Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Prosedur Pelaksanaan Persidangan E-Litigasi Berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 363/KMA/SK/XII/2022
Agus Rodani
Jum'at, 05 Mei 2023 pukul 16:30:16   |   4485 kali

A. Latar Belakang

Sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan sehingga perlu dilakukan pembaharuan administrasi dan persidangan guna mengatasi kendala dan hambatan dalam penyelenggaraan peradilan.[1]

Atas dasar tersebut di atas, Mahkamah Agung senantiasa berusaha melakukan inovasi dan terobosan besar dalam memberikan layanan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan kepada para pengguna layanan pencari keadilan. Hingga saat ini, Mahkamah Agung RI telah meluncurkan aplikasi E-Court yang melayani adminitrasi perkara secara elektronik bagi pengguna layanan, meliputi pendaftaran perkara (E-Filing), pembayaran (e-payment), panggilan/pemberitahuan (e-summons), dan persidangan secara elektronik (e-Litigation).

Pelayanan secara elektronik tersebut di atas, telah mempunyai payung hukum, dan beberapa kali mengalami perubahan yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara elektronik yang mencabut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan secara Elektronik. Dan terakhir diubah melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

Sebagai petunjuk teknis layanan adminitrasi perkara dan persidangan secara elektronik, Mahkamah Agung menerbitkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 363/KMA/SK/XII/2022 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara Perdata, Perdata Agama, dan Tata Usaha Negara di Pengadilan Secara Elektronik.

Peraturan Mahkamah Agung tersebut dimaksudkan sebagai landasan hukum penyelenggaraan administrasi perkara dan persidangan secara elektronik di pengadilan untuk mendukung terwujudnya tertib penanganan perkara secara professional, transparan, akuntabel, efektif, efisien, dan modern.

B. Pembahasan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dari layanan E-Court yang telah diluncurkan Mahkama Agung RI, penulis disini hanya menguraikan prosedur persidangan secara elektronik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pengertian E-Litigation (Persidangan Secara Elektronik)

Berdasarkan ketentuan umum artinya serangkaian proses memeriksa dan mengaduli perkara oleh pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi.[2] Namun perlu digarisbawahi bahwa berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 363/KMA/SK/XII/2022 tidak semua perkara di Pengadilan dapat dilakukan secara E-Litigation namun baru secara limitatif diberlakukan terhadap perkara dengan klasifikasi Gugatan, Gugatan Sederhana, dan Bantahan Permohonan.

Pihak Yang Berperkara Dalam E-Litigation

Sesuai Angka II Surat Keputusan Mahkamah Agung tersebut, terdapat 2 (dua) Pengguna Layanan Administrasi Perkara Secara Elektronik,[3] yaitu :

1. Pengguna Terdaftar, Pengguna Terdaftar adalah Advokat, Kurator dan Pengurus, yang telah mendaftarkan akunnya melalui ecourt.mahkamahagung.go.id dan telah diverifikasi oleh Pengadilan Tinggi terkait.

2. Pengguna Lain adalah Perseorangan, Kementerian dan Lembaga/BUMN atau Badan Usaha lain, Jaksa yang notabenenya milik pemerintah, Kejaksaan dalam konteks sebagai Pengacara Negara, Badan Hukum atau Kuasa Insidentil yang berperkara di Pengadilan dengan cukup membawa identitas diri berupa KTP/Passport dan dilengkapi Surat Kuasa/Surat Tugas. Jika Pihak merasa kebingungan atau tidak mengetahui teknisnya, maka akan ada Petugas yang ditunjuk secara khusus di Meja Court Pengadilan untuk memberikan layanan dan informasi terhadap administrasinya. Kuasa dari Kanwil DJKN/KPKNL masuk dalam katagori Pengguna Lain.

Jika dibandingkan antara Pengguna Terdaftar dan Pengguna lain, bedanya adalah Pengguna Lain harus mendaftarkan akunnya di meja khusus E-Court yang ada di Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSP) Pengadilan sedangkan Pengguna Terdaftar dapat di mana saja. Selain itu Pengguna Lain juga memiliki akun yang sifatnya temporary hingga 14 hari sejak perkara diputus, di lain sisi Pengguna Terdaftar memiliki masa berlaku akun yang relatif lebih lama.[4]

Persidangan Secara Elektronik

1. Pemeriksaan Dokumen Awal

a. Pada hari pertama, Pengguna Terdaftar dan Pengguna Lain menyerahkan asli surat kuasa, asli surat gugatan dan asli surat persetujuan principal untuk beracara secara elektronik.

b. Pada hari sidang pertama yang dihadiri oleh para pihak, hakim menawarkan kepada Tergugat untuk beracara secara elektronik, kecuali dalam perkara tata usaha negara.

c. Dalam hal Tergugat diwakili oleh advokat maka persetujuan utuk beracara secara elektronik tidak diperlukan.

d. Dalam hal perkara tata usaha negara, pada hari pemeriksaan persiapan pertama, Pengguna Terdaftar dan Pengguna Lain menyerahkan asli surat kuasa, asli surat gugatan, asli/ fotocopy objek sengketa (KTUN) dan asli persetujuan principal untuk beracara secara elektronik.

e. Pemeriksaan persiapan dalam perkara tata usaha negara dilaksanakan secara manual.

2. Proses Persidangan

a. Sidang Pertama tetap akan dilaksanakan secara tetap muka. Hakim akan meminta Pengguna (khususnya Penggugat) untuk menyerahkan tiga dokumen asli, yaitu Surat Kuasa, Surat Gugatan dan Surat Persetujuan Prinsipal. Jika pada sidang Pertama para Pihak sudah lengkap, maka sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 akan ditempuh upaya mediasi terlebih dahulu dengan jangka waktu normal 30 hari.

b. Apabila di dalam proses mediasi tersebut tidak tercapai kesepakatan di antara Para Pihak maka proses sidang dilanjutkan dengan tatap muka untuk kedua kalinya di ruang persidangan. Dalam proses inilah sejatinya E-Litigation benar-benar dimulai. Kemudian karena sedari awal Penggugat adalah Pihak yang telah mendaftarkan perkaranya secara online (E-Filling), maka Hakim akan menawarkan kepada Tergugat untuk beracara secara elektronik dengan cara menandatangani form kesediaan yang telah disiapkan.[5]

c. Apabila di dalam proses mediasi tersebut tidak tercapai kesepakatan di antara Para Pihak maka proses sidang dilanjutkan dengan tatap muka untuk kedua kalinya di ruang persidangan. Dalam proses inilah sejatinya E-Litigation benar-benar dimulai. Kemudian karena sedari awal Penggugat adalah Pihak yang telah mendaftarkan perkaranya secara online (E-Filling), maka Hakim akan menawarkan kepada Tergugat untuk beracara secara elektronik kepada Tergugat kecuali Tergugat diwakili oleh Advokat atau dalam perkara tata usaha negara. Apabila para pihak berperkara setuju selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Sidang.

d. Kemudian, apabila Tergugat setuju untuk beracara secara elektronik maka pelaksanaan E-Litigation benar-benar dimulai dan persidangan akan ditunda sementara waktu. Tergugat yang tidak menunjuk Advokat dan belum memiliki akun E-Court akan diarahkan oleh Panitera Pengganti menuju Meja E-Court untuk mendaftarkan akunnya terlebih dahulu dengan status sebagai “Pengguna Lain” yang dijelaskan teknisnya oleh Petugas E-Court. Melalui akun tersebut Pengguna akan mengetahui jadwal sidang, dokumen yang diupload oleh Pihak lain, dan mengupload dokumennya sendiri.

e. Setelah Tergugat memiliki akun, maka Tergugat kembali ke ruang persidangan dan penundaan sidang dicabut oleh Hakim. Proses selanjutnya Hakim akan menyusun dan menetapkan jadwal persidangan (court calendar) dari awal pemeriksaan hingga pembacaan putusan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Jadwal Persidangan inilah yang menjadi dasar untuk pelaksanaan sidang selanjutnya secara online, maka dari itu harus dipahami dan ditaati dengan baik oleh Para Pihak.

f. Dalam hal terdapat Tergugat/Turut Tergugat yang tidak menyetujui siding secara elektronik, persidangan elektronikdilangsungkan bagi pihak yang menyetujui, sedangkan yang tidak setuju menyerahkan jawaban, duplik, dan simpulan kepda panitera siding melalui PTSP paling lambat sebelum jadwal siding untuk diunggah kedalam SIP (Sistem Informasi Persidangan).[6]

E-Litigation Tidak Sepenuhnya Bersidang Secara Elektronik

Pelaksanaan E-Litigation ini bukan sama sekali tidak ada tatap muka di persidangan, tetapi meminimalisir proses tatap muka yang misal sebelumnya dilakukan 15 kali menjadi empat kali saja. Tatap muka yang dimaksud setidaknya dilakukan hanya pada tahap Persidangan Pertama, Persidangan Kedua, Verifikasi Bukti Surat, dan Pemeriksaan Saksi atau Ahli jika dibutuhkan.

Proses meminimalisir tatap muka sangat terasa pada proses jawab-menjawab seperti penyerahan Jawaban, Replik, Duplik, dan Kesimpulan. Jika sebelumnya Para Pihak harus datang ke pengadilan dan menyerahkan dokumen secara fisik kepada Hakim, maka melalui E-Litigation proses tersebut tidak lagi diperlukan.

Proses Bersidang Secara Elektronik (E-Litigation)

1. Setelah Penggugat dan Para Tergugat mendaftarkan diri sebagai Pengguna Terdaftar atau Pengguna Lain akan mendapatkan username dan password. Username dan password digunakan saat kita mengakses dan menggunakan dengan alamat https://ecourt.mahkamahagung.go.id.(login).

2. Untuk login pada website tersebut ada beberapa menu yaitu :

a. Login untuk pengguna lain;

b. Login untuk pengguna terdaftar; dan

c. Login untuk Kurator.

Selaku kuasa dari Kanwil DJKN/ KPKNL, kita login untuk Pengguna lain, dengan memasukkan username dan password.

3. Setelah berhasil login, akan keluar dashboard E-Court yang berisi beberapa menu, pilih jenis perkara sesuai dengan register perkara apakah perdata, perdata khusus, pailit, atau upaya hukum. Misalkan perkaranya jenis perdata, kita klik menu perdata, kemudian akan keluar register perkara yang kita tangani sebagai pihak yang berperkara/bersidang.

Lalu klik nomor register perkara, akan keluar tingkatan proses beracara mulai dari jawaban sampai dengan Simpulan.

4. Apabila amar putusan Hakim/Hakim Ketua sudah ditetapkan. Akan diupload pemberitahuan berupa Amar Putusan dan Resume Putusan.

Sesuai tata cara yang diatur dalam Juknis tersebut, dapat disimpulkan bahwa Para Pihak cukup di depan laptop atau personal computer-nya masing-masing untuk melihat jadwal sidang yang akan dilaksanakan. Semisal, agenda sidang penyerahan jawaban dilakukan pada hari Selasa, tanggal 19 April 2023 pukul 11.00 WIB, maka Tergugat cukup meng-upload dokumen jawaban dalam bentuk pdf,rtf atau doc tersebut di akun E-Court selambat-lambatnya pada hari Selasa, tanggal 19 April 2023 pukul 10.59 WIB. Setelah di upload Hakim akan memverifikasi berkas tersebut untuk diteruskan kepada Pihak lainnya melalui akun ­E-Court masing-masing.

Apabila sampai waktu yang telah ditentukan Para Pihak tidak mengirimkan dokumennya di akun E-Court pada waktu yang telah ditetapkan, maka Hakim akan meneliti alasan Para Pihak terlebih dahulu. Apabila Para Pihak memiliki alasan yang sah untuk tidak mengirim dokumennya pada waktu yang telah ditetapkan, maka atas dasar kebijaksanaan Hakim agenda sidang tersebut akan ditunda satu kali. Namun apabila Para Pihak tidak memiliki alasan yang sah, maka demi hukum dapat disimpulkan bahwa Para Pihak tidak menggunakan haknya untuk itu dan proses persidangan akan dilanjutkan dengan agenda lain.

Proses Pemeriksaan Alat Bukti Surat, Saksi dan AHli dalam E-Litigation

Pemeriksaan Alat Bukti Surat dalam E-Litigation dilakukan secara double check system mengingat sangat menentukannya Alat Bukti Surat dalam perkara perdata. Double Check System artinya pemeriksaan dilakukan melalui dua tahap, yaitu pemeriksaan secara online (softcopy) dan pemeriksaan dokumen aslinya secara fisik.

Maka dari itu, pertama-tama Para Pihak wajib terlebih dahulu mengupload bukti-bukti surat yang telah diberi materai melalui akun E-Courtnya. Apabila sudah,selanjutnya Para Pihak wajib datang ke Kantor Pengadilan sesuai dengan court calendar yang telah ditetapkan dengan membawa bukti fisik berupa dokumen aslinya.

Sedangkan untuk Pemeriksaan Saksi dan Ahli dalam ­E-Litigation telah dibuka ruang untuk dilakukan secara teleconference. Itu artinya Para Pihak dan Saksi tidak perlu datang ke kantor Pengadilan untuk proses pemeriksaan ini. Sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Perma Nomor 1 Tahun 2019 yang berbunyi “Dalam hal disepakati oleh para pihak, peseridangan pembuktian dengan acara keterangan saksi dan/ atau ahli dapat dilaksanakan secara jarak jauh melalui media komunikasi audio visual yang memungkinkan semua pihak dapat berpartisipasi dalam persidangan’.

Putusan Perkara oleh Hakim/Hakim Ketua

Pada dasarnya menurut Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, suatu Putusan dikatakan sah dan memiliki kekuatan hukum apabila diucapkan dalam siding dan terbuka untuk umum. Di Era Digitalisasi ini, Mahkamah Agung melakukan rechtvinding atau suatu terobosan hukum dimana penyampaian putusan secara elektronik kepada Para Pihak melalui akun E-Court juga sah dan memiliki kekuatan hukum yang sama. Maka dari itu dalam agenda sidang pembacaan putusan, Para Pihak tidak perlu lagi datang ke Pengadilan untuk mendengar pembacaan putusan namun cukup memantau akun E-Courtnya saja untuk memperoleh Putusan.

C. Kesimpulan

Dari uraian panjang di atas, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan persidangan secara elektronik (e-litigasi) tidak wajib. Dimana Hakim akan menawarkan kepada Tergugat untuk beracara secara elektronik kepada Tergugat kecuali Tergugat diwakili oleh Advokat atau dalam perkara tata usaha negara. Apabila para pihak berperkara setuju selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Sidang. Dalam hal terdapat Tergugat/Turut Tergugat yang tidak menyetujui siding secara elektronik, persidangan elektronikdilangsungkan bagi pihak yang menyetujui, sedangkan yang tidak setuju menyerahkan jawaban, duplik, dan simpulan kepda panitera siding melalui PTSP paling lambat sebelum jadwal siding untuk diunggah kedalam SIP (Sistem Informasi Persidangan).

2. Persidangan tidak semua dilaksanakan secara elektronik, untuk Sidang Pertama semua pihak wajib datang untuk menyerahkan Asli Surat Kuasa, Fotocopy Ijin Advokat, KTP, Kartu Pegawai dan Surat Tugas (fotocopy KTP dan Kartu Pegawai untuk seluruh Kuasa Hukum DJKN yang ada dalam surat kuasa). Untuk Penggugat menyerahkan juga Surat Gugatan. Pada tahap pembuktian berupa surat dan saksi/ ahli, kebanyakan dilaksanakan hadir secara fisik di pengadilan.

3. Dengan adanya persidangan elektronik, Kanwil DJKN/KPKNL merasa sangat terbantu karena lebih efisien dan efektif.

4. Perlu adanya penyempurnaan kembali terkait peraturan/petunjuk teknis dan sarana prasarana agar pelaksanaan e-court dapat berjalan secara maksimal.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Daftar Pustaka :

1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

2. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Secara Elektronik

3. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peratguran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019

4. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.

5. https://peradi-tasikmalaya.or.id/mengenal-lebih-jauh-E-Court-dan-E-Litigation/

Penulis : Agus Rodani

Pegawai pada Kanwil DJKN Kalimantan Barat.


[1] Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

[2] Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Secara Elektronik

[3] Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 363/KMA/SK/XII/2022

[4] https://peradi-tasikmalaya.or.id/mengenal-lebih-jauh-E-Court-dan-E-Litigation/

[5] https://peradi-tasikmalaya.or.id/mengenal-lebih-jauh-E-Court-dan-E-Litigation/

[6] Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 363/KMA/SK/XII/2022

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini