Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Jawa Barat > Berita
Siaran Pers Kinerja APBN On-Track dalam Menjaga Perekonomian dan Masyarakat
Ferry Andika Harmen
Sabtu, 25 November 2023   |   32 kali

Jakarta, 24 November 2023


Memasuki bulan November 2023, risiko dan ketidakpastian global masih menunjukkan peningkatan. Amerika Serikat menghadapi peningkatan tekanan fiskal dan inflasi inti yang masih tinggi, ekonomi Tiongkok melemah akibat krisis properti, serta aktivitas perekonomian di Eropa sangat lemah dengan peningkatan defisit fiskal dan inflasi yang juga masih tinggi. Potensi downside risk lainnya yang perlu diwaspadai antara lain, eskalasi tensi geopolitik akibat perang di Ukraina dan Timur Tengah, geoeconomic fragmentation, shock akibat perubahan iklim, dan terbatasnya policy space global.

 

Prospek pertumbuhan global masih lemah. World Bank dan IMF masing-masing memproyeksikan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2023 sebesar 2,1 persen dan 3,0 persen (yoy), sementara untuk tahun 2024 diperkirakan mencapai 2,4 persen dan 2,9 persen (yoy). Selain itu, IMF memproyeksikan inflasi global sebesar 6,9 persen (yoy) pada tahun 2023 dan 5,8 persen (yoy) di 2024.

 

PMI Manufaktur Global per Oktober 2023 masih berada di zona kontraksi, pada level 48,8. Sekitar 69,6 persen negara yang disurvei masih mengalami kontraksi aktivitas manufaktur, antara lain: Eropa, Jerman, Perancis, Italia, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Vietnam, Kanada, Brazil, Afrika Selatan, dan Turki, dan Australia. Aktivitas sektor manufaktur di Tiongkok kembali ke zona kontraksi, sementara AS mulai pulih. PMI Indonesia dan India masih ekspansif meskipun melambat.

 

Harga komoditas berfluktuasi dipicu faktor geopolitik dan cuaca. Harga minyak dunia turun 5,9 persen (ytd) ke level USD80,8 per barel, demikian pula harga gas alam dan batubara juga turun masing-masing 30,8 persen (ytd) dan 69,7 persen (ytd). Harga komoditas pangan dan pertanian juga mengalami penurunan secara year to date (CPO 10,1 persen, gandum 29,0 persen, kedelai 3,4 persen, dan beras 3,2 persen).

 

Inflasi domestik bulan Oktober 2023 mencapai 2,6 persen (yoy), meningkat dari inflasi bulan September 2023. Meskipun komponen inflasi inti terus melambat, peningkatan inflasi volatile food perlu dimitigasi, salah satunya dengan melanjutkan stabilitasi harga pangan.

 

Neraca perdagangan Indonesia masih tetap mencatatkan surplus (memasuki bulan ke-42). Pada Oktober 2023, surplus neraca perdagangan sebesar USD3,48 miliar (secara akumulasi dari Januari-Oktober mencapai USD31,22 miliar). Namun demikian, ekspor dan impor mengalami penurunan, yaitu ekspor tercatat USD22,15 miliar (terkontraksi 10,4 persen yoy) dan impor tercatat USD18,67 miliar (turun 2,4 persen yoy).

 

Tekanan di pasar keuangan domestik mulai mereda dengan Rupiah kembali menguat, yield SBN kembali turun, dan terjadi capital inflow. Nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi dibanding awal tahun 2023 (menguat 1,88 persen). Hingga 22 November 2023, capital inflow tercatat sebesar Rp45,01T (ytd) (inflow di pasar SBN Rp60,88 triliun (ytd) dan di pasar saham outflow Rp15,87 triliun (ytd)). Pasar SBN membaik di bulan November, terlihat dari penurunan yield SUN 10Y dari 7,09 pada 31 Oktober menjadi 6,64 pada 22 November sejalan dengan penurunan Yield UST dan mencatatkan inflow sebesar 12,69 T (mtd).

 

Hingga Oktober 2023, aktivitas ekonomi domestik masih terjaga. Aktivitas produksi masih cukup kuatditunjukkan oleh PMI Manufaktur Indonesia yang terus ekspansif, mencapai 51,5. Konsumsi listrik tumbuh tinggi15,0 persen (yoy) untuk bisnis dan 4,4 persen (yoy) untuk industri. Konsumsi semen kembali tumbuh tinggi 17,9 persen (yoy). Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen masih terjaga cukup tinggi mencapai 124,3 dan Mandiri Spending Index menunjukan konsumsi tetap terjaga dan terus membaik, tumbuh 38,0 persen (yoy), serta Indeks Penjualan Riil tetap tumbuh positif 1,77 persen (yoy).

 

Kinerja APBN hingga Oktober 2023 on-track, sejalan dengan belanja yang semakin besar, APBN mulai mencatatkan defisit.

 

Realisasi Belanja Negara mencapai Rp2.240,8 triliun atau 73,2 persen Pagu APBN, terkontraksi 4,7 persen (yoy). Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) telah terealisasi sebesar Rp1.572,2 triliun (70,0 persen dari Pagu), ditopang Belanja K/L sebesar Rp768,7 triliun dan Belanja non-K/L sebesar Rp803,6 triliun. Sebanyak 57,2 persen dari BPP atau sebesar Rp899,1 triliun merupakan belanja yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, baik di sektor perlindungan sosial, petani, dan UMKM, sektor Pendidikan, dan sektor infrastruktur.

 

Penyaluran Transfer ke Daerah (TKD) per Oktober 2023 lebih rendah dari tahun sebelumnya, mencapai Rp668,5 triliun (82,1 persen dari Pagu) atau turun 1,6 persen (yoy). Penyaluran DBH lebih rendah 11,4 persen (yoy) terutama karena pada 31 Oktober 2022 terdapat  penyaluran Kurang Bayar DBH, dan Dana Otonomi Khusus lebih rendah 24,9 persen (yoy) karena beberapa daerah belum menyampaikan syarat salur. DAK Fisik lebih rendah secara nominal, namun secara  persentase penyaluran mengalami peningkatan. Sementara, penyaluran Insentif Fiskal (IF) naik 10,1 persen (yoy) karena telah dilakukan penyaluran IF Kinerja kesejahteraan masyarakat sebesar 50 persen dari pagu. DAK Nonfisik lebih tinggi 2,3 persen (yoy) didukung peningkatan kepatuhan penyampaian syarat salur. DAU lebih tinggi karena telah dilakukan penyaluran tahap III DAU bidang Pendidikan, bidang Kesehatan, Bidang PU termasuk DAU untuk penggajian PPPK, dan kinerja penyaluran Dana Desa lebih baik karena insentif sudah mulai disalurkan pada bulan Oktober 2023.

 

Pembiayaan Investasi 2023 berfokus pada sektor prioritas demi kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan investasi dialokasikan untuk mendukung kesinambungan pelaksanaan program Pemerintah dan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang memiliki multiplier effect besar terhadap perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk 193.425 unit rumah dan melalui LMAN untuk membiayai PSN. Selain itu, pembiayaan investasi juga digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan memberikan bantuan kepada dunia internasional melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI), termasuk bantuan kebutuhan medis berupa obat-obatan dan alat-alat Kesehatan di Jalur Gaza.

 

Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp2.240,1 triliun (90,9 persen dari Target APBN 2023), tumbuh 2,8 persen (yoy). Pendapatan Negara dari Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh positif, sementara Pendapatan Kepabeanan dan Cukai menurun.

 

Penerimaan Pajak telah mencapai Rp1.523,7 triliun (88,69 persen persen dari Target), tumbuh 5,3 persen (yoy), melambat dari bulan sebelumnya 5,9 persen (yoy). Kinerja penerimaan pajak masih tumbuh positif didukung kinerja kegiatan ekonomi yang baik, namun mulai melambat dipengaruhi oleh penurunan signifikan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Pertumbuhan neto kumulatif mayoritas jenis pajak dominan positif, PPN pada bulan Oktober mencatatkan kinerja yang baik apabila tidak memperhitungkan kompensasi BBM. Secara sektoral, mayoritas sektor tumbuh positif meskipun sektor pertambangan dan perdagangan terkontraksi semakin dalam karena restitusi dan tidak berulangnya pembayaran kompensasi BBM.

 

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp220,8 triliun (72,8 persen dari Target), turun 13,6 persen (yoy) dipengaruhi penurunan Bea Keluar dan Cukai. Penerimaan Bea Masuk tumbuh 1,8 persen (yoy) meskipun kinerja impor terkontraksi 7,8 persen (yoy), didorong oleh kenaikan tarif efektif dan menguatnya kurs USD, sementara Bea Keluar turun 74,4 persen (yoy) akibat penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) meskipun volume ekspor tumbuh, turunnya volume ekspor tembaga, dan berhentinya ekspor bauksit sejak MaretSemantara itu, penurunan penerimaan Cukai disebabkan oleh penerimaan Cukai Hasil Tembakau yang turun 4,3 persen (yoy) karena penurunan produksi.

 

Realisasi PNBP terjaga tetap positif, bahkan telah melebihi target di tengah fluktuasi harga komoditas, yaitu sebesar Rp494,2 triliun (112,0 persen dari Target) atau tumbuh 3,7 persen (yoy), terutama didorong oleh peningkatan pendapatan SDA non-Migas, Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), dan BLU. Pendapatan SDA non-migas mencapai Rp116,8 triliun (180,3 persen dari Target), meningkat akibat penyesuaian tarif iuran produksi/royalti batubara. Pendapatan KND mencapai Rp74,1 triliun (150,9 persen dari Target) disumbang setoran dividen BUMN perbankan dan non-perbankan. Pendapatan BLU (86,7 persen dari Target) naik utamanya disebabkan peningkatan Pendapatan BLU non kelapa sawit. Sementara itu, pendapatan SDA Migas (74,6 persen dari Target) melambat disebabkan oleh menurunnya Indonesian Crude Price (ICP) dan lifting minyak bumi. PNBP Lainnya (117,8 persen dari Target) menurun disebabkan oleh penurunan pendapatan Penjualan Hasil Tambang (PHT) dan pendapatan minyak mentah (DMO).

 

APBN bulan Oktober mencatatkan defisit sebesar Rp0,7 triliun atau 0,003 persen PDBsementara keseimbangan primer masih tercatat positif sebesar Rp365,4 triliun (Oktober 2022: positif Rp144,4 triliun). Pembiayaan anggaran terealisasi Rp168,5 triliunPembiayaan utang (neto) melalui SBN dan pinjaman hingga akhir Oktober 2023 terealisasi sebesar Rp203,6 triliun (29,2 persen Target), atau turun 59,9 persen (yoy).


Sebagai kesimpulan, kondisi dunia saat ini menunjukkan tekanan global yang masih tinggi disebabkan eskalasi tensi geopolitik, volatilitas pasar keuangan, dan fluktuasi harga komoditas. Meskipun pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga menunjukkan penurunan dibandingkan periode sebelumnya, namun aktivitas perekonomian dan masyarakat masih tumbuh seiring dengan tingkat inflasi yang tetap terkendali. Pemerintah akan terus menjaga aktivitas ekonomi domestik dan mewaspadai dampak perlambatan global. Di samping itu, kinerja APBN yang on-track hingga Oktober 2023 akan terus ditingkatkan serta diakselerasi untuk menjaga aktivitas perekonomian dalam negeri dan mengoptimalkan APBN sebagai shock absorber. (Red. Deni Surjantoro, Kepala Biro KLI)

 

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini