Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Mengenal Economic Analysis of Law
Irma Reisalinda Ayuningsih
Jum'at, 12 Mei 2023 pukul 12:09:46   |   9416 kali

Dalam perspektif ekonomi, pada dasarnya manusia adalah makhluk yang rasional dan sekaligus makhluk ekonomi (homo economicus) dimana dalam mengambil tindakan lebih mengutamakan nilai ekonomis dengan alasan dan pertimbangan ekonomis. Manusia akan menggunakan rasionya untuk menilai secara untung-rugi, kelebihan kekurangan, kemampuan-keterbatasan dengan membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang akan diperoleh.[1]

Sejarah telah menunjukkan bahwa masalah hukum selalu memiliki dimensi ekonomi.[2] Alain Marciano percaya bahwa “hukum dan ekonomi dapat dipahami melalui asumsi metodologis dasar.” Dalam masyarakat manapun, aturan hukum mencakup setiap aspek kehidupan. Dalam dunia ekonomi politik, “ilmu ekonomi adalah tentang kelembagaan pada umumnya, dan tentang hukum pada khususnya.”[3]

Pendekatan EAL ini didasari oleh aliran utilitarianisme dari Jeremy Bentham yang menekankan pada kemanfaatan. Menurut Bentham, suatu ketentuan hukum dapat dikatakan sebagai hukum apabila dapat memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk orang terbanyak (the greatest happiness of great number).[4]

EAL merupakan suatu analisa hukum yang menggunakan konsep-konsep ekonomi. Tercatat bahwa pada tahun 1949 dilakukan upaya untuk menganalisa hukum dengan teori ekonomi. Dimulai di University of Chicago di bawah program penelitian peraturan antitrust yang disebut Antitrust Project. Dilanjutkan pada tahun 1960, Journal of Law and Economics menerbitkan sebuah artikel yang berjudul “The Problem of the Social Cost” oleh Ronald Coase. Artikel tersebut mengulas tentang undang-undang dan peraturan, dan bagaimana keduanya mempengaruhi perekonomian.[5] Publikasi perihal EAL selanjutnya ditulis oleh Richard Posner dalam bukunya yang berjudul Economic Analysis of Law. Richard Posner menjelaskan ideologi EAL sebagai berikut:[6] Ilmu ekonomi adalah ilmu yang dipilih dibuat oleh pelaku rasional yang memiliki kepentingan diri di dunia dimana sumber daya terbatas; analisis ekonomi mikro modern adalah bahwa pelaku rasional akan berusaha untuk memaksimalkan kekayaan mereka dari terbatasnya sumber daya yang tersedia.

Posner menambahkan EAL dapat dijadikan suatu pendekatan untuk menjawab permasalahan hukum dengan mengutarakan definisi berbeda dan asumsi-asumsi hukum yang berbeda pula untuk mendapatkan gambaran tentang kepuasan (satisfaction) dan peningkatan kebahagian (maximization of happiness). Pendekatan ini erat kaitannya dengan keadilan di dalam hukum. Untuk melakukannya, maka hukum dijadikan economic tools untuk mencapai maximization of happiness.[7] Pendekatan dan penggunaan analisis ini harus disusun dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi dengan tidak menghilangkan unsur keadilan, sehingga keadilan dapat menjadi economic standard yang didasari oleh tiga elemen dasar, yaitu nilai (value), kegunaan (utility), dan efisiensi (efficiency) yang didasari oleh rasionalitas manusia.[8] Berdasarkan konsep dasar ini, EAL menyimpulkan bahwa hukum diciptakan dan diaplikasikan untuk tujuan utama meningkatkan kepentingan umum seluas-luasnya (maximizing overall social utility).[9]

EAL menjadi sangat penting untuk menjembatani dua nilai antinomi hukum yaitu keadilan (justice) dan kepastian hukum (legal certainty). Pendekatan EAL ini memberikan tiga manfaat, yaitu:[10]

1. The economic theory assists many legal scholars to obtain a certain perspective outside their own legal discipline (ilmu ekonomi membantu para sarjana hukum dalam memperoleh suatu perspektif dari luar disiplin ilmu mereka)..

2. In a normative sense, an economic theory assists in explaining the value of conflicts by pointing out that one value, specifically efficiency, has to be sacrificed in order to achieve other values (pada tingkat normatif, ilmu ekonomi membantu menjelaskan konflik-konflik nilai dengan menunjukkan berapa banyak satu nilai, khususnya efisiensi, harus dikorbankan untuk mencapai nilai yang lain).

3. In a positive analysis, an economic theory contributes on understanding that based on justification of a specific legal decision (pada tingkat analisis positif, ilmu ekonomi memberikan kontribusi untuk pemahaman yang mendasari alasan-alasan keputusan hukum tertentu).

Menurut Maria Soetopo Conboy, EAL adalah aplikasi/perangkat dari teori ekonomi untuk mengevaluasi proses, formasi, struktur, dan dampak peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan terhadap masyarakat. Esensi EAL adalah dampak dari putusan/kebijakan yang dilakukan hari ini untuk ke depannya dan tujuan EAL adalah untuk kesejahteraan masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945.

Prinsip efisiensi dalam ekonomi berlaku dalam hal manfaat yang didapat haruslah lebih besar dari usaha/biaya yang dikeluarkan (cost-benefit analysis). Sedangkan dari perspektif filosofi hukum, konsep efisiensi akan memberikan gambaran tentang keadilan, karena menciptakan hukum yang berkeadilan hukum itu haruslah efisien.[11]

Sebagaimana tersebut di atas, EAL didasari oleh tiga konsep dasar yaitu yaitu nilai (value), kegunaan (utility), dan efisiensi (efficiency) yang didasari oleh rasionalitas manusia, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Konsep pilihan rasional (rational choice)

Konsep ini menjadi asumsi dasar dalam EAL. Konsep pilihan rasional dimulai dari asumsi dasar bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk rasional. Konteks kepuasan manusia sifatnya tidak terbatas dan manusia tidak pernah puas terhadap apa yang mereka peroleh dan capai, sehingga mereka didorong untuk mengambil keputusan terbaik dari piluan-pilihan yang ada dari ketersediaan sumber daya yang langka. Hal ini dilakukan untuk peningkatan kemakmuran (wealth maximization), sehingga manusia sebagai makhluk ekonomi juga disebut sebagai rational maximizer.[12]

Sebagai makhluk rasional, pilihan yang dipilihnya berdasarkan pertimbangan untung rugi, kelebihan-kekurangan dengan membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang akan diperoleh. Selain membuat keputusan terhadap pilihannya, manusia juga mempunyai kemampuan untuk mencari alternatif terbaik berikutnya (the next best alternative) yang terbatas. Usaha dan kemampuan semacam ini dapat dikatakan sebagai peningkatan (maximizing).[13] Suatu pilihan atau choice tidak bisa dilepaskan dari konsep kelangkaan atau scarcity. Hal ini sesuai dengan teori klasik ekonomi, yaitu setiap orang menginginkan sesuatu yang lebih dari apa yang tersedia untuk memuaskan dirinya.[14]

2. Konsep Nilai (value)

Menurut Posner, suatu nilai (value) dapat diartikan sebagai sesuatu yang berarti atau penting (significance), keinginan atau hasrat (desirability) terhadap sesuatu, baik secara moneter atau non moneter, sehingga sifat yang melekat padanya berupa kepentingan pribadi (self-interest) manusia untuk mencapai kepuasan.[15] Suatu nilai dapat diidentifikasi dengan karakteristik yang melekat padanya, yaitu suatu pengharapan keuntungan (expected return) atau kerugian. Pertimbangan manusia dalam menentukan suatu nilai, pada akhirnya selalu ditujukan pada relevansi peningkatan kemakmuran (wealth maximization).[16] Keuntungan Ekonomis dirumuskan dengan Economic Profits = Total Revenue – (Explicit Cost+Implicit Cost)[17] dan/atau keuntungan ekonomis lebih bersifat kepuasan atau kebahagiaan yang bersifat moneter dan non-moneter yang ditujukan kepada total utility.

3. Konsep Efisiensi (efficiency)

a. Pareto Efficiency (Vifredo Pareto)

Pareto menawarkan dua konsep alokasi keuntungan untuk mengukur efisiensi, yaitu Pareto Optimality dan Pareto Superiority. Pareto Optimality terjadi jika pembagian keuntungan bisa sampai pada satu tingkat yang sama-sama membuat semua orang berbahagia. Apabila hal tersebut tidak dimungkinkan, maka dapat diterapkan Pareto Superiority yang merupakan cara dimana paling sedikit ada satu orang yang merasa lebih berbahagia tanpa ada satu orang lain merasa lebih menderita. Penerapan dalam ketentuan hukum yaitu, semua ketentuan hukum dianggap baik, bila ketentuan hukum itu menaikkan kesejahteraan bersama (pareto optimality), atau paling tidak ketentuan hukum tersebut membawa perubahan yang lebih baik bagi satu kelompok tanpa menurunkan kesejahteraan kelompok lain (pareto superiority).[18]

b. Kaldor-Hicks Efficiency (Nicholas Kaldor & John R. Hicks)

Kaldor Hicks menyatakan bahwa berbagai cara bisa ditempuh asalkan kebahagiaan warga masih bisa terus ditingkatkan terlepas dari ada tidaknya warga lain yang menjadi berkurang kebahagiaannya. Disini yang dihitung totalitas (akumulasi) kebahagiaan setelah dibagi masih membawa kenaikan kebahagiaan. Jadi, kompensasi diterapkan. Cara ini akan mendorong hukum selalu memandang kebaikan hukum hanya berdasarkan kebahagiaan dari jumlah warga masyarakat terbesar (the greatest happiness of the greatest number).[19]

c. Coase Theorem (Ronald H. Coase)

Ronald Coase menganalisa hubungan antara aturan pertanggungjawaban (rules of liability) dan pengalokasian sumber daya (allocation of resources). Menurutnya, suatu aturan hukum baru dapat dikatakan bermanfaat, dan perlu dipertahankan, apabila aturan tersebut mampu meminimalkan biaya (cost efficiency). Biaya ini tidak hanya bagi para pihak yang berkepentingan secara langsung tetapi juga harus diperhatikan bentuk-bentuk eksternalitas yang harus dipikul oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan terkadang eksternalitas yang harus dipikul oleh satu generasi, melainkan sampai ke generasi-generasi berikutnya. Eksternalitas (externality) adalah biaya atau keuntungan yang muncul dari suatu transaksi, yang harus ditanggung atau diterima oleh mereka yang sebenarnya tidak terlibat langsung dalam transaksi tersebut.[20]

4. Konsep Utilitas (Utility)

Menurut Cooter dan Ulen, utilitas merupakan manfaat yang didapatkan karena pengambilan keputusan dalam memilih pilihan dengan alternatif penggunaannya.[21] Dalam EAL, penggunaan konsep utilitas memiliki arti kegunaan atau manfaat dari barang ekonomi yang dapat memberikan/menghasilkan keuntungan yang mengarah kepada kesejahteraan. Terdapat dua jenis pengertian utilitas dalam EAL, pertama pengharapan kegunaan (expected utility) sebagaimana diartikan sebagai kebahagiaan oleh pemikir utilitarian. Kedua, utilitas dalam arti yang digunakan oleh filsuf utilitarinisme, yaitu kebahagiaan.[22]

Dari konsep-konsep dasar ekonomi tersebut di atas, diketahui bahwa konsep-konsep ini tidak berdiri sendiri dan menjadi kesatuan dalam mengevaluasi porsi-porsi ekonomi dalam pengkajian suatu masalah, misalnya dalam hal efektivitas terhadap regulasi dan ketentuan hukum. Keberadaan ketentuan hukum dikatakan efektif apabila memiliki nilai (yaitu dapat ditegakkan penerapannya), berdaya guna (berfungsi sesuai tujuannya), dan efisien (pemberlakuannya untuk kesejahteraan orang banyak).[23]

Pendekatan ekonomi terhadap hukum (EAL) dapat dibedakan dalam tiga tesis, yaitu:[24]

a. Tesis deskriptif jika konsep dan prinsip ekonomi dipakai sekadar untuk mendeskripsikan suatu aturan hukum yang telah ada.

b. Tesis eksplanatoris adalah tesis yang menggunakan konsep dan prinsip ekonomi untuk menjelaskan mengapa suatu masyarakat harus memiliki suatu aturan hukum tertentu.

c. Tesis evaluatif adalah tesis yang menggunakan konsep dan prinsip ekonomi untuk dipakai sebagai kriteria penilaian, sehingga sebuah aturan dapat diputuskan untuk dibentuk, dipertahankan, atau dicabut.


[1] Yuli Indrawati, Economic Analysis of Law (EAL) atas Ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, dikutip dari buku Aktualisasi Hukum Keuangan Publik, hlm 256.

[2] Law and Economics: A Reader, Ed. Alain Marciano, (London and New York: Routledge, 2009), hlm 1 dikutip dari buku Dr. Maria Soetopo Conboy, B.Sc, MBA dan Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, S.H., M.H., Economic Analysis of Law Krisis Keuangan dan Kebijakan Pemerintah, (Jakarta : Diadit Media, 2015), hlm 134.

[3] Ibid, hlm 2 dikutip dari ibid.

[4] Yuli Indrawati, Economic Analysis of Law (EAL) atas Ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, dikutip dari buku Aktualisasi Hukum Keuangan Publik, hlm 256.

[5] Law and Economics: A Reader, Ed. Alain Marciano, (London and New York: Routledge, 2009), hlm 3-4 dikutip dari buku Dr. Maria Soetopo Conboy, B.Sc, MBA dan Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, S.H., M.H., Economic Analysis of Law Krisis Keuangan dan Kebijakan Pemerintah, hlm 134 – 135.

[6] Ibid, hlm 44 dikutip dari buku ibid hlm 141.

[7] Bushan J. Komadar, Journal: The Raise and Fall of a Major Financial Instrument, University of Westminster, 2007, hlm 1 dikutip dari buku Dr. Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Seri 1 Pengantar, (Jakarta : Kencana Prenamedia Group, 2013), hlm 45.

[8] Richard A. Posner, Economic Analysis of Law, Seventh Edition, (New York: Aspen Publishers, 2007), hlm 15 dikutip dari buku Ibid.

[9] Dr. Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Seri 1 Pengantar, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), hlm 45.

[10] Ibid, hlm 253.

[11] Yuli Indrawati, Economic Analysis of Law (EAL) atas Ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, dikutip dari buku Aktualisasi Hukum Keuangan Publik, hlm 256 – 257.

[12] Dr. Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Seri 1 Pengantar, hlm 49.

[13] Robert Cooter & Thomas Ulen, Law & Economics, 5th Edition, (London: Pearson Addison Wesley, 2008), hlm 3 dikutip dari buku Dr. Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Seri 1 Pengantar, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), hlm 50.

[14] Dominick Salvatore, Eugene Dullio, Principles of Economics, (USA: McGraw Hill, 2003), hlm 11, dikutip dari buku Ibid.

[15] Richard A. Posner, Economic Analysis of Law, Seventh Edition, (New York: Aspen Publishers, 2007), hlm 10, 70, 271, dikutip dari buku Dr. Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Seri 1 Pengantar, hlm 51.

[16] Walter J. Wessels, Economics, (USA: Barron’s Educational Series, 2006), hlm 612, dikutip dari buku Dr. Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Seri 1 Pengantar, hlm 52.

[17] Dominick Salvatore, Eugene Dullio, Principles of Economics, (USA: McGraw Hill, 2003), hlm 11, dikutip dari buku Ibid.

[18] Marsudi Djojodipuro, Pengantar Ekonomi untuk Perencanaan, (Jakarta: UI Press, 1994), hlm 198-199 dikutip dari tulisan Yuli Indrawati, Economic Analysis of Law (EAL) atas Ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara dalam buku Aktualisasi Hukum Keuangan Publik, (Bandung: Mujahid Press, 2014), hlm 258.

[19] Sidharta, Utilitarianisme, (Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Tarumanegara, 2007), hlm 52-62 dikutip dari Ibid.

[20] Ibid hlm 52-55, dikutip dari ibid, hlm 257

[21] Robert Cooter & Thomas Ulen, Law & Economics, 5th Edition, (London: Pearson Addison Wesley, 2008), hlm 9 dikutip dari buku Dr. Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Seri 1 Pengantar, hlm 56.

[22] Ibid, hlm 55-56.

[23] Dr. Fajar Sugianto, Economic Analysis of Law: Seri Analisis Ke-ekonomian tentang Hukum, Seri 1 Pengantar, hlm 58.

[24] Yuli Indrawati, Economic Analysis of Law (EAL) atas Ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara dalam buku Aktualisasi Hukum Keuangan Publik, hlm 255.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini