensi adanya pelanggaran dimungkinkan akan selalu terjadi berkaca pada kasus-kasus tahun sebelumnya. Hadirnya Surat Keputusan Bersama lintas lembaga diharapkan dapat sebagai early warning system guna mengantisipasi segala kemungkinan munculnya pelanggaran disiplin ASN terkait netralitas pemilu maupun pemilihan.

 

Meskipun panduan perilaku sudah secara rigid ditetapkan, namun ada tidaknya pelanggaran sangat bergantung pada diri ASN itu sendiri. Bagaimana Ia mencerna dan menginternalisasi aturan yang ada sehingga dapat menghindari perilaku-perilaku yang dapat mengantarkannya pada hukuman disiplin tingkat sedang, berat, maupun pemberhentian tidak dengan hormat. Jika aturan dipahami, aksi tahan diri dipenuhi, maka segala hukuman dapat dihindari.

 

Penulis : Tim Humas KPKNL Padang

(foto : Guziarie Zul)






Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini