Oleh: Iwan Victor Leonardo (KPKNL Palembang)
Membutuhkan sebuah penjelasan ketika masyarakat awam mempertanyakan mengapa bangunan bersejarah “dialihfungsikan” menjadi hotel. Sebagaimana pemberitaan Harian Sriwijaya Post tanggal 4 Mei 2011 (hal:9), bahwa bangunan bersejarah yang berlokasi di jalan Talang Semut Palembang yang merupakan bangunan peninggalan kolonial Hindia Belanda dan dibangun tahun 1883 ini, akan “dialihfungsikan” menjadi hotel bertingkat enam yang akan dipergunakan untuk menampung tamu-tamu kenegaraan pada saat penyelenggaraan Sea Games pada bulan Nopember nanti.
Museum Tekstil yang merupakan Aset Daerah ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya milik pemerintah daerah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mendefenisikan cagar budaya sebagai warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Dalam undang-undang ini tidak diatur tentang “alih fungsi” melainkan pengembangan yang dijelaskan pada pasal 78 yang berbunyi “pengembangan cagar budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian dan nilai-nilai yang melekat padanya”.
Aset atau barang daerah merupakan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah. Potensi ekonomi bermakna adanya manfaat finansial dan ekonomi yang bisa diperoleh pada masa yang akan datang, yang dapat menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi pelayanan publik kepada masyarakat.
Demikian halnya dengan bangunan bersejarah peninggalan Hindia Belanda ini merupakan aset daerah sekaligus bangunan cagar budaya yang hanya dikembangkan pemanfaatannya tanpa mengubah bentuk aslinya sebagaimana tercantum dalam pasal 95 UU No.11 Tahun 2010 bahwa pemerintah daerah mempunyai tugas melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya. Ketentuan tersebut diperjelas kembali oleh PP No.38/2008 tentang perubahan atas PP No.6/2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.17/2007 tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah.
Pemerintah daerah dalam membuat kebijakan terhadap pengembangan bangunan cagar budaya ini seharusnya juga telah memperhatikan apakah bangunan saat ini telah memberikan produktivitas yang maksimum sehingga tetap dibiarkan atau sebaiknya dibangun bangunan lain yang lebih bernilai atau dengan istilah lain harus memperhatikan highest and best use, dimana ia harus memenuhi 4 (empat) kriteria yaitu : physically possible, secara fisik dimungkinkan; legally permissible, secara legal diizinkan; financially feasible, layak secara finansial; maximally productive, produktivitas maksimum (menghasilkan nilai tertinggi). Sehingga pada akhirnya pemerintah daerah tidak salah langkah dalam membuat kebijakan dalam mempersiapkan diri sebagai tuan rumah Sea Games Nopember nanti dan dalam mengelola aset daerah demi kemaslahatan masyarakat Palembang.