Pertama sekali sebelum saya melanjutkan tulisan ini saya ingin menyatakan bahwa tulisan ini dibuat sama sekali bukanlah untuk menggurui atau semacamnya, namun lebih sebagai bentuk tanggungjawab moral saya yang sudah dipercaya pimpinan DJKN untuk bertugas sebagai juru sita piutang negara dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Dan saya juga yakin, banyak senior saya yang mempunyai segudang lebih kiat yang tentunya lebih ampuh jika diterapkan dibanding yang saya tuliskan disini.
Urusan Piutang Negara selalu identik dengan juru sita dimana pejabat ini ditugaskan sebagai ujung tombak pada seksi Piutang Negara di setiap KPKNL. Biasanya seorang juru sita juga merangkap sebagai petugas penata BKPN pada Seksi Piutang Negara sehingga beban target yang diberikan pimpinan KPKNL melalui kepala Seksi PN merupakan bagian dari beban kerja juru sita selain beban lain sesuai tupoksinya. Dari uraian mengenai posisi juru sita pada setiap KPKNL tersebut tentunya seorang Juru Sita dituntut selain bekerja sesuai aturan yang berlaku juga mendukung tercapainya target yang telah ditetapkan pimpinan KPKNL .
Dalam menjalankan tugas tersebut tentunya dibutuhkan kiat-kiat tertentu agar tujuan utama pengurusan piutang Negara, yaitu tercapainya target penerimaan PNDS 100%, juga tugas sesuai tupoksi sebagai Juru Sita terpenuhi. Beberapa kiat yang kebetulan sudah saya terapkan adalah sebagai berikut:
1. RELASI DENGAN PENYERAH PIUTANG HARUS SOLID.
Harus diakui bahwa tugas utama pengurusan piutang negara tidak bisa lepas dari peranan penyerah piutang sebagai mitra juru sita / penata BKPN. Pada awal saya masuk ke KPKNL Tasikmalaya Desember 2004 hubungan dengan penyerah piutang, saya ditugaskan untuk menata BKPN BRI Singaparna, datar-datar saja. Untuk melakukan tugas penyitaan kami harus datang sendiri ke kantor BRI Singaparna yang jaraknya ± 17km dari kantor KPKNL Tasikmalaya. Saya sendiri melakukan hal tersebut beberapa kali dan pernah satu kali ditolak untuk melanjutkan tugas karena alasan kendaraan sedang dipakai semua dan petugas pendamping tidak ada. Saya sendiri tidak mempermasalah hal tersebut namun sedikit bertanya mengapa penyerah piutang yang notabenenye pihak yang membutuhkan tugas KPKNL untuk membantu menyelesaikan piutang macetnya tidak antusias pada saat diminta bantuan untuk melakukan tugas tersebut. Namun saya mendapat informasi bahwa akar penyebab sikap dari penyerah piutang adalah sikap dari petugas KPKNL sendiri yang tidak serius menangani BKPN yang telah diserahkan. Sebelum KPKNL Tasikmalaya dibuka, pengurusan piutang BRI Singaparna ditangani oleh KPKNL Bandung yang jaraknya ratusan kilometer dari Singaparna. Saya yakin ini salah satu penyebab mengapa pengurusan piutang BRI Singaparna tidak optimal dilaksanakan oleh KPNL Bandung mengingat faktor jarak yang cukup signifikan. Setelah menganalisa akar masalah tersebut saya berkesimpulan bahwa hasil penagihan dan intensitas Juru Sita untuk sering melakukan penagihan adalah jawabannya. Beberapa bulan sejak program penagihan intensif terhadap BRI Singaparna dan hasil PNDS yang didapat cukup lumayan, pihak penyerah piutang mulai berubah sikap. Petugas juru sIta yang dulu harus datang ke kantor BRI Singaparna sekarang mendapatkan fasilitas antar jemput. Akses tukar menukar informasi debitur juga sudah sangat lancar dimana permintaan informasi dari BRI Singaparna maupun sebaliknya direspon dengan sangat cepat. Fasilitas e-mail untuk tukar menukar info saldo hutang debitur keseluruhan secara uptodate juga sudah dimanfaatkan. Jadi, kuncinya adalah layani penyerah piutang sesuai dengan misi yang sama-sama kita emban yaitu hasil penagihan yang optimal.
2. SIKAP TERHADAP DEBITUR (PENANGGUNG HUTANG);
Tidak kalah pentingnya sikap kita dengan penyerah piutang adalah sikap kita terhadap debitur. Menurut saya sebagai petugas di kantor pelayanan kita tidak boleh membedakan sikap kita terhadap kedua belah pihak dimana debitur juga mempunyai hak yang sama untuk kita layani sebaik mungkin. Memposisikan debitur sebagai terdakwa dan pihak yang posisinya berada dibawah penyerah piutang akan menyebabkan kita mempunyai sikap yang seolah-olah merendahkan. Perlu diingat bahwa pihak yang memberikan pemasukan kepada Negara berupa biad PUPN 10% adalah debitur. Jadi tidak ada salahnya jika kepada pihak yang menguntungkan Negara diperlakukan dengan baik. Pengalaman saya, sikap yang tidak berat sebelah dan sama-sama menghormati posisi masing-masing memberikan keuntungan yang signifikan dalam pelaksanaan tugas kita. Pertama, untuk melakukan pembayaran hutang debitur merasa tidak perlu ditagih karena segan apabila mengecewakan kita yang telah melayaninya dengan baik. Kedua, tugas-tugas kejurusitaan yang memang harus kita laksanakan mengingat urutan tingkat pengurusan yang tidak boleh berhenti akan mulus dilaksanakan mengingat debitur sudah mengerti posisi dan tugas masing-masing. Adakalanya, walaupun debitur tetap melakukan pembayaran hutang, kita juga tetap harus melakukan penyampaian surat paksa maupun penyitaan karena angsuran debitur dirasa belum sesuai dengan jumlah hutangnya. Dan karena sikap kita itu debitur dapat menerima tindakan pengurusan piutang Negara tersebut bahkan hingga pengumuman lelang di surat kabar debitur tidak melakukan protes atau complain.
3. SIKAP TERHADAP APARAT PEMERINTAHAN SETEMPAT;
Sebelum melakukan tindakan pengurusan piutang negara biasanya kami menuju kantor desa / kelurahan setempat untuk melapor. Saya melapor untuk memohon izin dari penguasa wilayah setempat untuk melakukan tugas kejurusitaan. Sikap ini saya rasakan cukup ampuh untuk membuat pemimpin wilayah setempat merasa dihargai kedudukannya. Hasil yang kita dapatkan adalah dukungan, baik berupa data yang kita butuhkan maupun bantuan antar ke lokasi apabila diperlukan selain tentunya bantuan perlindungan apabila terjadi hal-hal yang tidak dibutuhkan;
4. SIKAP TERHADAP PIHAK KETIGA APABILA BARANG JAMINAN BUKAN MILIK DEBITUR;
Sering terjadi penyitaan harus dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga dan beberapa kasus, pihak ketiga dimaksud tidak ada hubungan kekeluargaan dengan debitur. Kemungkinan terburuk adalah tidak terlaksananya tindakan penyitaan terhadap barang jaminan dimaksud. Untuk mengatasi hal tersebut, menurut pengalaman saya, perlu dilakukan dulu tindakan pra penyitaan. Tindakan tersebut berupa kunjungan beberapa kali kepada pihak ketiga tersebut untuk mencari informasi tentang terjadinya penjaminan dan tentunya mencoba mencari solusi penyelesaian atas kasus tersebut. Biasanya, setelah beberapa kali kunjungan dan pihak ketiga tersebut merasa bahwa tindakan juru sita untuk melakukan penyitaan adalah merupakan bagian dari “sekedar menjalankan perintah tugas”, pihak ketiga tersebut akan berupaya untuk bersikap kooperatif. Kuncinya, jangan sekali-kali menipu atau mengelabui pihak ketiga tersebut hanya agar yang bersangkutan mau membubuhkan tandatangannya di BAP.
5. PENDAMPING JURUSITA YANG HANDAL;
Dalam melakukan tugas kejurusitaan biasanya saya didampingi oleh rekan yang saya yakini dapat diandalkan baik dalam penatausahaan pra penyitaan (pembuatan BAP, BA Paksa, salinan surat-surat, dll), pada saat penyitaan, dan pasca penyitaan. Saat saya bertugas di KPKNL Sorong, petugas pendamping yang sering bersama saya adalah Reynold R. Pattiasina, sedangkan di KPKNL Tasikmalaya adalah Dedi Restujaya. Alasan yang saya ambil untuk meminta kedua orang ini tentunya berdasarkan analisa saya sendiri pada saat mencari pendamping. Untuk tugas pra dan pasca penyitaan sudah jelas, adalah tugas administrasi belaka. Yang tidak kalah krusialnya adalah pada saat penyitaan. Di daerah Priangan Timur mayoritas debitur adalah penutur bahasa daerah aktif. Saya meminta pendamping saya untuk menerjemahkan setiap pembicaraan debitur dan meminta pendapat tentang apa yang harus saya perbuat berkaitan dengan budaya dan kebiasaan masyarakat setempat. Hasilnya, beberapa bulan saya bertugas, pendamping yang berfungsi sebagai penerjemah, sukses mengajari saya untuk menjadi penutur bahasa sunda halus aktif. Juga harus diperhatikan attitude pendamping. Pengalaman saya, tugas pendamping adalah juga sebagai penengah apabila terjadi cekcok mulut antara juru sita dengan debitur atau pihak ketiga yang tidak bisa menerima tindakan penyitaan. Kadang pendamping juga berfungsi untuk mendukung skenario yang sudah dibuat Juru Sita. Biasanya, untuk debitur yang tidak kooperatif, juru sita bertindak seolah-olah tidak ada jalan lain selain pengosongan rumah dan bersikap keras kepada debitur. Pada saat itulah pendamping masuk kedalam pembicaraan, setelah juru sita keluar untuk berpura-pura memotret agunan, untuk memberi solusi agar segera melakukan pembayaran minimal 50% dari total hutang dimana nominal 50% seolah-olah adalah bentuk solusi yang ditawarkan atas nama staf pendamping.
6. JAGA SIKAP PADA SAAT KUNJUNGAN ON THE SPOT MENEMUI DEBITUR;
Sikap yang saya maksudkan disini biasanya hal yang dianggap kecil oleh sebagian orang namun tidak bagi tuan rumah. Perlu diingatkan bahwa kunjungan kepada debitur adalah tindakan untuk penagihan yang sudah pasti mempunyai efek psikologis kepada pihak debitur. Sikap yang sopan dan cenderung hangat sedikit banyak dapat membuat suasana penagihan menjadi cair. Contohnya: bukalah sepatu saat akan memasuki rumah debitur walaupun debitur menyatakan tidak perlu, tanyakan kabar debitur apakah baik-baik saja, lakukan sedikit basa-basi yang berbau humor.
7. Yang terakhir dan tidak kalah pentingnya adalah laporan berkala kepada kepala seksi kita. Perlu diingat bahwa tugas kejurusitaan merupakan tugas “team work”, bukan “one man show”. Laporan berkala kepada kepala seksi membantu kita apabila karena suatu hal terjadi kealpaan, menyangkut sikap kita kepada debitur maupun hal lain yang luput dari perhatian kita. kepala seksi biasanya menjadi benteng terakhir yang dapat membantu mencari solusi atas permasalahan yang terjadi. Disini, komunikasi antar staf dan pimpinannya menjadi kata kunci yang tepat.
Demikian kiat-kiat yang dapat saya share, mohon maaf apabila ada kata-klata yang tidak berkenan. Harapan saya semoga dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua. Amin.
Ferry Hidayat, S.Mn.
NIP 060086819
(Alumni Prodip III PPLN Angkatan I)
DATA HASIL PENGURUSAN PIUTANG NEGARA |
||||
PT BRI (PERSERO) CABANG SINGAPARNA DALAM 5 TAHUN |
||||
PNDS |
Biad |
PB |
TOTAL |
|
2005 |
1.312.787.566 |
105.466.502 |
1.398.459 |
1.419.652.527 |
2006 |
1.949.260.375 |
166.431.048 |
802.495 |
2.116.493.918 |
2007 |
1.765.622.453 |
167.302.440 |
30.594 |
1.932.955.487 |
2008 |
2.450.221.130 |
216.070.919 |
- |
2.666.292.049 |
2009 |
2.909.854.042 |
188.836.031 |
42.949 |
3.098.733.022 |
10.387.745.566 |
844.106.940 |
2.274.497 |
11.234.127.003 |