Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
HOW TO LIVE WELL WITH SK MUTASI
N/a
Selasa, 28 Oktober 2014 pukul 09:12:11   |   5887 kali

Sebagai Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan umumnya, dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada khususnya, sejak awal kita diminta untuk menandatangani kontrak “bersedia ditempatkan di mana saja dalam wilayah Indonesia”. Hal ini berarti sewaktu-waktu Negara membutuhkan kita untuk ditempatkan, maka kita harus siap berangkat, sejauh apa pun tempat itu dari tempat tinggal keluarga kita. Saat-saat awal kita diterima di instansi tercinta ini, sepenuh kesadaran kita menandatangani formulir itu dan siap melaksanakan yang telah kita janjikan kepada negara dengan sepenuh hati tanpa ada niatan untuk ingkar janji. Tetapi apakah kita benar-benar sudah mengerti konsekuensi dari apa yang telah kita tanda-tangani tersebut? Apakah kita benar-benar siap bila Negara menempatkan kita di mana saja dalam wilayah Republik Indonesia? Ataukah kita menandatangani sebatas basa-basi saja? Atau malah kita menandatanganinya dalam keadaan euphoria karena diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan tanpa menyadari resiko yang mungkin muncul kemudian?

Bayangan awal penulis akan kalimat “bersedia ditempatkan di mana saja dalam wilayah Indonesia” ternyata jauh kembang dari api. Awalnya saya berfikir sejauh-jauhnya penempatan, pulau Sumatera sudah saya anggap sebagai tempat yang jauh. Ketika penulis berhadapan langsung dengan kalimat sakti tersebut barulah tersadar tentang betapa luasnya Republik Indonesia ini. Membentang seluas 1.904.569 km², Indonesia merupakan Negara terluas ke-13 di seluruh dunia (data id.wikipedia.org). Dengan 17 kantor wilayah dan 70 kantor pelayanan di seluruh Indonesia, betapa besar kemungkinan bagi kita sebagai pegawai DJKN untuk ditempatkan di kota lain, pulau lain, jauh dari kampung halaman kita. Maka kita harus menyiapkan diri jika sewaktu-waktu mutasi terjadi pada diri kita.

Tinggal di luar pulau tempat keluarga kita berada bukanlah sesuatu yang mudah. Selain jauh dari keluarga, tanah rantau tidak akan pernah seindah dan senyaman kampung halaman. Kehidupan kita di kampung halaman hanya akan kita nikmati setahun sekali, kenyamanan rumah akan kita tinggalkan untuk sesuatu yang belum pasti, dan perpisahan dengan keluarga besar adalah sesuatu yang tak terhindarkan.

Namun walaupun kehidupan rantau tak pernah semudah dan semenyenangkan tinggal di kampung halaman, tak berarti kita tidak bisa bahagia di sana. Dengan adanya Surat Keputusan Mutasi (SK Mutasi), kita tidak bisa lari dari tanggung jawab untuk memenuhi Surat Keputusan tersebut. Walaupun dengan berat hati kita menerima Surat Keputusan tersebut, tidak berarti kita tidak bisa lagi menikmati hidup. Penulis baru 11 tahun merantau keluar dari kampung halaman, belum banyak pengalaman saya dalam menikmati hidup di tanah rantau, tapi saya punya beberapa tips dan cara untuk menerima dan membuat hidup saya nyaman di perantauan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menuangkan hal-hal tersebut dalam suatu tulisan untuk menjadi inspirasi bagi rekan-rekan saya di instansi DJKN agar Surat Keputusan Mutasi tak lagi menjadi momok mengerikan atau mimpi buruk yang menggerogoti kebahagiaan kita.

1. Penerimaan Saat menerima salinan Surat Keputusan Mutasi, mungkin kita akan terkejut karena kota tujuan mutasi yang sungguh jauh dari yang kita harapkan. Apalagi betapa kalutnya kita saat hendak menyampaikan berita tersebut pada keluarga kita. Tetapi kepindahan kita adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari. Cobalah menerima kepindahan tersebut dengan lapang dada, ingatlah akan hal-hal lain yang telah Allah SWT berikan kepada kita sehingga kita bisa lebih mensyukuri hidup. Dan jangan lupa untuk selalu bertawakal kepada Allah SWT atas apa yang mungkin akan terjadi di depan. Percayalah bahwa di manapun di bumi Allah, pertolongannya akan tetap datang kepada kita saat kita membutuhkan. Apapun kesulitan kita, pasti ada kemudahan setelahnya. Apapun masalah kita, pasti ada jalan keluarnya. Tutup mata, ambil nafas dalam-dalam, dan ucapkan basmallah sepenuh hati saat memberitahukan berita mutasi kepada keluarga, saat mulai berkemas, saat melangkahkan kaki ke angkutan yang akan membawa kita ke tanah rantau, kapan pun saat hati kita merasa berat menerimanya. Dalam menghadapi keluarga, kita harus terlebih dulu menerima Keputusan Mutasi ini sebelum kita beritahukan kepada keluarga. Karena apabila hati kita masih berat, maka keluarga juga akan merasakan hal tersebut.

2. Carilah pengganti teman atau saudara. Pada saat awal kita sampai di tanah rantau, bisa jadi kita tidak mengenal siapa-siapa. Teman kantor baru, tetangga baru, ibu kos baru, semua serba baru. Tinggal di tanah rantau akan lebih berat saat kita sendirian, oleh karena itu mulailah menjalin silaturahmi baru, kembangkanlah jaringan pertemanan, carilah saudara baru di sana. Orang Indonesia terkenal akan keramahannya, mereka selalu merentangkan tangan menerima dengan hangat siapapun yang datang kepada mereka. Pertama, kenalkanlah diri dengan teman-teman di kantor, mereka adalah orang terdekat kita saat ini dan mereka lah orang-orang yang paling sering kita temui. Kemudian, jangan ragu untuk menjalin silaturahmi dengan tetangga kamar kos kita. Walaupun hanya bertemu di malam hari dan saat akhir pekan, persahabatan yang tumbuh antar sesama penghuni kos akan membuat hidup kita lebih nyaman di perantauan. Saat saya jauh dari keluarga, teman-teman saya sudah bagaikan saudara bagi saya. Saling menolong dalam kesusahan merupakan hal yang biasa dilakukan antar sesama perantau. Saat berkumpul bersama mereka bagaikan bertemu dengan saudara, sungguh indah. Anda akan kaget bagaimana kehidupan di tanah rantau dapat membuat orang-orang yang dulunya asing menjadi saudara dekat.

3. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung Bagaimanapun juga keinginan kita untuk hidup nyaman di tempat yang baru, ingatlah bahwa kita ada di tanah orang. Ada peraturan adat di tempat yang bersangkutan yang harus kita hormati, ada adat kebiasaan setempat yang harus kita terima. Biasakan diri dengan kebiasaan-kebiasaan di tempat yang baru. Saat penulis berada di Sorong, Papua Barat, penulis belajar bagaimana cara orang-orang di sana berbicara. Bagi saya, mereka selalu berbicara seakan-akan sedang marah, tetapi setelah belajar banyak bersama mereka saya menyadari bahwa memang seperti itulah cara mereka berbicara. Setelah itu saya sudah tidak pernah kaget lagi dengan cara mereka bicara. Saat penulis tinggal di Pontianak, butuh waktu agak lama untuk mengerti apa yang mereka katakan karena dialek Melayu yang mereka gunakan sehari-hari. Setelah empat tahun di kota ini, penulis mulai fasih menggunakan dialek seperti yang digunakan teman-teman di kantor.

4. Nikmati kekhasan dari masing-masing daerah Kalau ada yang menanyakan kepada saya apa yang saya paling nikmati saat saya tinggal di Sorong, hal itu adalah makanan laut. Di Sorong, makanan laut sangat berlimpah dan harganya sangat murah jika dibandingkan tempat kelahiran saya. Sedangkan di Pontianak, penulis selalu menunggu-nunggu datangnya musim durian dengan rasa yang menggigit dan harganya tak sampai selangit, hehehe. Saat kita sedang tinggal di suatu daerah, mengapa tidak sekalian menikmati apa yang menjadi kekhasan dari daerah itu? Kita sudah sampai di tempat itu, mengapa tidak sekalian mencoba apa yang menarik dari tempat itu? Kita bisa mencoba kuliner-kuliner menarik khas daerah tersebut, dan jangan lupa dengan tempat wisata terkenal yang ada di daerah itu. Sekali lagi, kita sudah di sana, tinggal sedikit lagi kita bisa menikmati keindahan alam yang terkenal. Nikmati juga kekhasan budaya yang ada di sana. Beraneka ragamnya budaya di Indonesia memungkinkan kita untuk bisa lebih menjelajahi kekayaan budaya yang ada.

5. Enjoy the adventure. Pernahkah Anda mendengar ungkapan bahwa merantau akan membentuk kedewasaan Anda? Ungkapan itu telah penulis buktikan kebenarannya. Tinggal jauh dari keluarga dengan segala permasalahan yang ada membuat kita harus kreatif menangani setiap masalah yang timbul. Merantau akan mengajarkan Anda arti kemandirian yang sepenuhnya. Saat rasanya hati sudah tak mampu menahan semua tekanan yang ada, penulis selalu mengingatkan kepada diri sendiri bahwa semuanya ini akan ada akhirnya, bahwa di balik setiap kesusahan akan ada kemudahan. Walaupun terdengar sangat teoretis, seringkali ungkapan tersebut mampu member tambahan semangat bagi saya untuk melanjutkan hari. Saat hendak menyerah, ingatlah bahwa sedikit lagi kita akan sampai pada garus finish. Sebagai makhluk yang memiliki Tuhan, saya selalu mengingatkan diri sendiri bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari diri saya yang dapat membantu setiap saya memiliki masalah.

6. Nyalakan harapan akan hari esok yang lebih baik. Percaya atau tidak, harapan bahwa suatu saat saya akan ditempatkan kembali di kampung halaman selalu memberikan saya kekuatan untuk tetap bertahan dan bekerja dengan sebaik mungkin. Setiap tahun saya menanti keluarnya SK Mutasi, dan walaupun di tahun-tahun tersebut yang saya dapatkan adalah kekecewaan tetapi dian harapan tetap nyala di hati saya. Di satu sisi, memendam harapan bisa menjadi sesuatu yang tidak sehat karena hal tersebut membuat kita tidak bisa move on, harapan tersebut membelenggu kita dari melihat keadaan nyata yang sedang terjadi. Tetapi, keadaan tanpa harapan lebih mematikan semangat hidup. Saat hidup tak lagi memiliki harapan maka yang tinggal adalah kepasrahan, dan kepasrahan itu pada akhirnya akan menurunkan produktivitas bekerja. So, just keep hoping that someday we will return to home.

Penulis : Rima Pusparani Pelaksana pada Bagian Umum Kantor Wilayah DJKN Kalimantan Barat

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini