Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Museum Tekstil Palembang, Bangunan Bersejarah Jadi Hotel?
N/a
Senin, 27 Juni 2011 pukul 11:18:59   |   2030 kali

Oleh: Iwan Victor Leonardo (KPKNL Palembang)

       Membutuhkan sebuah  penjelasan ketika masyarakat awam mempertanyakan mengapa bangunan bersejarah “dialihfungsikan” menjadi hotel. Sebagaimana pemberitaan Harian Sriwijaya Post tanggal 4 Mei 2011 (hal:9), bahwa bangunan bersejarah yang berlokasi di jalan Talang Semut Palembang yang merupakan bangunan peninggalan kolonial Hindia Belanda dan dibangun tahun 1883 ini, akan “dialihfungsikan” menjadi hotel  bertingkat enam yang akan dipergunakan untuk menampung tamu-tamu kenegaraan pada saat penyelenggaraan Sea Games pada bulan Nopember nanti.

       Museum Tekstil yang merupakan Aset Daerah ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya milik pemerintah daerah.  Undang-Undang  Nomor  5 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang  Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mendefenisikan cagar  budaya  sebagai  warisan  budaya  bersifat kebendaan  berupa  benda  cagar  budaya,  bangunan cagar  budaya,  struktur cagar  budaya,  situs  cagar budaya, dan kawasan  cagar  budaya  di  darat dan/atau  di  air  yang  perlu  dilestarikan keberadaannya  karena  memiliki  nilai  penting  bagi  sejarah,  ilmu  pengetahuan,  pendidikan,  agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Dalam undang-undang ini tidak diatur tentang “alih fungsi” melainkan pengembangan yang dijelaskan pada  pasal 78 yang berbunyi “pengembangan  cagar  budaya  dilakukan  dengan memperhatikan  prinsip  kemanfaatan,  keamanan, keterawatan,  keaslian dan  nilai-nilai  yang melekat padanya”.

       Aset atau barang daerah merupakan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah. Potensi ekonomi bermakna adanya manfaat finansial dan ekonomi yang bisa diperoleh pada masa yang akan datang, yang dapat menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi pelayanan publik kepada masyarakat.

         Demikian halnya dengan bangunan bersejarah peninggalan Hindia Belanda ini merupakan aset daerah sekaligus bangunan cagar budaya yang hanya dikembangkan pemanfaatannya tanpa mengubah bentuk aslinya sebagaimana tercantum dalam pasal 95  UU No.11 Tahun 2010 bahwa pemerintah daerah mempunyai  tugas  melakukan  perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya. Ketentuan tersebut diperjelas kembali oleh  PP No.38/2008 tentang perubahan atas PP No.6/2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.17/2007 tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah.

        Pemerintah daerah dalam membuat kebijakan terhadap pengembangan bangunan cagar budaya ini seharusnya juga telah memperhatikan apakah bangunan saat ini telah memberikan produktivitas yang maksimum sehingga tetap dibiarkan atau sebaiknya dibangun bangunan lain yang lebih bernilai atau dengan istilah lain harus memperhatikan highest and best use, dimana ia  harus memenuhi 4 (empat) kriteria yaitu : physically possible, secara fisik dimungkinkan; legally permissible, secara legal diizinkan; financially feasible, layak secara finansial; maximally productive, produktivitas maksimum (menghasilkan nilai tertinggi).  Sehingga pada akhirnya pemerintah daerah tidak salah langkah dalam membuat kebijakan dalam mempersiapkan diri  sebagai tuan rumah Sea Games Nopember nanti dan dalam mengelola aset daerah demi kemaslahatan masyarakat Palembang.



Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini