Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Lampung dan Bengkulu > Artikel
LITERASI KEUANGAN: MEWUJUDKAN MASYARAKAT TANPA UANG TUNAI (CASHLESS SOCIETY)
Arief Aditia Budi
Senin, 25 September 2023   |   51 kali

Menurut Huston pada tahun 2010, literasi keuangan dapat dijelaskan sebagai pemahaman terhadap pengaturan keuangan yang mencakup aspek manajemen keuangan, tabungan dan peminjaman, asuransi, serta investasi. Tingkat literasi keuangan yang lebih tinggi pada seseorang dapat tercermin dalam perilaku keuangan mereka yang lebih bijaksana dan efektif dalam mengelola keuangan mereka.[1]             Hal ini mencakup pemahaman tentang bagaimana mengatur anggaran, mengelola utang, berinvestasi, merencanakan pensiun, dan membuat keputusan keuangan yang cerdas. Literasi keuangan adalah kunci sukses keuangan pribadi dan memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup seseorang.[2]

Sumber data: ojk.go.id di olah di excel

            Berdasarkan hasil SNLIK 2022 yang disampaikan oleh OJK, tercatat bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia meningkat menjadi 49,68 persen, yang merupakan peningkatan signifikan dibandingkan dengan tahun 2019 yang hanya mencapai 38,03 persen. Sementara itu, indeks inklusi keuangan pada tahun tersebut mencapai 85,10 persen, yang juga menunjukkan peningkatan dari periode SNLIK sebelumnya pada tahun 2019 yang mencapai 76,19 persen. Dalam konteks ini, terdapat perubahan yang signifikan dalam gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi keuangan, yang menurun dari 38,16 persen di tahun 2019 menjadi 35,42 persen di tahun 2022.[3]

            Selanjutnya, OJK menegaskan fokusnya pada tahun 2023 dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia, yang akan diwujudkan melalui Arah Strategis Literasi Keuangan Tahun 2023. Ini menunjukkan komitmen OJK dalam mengembangkan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia dengan mempertimbangkan berbagai kelompok dan wilayah yang berbeda di era saat ini.

            Di era digital saat ini, kita telah melihat pergeseran besar-besaran menuju masyarakat yang semakin bergantung pada transaksi tanpa uang tunai. Masyarakat tanpa uang tunai (cashless society) adalah istilah yang menggambarkan situasi di mana penggunaan uang fisik, seperti uang kertas dan koin, telah secara signifikan berkurang atau bahkan tidak digunakan sama sekali dalam transaksi keuangan.[4] Dalam beberapa tahun belakangan, kita telah menyaksikan pertumbuhan transaksi non-tunai yang signifikan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah pusat-pusat kegiatan ekonomi yang menyediakan berbagai pilihan pembayaran tanpa menggunakan uang tunai. Layanan pembayaran digital, kartu kredit, dompet digital, dan teknologi keuangan lainnya telah mengubah cara kita berinteraksi dengan uang.[5]

Karakteristik dan keuntungan utama dari masyarakat tanpa uang tunai meliputi:

1.     Kemudahan: Transaksi tanpa uang tunai seringkali lebih cepat dan lebih nyaman dibandingkan dengan menggunakan uang tunai fisik. Orang dapat melakukan pembayaran atau transfer dana dengan sekali klik atau tap pada perangkat mobile mereka.

2.     Keamanan: Pembayaran dan transaksi digital dapat lebih aman dibandingkan dengan membawa uang tunai, karena risiko pencurian atau kehilangan lebih rendah. Transaksi dapat dipantau dan dilindungi melalui tindakan enkripsi dan otentikasi.

3.     Pelacakan: Transaksi elektronik meninggalkan jejak digital, sehingga lebih mudah untuk melacak dan memantau aktivitas keuangan untuk tujuan audit, keamanan, dan peraturan.

4.     Inklusi Keuangan: Solusi tanpa uang tunai dapat memberikan akses lebih besar ke layanan keuangan bagi orang-orang yang mungkin tidak memiliki akses mudah ke bank fisik atau uang tunai.

5.     Biaya yang Lebih Rendah: Menangani uang tunai fisik melibatkan biaya yang terkait dengan pencetakan, pengangkutan, dan keamanan. Beralih ke tanpa uang tunai dapat mengurangi biaya-biaya ini.

6.     Transparansi: Masyarakat tanpa uang tunai berpotensi mengurangi ekonomi bayangan dan aktivitas keuangan ilegal, karena menjadi lebih sulit untuk melakukan transaksi yang tidak tercatat.

 

            Namun, untuk benar-benar mengambil manfaat dari perubahan ini, literasi keuangan yang kuat menjadi lebih penting daripada sebelumnya.

 

Peran Literasi Keuangan dalam Masyarakat Tanpa Uang Tunai

  1. Memahami Teknologi Keuangan: Literasi keuangan memungkinkan individu untuk memahami dan menggunakan teknologi keuangan dengan percaya diri. Ini termasuk aplikasi pembayaran, dompet digital, dan platform perbankan online. Tanpa pemahaman yang baik, individu mungkin merasa tidak nyaman atau bahkan khawatir menggunakan layanan ini.
  2. Keamanan Keuangan: Transaksi tanpa uang tunai dapat menjadi lebih rentan terhadap penipuan dan pelanggaran keamanan. Literasi keuangan membantu individu mengenali tanda-tanda peringatan penipuan dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi informasi keuangan mereka.
  3. Pengelolaan Keuangan Pribadi: Bahkan dalam masyarakat tanpa uang tunai, penting untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang bagaimana mengelola keuangan pribadi. Ini mencakup pembuatan anggaran, melacak pengeluaran, dan merencanakan investasi.
  4. Perencanaan Pensiun dan Investasi: Dalam dunia digital, banyak pilihan investasi yang tersedia melalui platform online. Literasi keuangan membantu individu memilih investasi yang sesuai dengan tujuan keuangan mereka dan memahami risiko yang terlibat.

 

            Perubahan menuju masyarakat tanpa uang tunai adalah fenomena kenyataan yang harus di hadapi, dan literasi keuangan adalah kunci untuk menghadapinya dengan sukses. Dengan pemahaman yang kuat tentang teknologi keuangan, keamanan, dan pengelolaan keuangan pribadi, kita sebagai mahluk hidup yang memiliki perilaku konsumtif tinggi  dapat memanfaatkan semua manfaat yang ditawarkan oleh dunia digital yakni Cashless Society. Selanjutnya, literasi keuangan memungkinkan kita untuk mengambil kendali atas keuangan kita sendiri dan merencanakan masa depan keuangan yang lebih cerah, tepat dan terarah dalam era yang semakin digital ini.

 

Reference:

Huston, S. 2010. Measuring Financial           Literacy. Consumer Affairs. Vol.    44, Issue 2.

Aulia, Fadhilatul, ‘Transaksi Non Tunai Sebagai Gaya Hidup Baru Masyarakat Indonesia.’, 2020, 1–12

Gunawan, Ade, Delyana Rahmawany Pulungan, and Murviana Koto, ‘Tingkat Literasi Keuangan Dosen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara’, Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019), 1.1 (2019), 1–9

OJK, ‘Siaran Pers Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan Tahun 2022’, Otoritas Jasa Keuangan, November, 2022, 10–12

Rahmayanti, Wilda, Hanifa Sri Nuryani, and Abdul Salam, ‘Pengaruh Sikap Keuangan Dan Perilaku Keuangan Terhadap Literasi Keuangan’, Jurnal Manajemen Dan Bisnis, 2.1 (2019)

Setyanto, Refius Pradipta, and Wenti Ayu Sunarjo, ‘Will Cashless Payment Become Consumer’S Transaction Habit in the “New Normal” Era?’, Trikonomika, 20.1 (2021), 47–53

 



[1] Ade Gunawan, Delyana Rahmawany Pulungan, and Murviana Koto, ‘Tingkat Literasi Keuangan Dosen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara’, Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019), 1.1 (2019), 1–9.

[2] Wilda Rahmayanti, Hanifa Sri Nuryani, and Abdul Salam, ‘Pengaruh Sikap Keuangan Dan Perilaku Keuangan Terhadap Literasi Keuangan’, Jurnal Manajemen Dan Bisnis, 2.1 (2019) .

[3] OJK, ‘Siaran Pers Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan Tahun 2022’, Otoritas Jasa Keuangan, November, 2022, 10–12.

[4] Refius Pradipta Setyanto and Wenti Ayu Sunarjo, ‘Will Cashless Payment Become Consumer’S Transaction Habit in the “New Normal” Era?’, Trikonomika, 20.1 (2021), 47–53 .

[5] Fadhilatul Aulia, ‘Transaksi Non Tunai Sebagai Gaya Hidup Baru Masyarakat Indonesia.’, 2020, 1–12.



Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini