Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Idul Fitri Momentum ASN Meningkatkan Hubungan Horizontal dan Vertikal
Ridho Kurniawan Siregar
Selasa, 02 Mei 2023 pukul 09:43:07   |   1761 kali

Manusia merupakan makhluk sosial dengan Idul Fitri ini mengingatkan bahwa Iebaran adalah momentum memperkuat solidaritas dengan sesama manusia lebih-lebih bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk melakukan perubahan dan perbaikan diri dalam memberikan pelayanan kepada publik, setelah menjalankan perintah ibadah puasa dan menjauhi segala larangan dalam membangun hubungan intensif dengan Allah selama bulan puasa. Realisasi dari hubungan horizontal dan vertikal ini adalah dengan memupuk persaudaraan dan rasa peduli kepada sesama sebagai hamba yang bertakwa.

Jadi setelah selama sebulan menjalankan puasa Ramadhan, sebagai seorang ASN tetap memberikan layanan optimal dan terbaik kepada masyarakat diharapkan Idul Fitri tidak hanya sebagai hari kemenangan, tetapi juga banyak momen yang kita dapatkan antara lain melakukan perubahan dan perbaikan diri untuk meningkatkan hubungan horizontal dan vertikal tentunya bagi pegawai untuk mendorong peningkatkan semangat kinerja pegawai.

Penulis mencoba menjelaskan momentum lebaran sebagai refleksi untuk meningkatkan hubungan horizontal dengan sesama manusia dan hubungan vertikal kepada Tuhannya serta melakukan perubahan dan perbaikan diri. Ucapan selamat Idul Fitri “Mohon Maaf Lahir Batin” merupakan sebuah kalimat yang kita ucapkan pada hari raya Idul Fitri setiap tahun. Kejadian atau kekhilafan yang lama sudah berlalu, yang baru akan dimulai dengan hati yang bersih karena kita sudah saling memaafkan satu dengan yang lainnya. Memaafkan bukan hanya lahir saja namun permohonan maaf yang lebih mendalam, yakni batin. Tentunya momentum lebaran ini banyak yang kita dapatkan untuk meningkatkan hubungan horizontal dan vertikal, serta sebagai momentum untuk melakukan perubahan dan perbaikan diri.

A. Momentum Lebaran Sebagai Refleksi Untuk Meningkatkan Hubungan Horizontal dan Vertikal.

Sebagai seorang muslim, patutlah kita menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia yang meliputi semua hal yang berkaitan dengan dunia. Fitrah manusia yang tidak bisa hidup sendiri atau disebut dengan makhluk sosial. Hal itu membuat seseorang untuk menjalin hubungan dengan yang lainnya.

Banyak cara untuk menjalin hubungan agar baik seperti saling menghormati, berkasih sayang, berpengertian dan saling menghargai. Hal tersebut dibutuhkan menghadapi keragaman yang ada di muka bumi ini. Apalagi di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, dan agama.

Hal ini membuktikan bahwa dengan menerapkan keseimbangan vertikal dalam hidup kita, dapat sekaligus menciptakan keseimbangan horizontal bagi semua makhluk. Keseimbangan horizontal merupakan hubungan kita terhadap sesama manusia. Manusia merupakan makhluk sosial, saling bergantung satu sama lain. Saat butuh bantuan, maka akan meminta tolong kepada yang lain, dan mendapatkan bantuan dari orang lain pula. Maka, kita tidak boleh bertindak seenaknya dengan orang lain, menyakitinya, bahkan bersikap tak acuh pada orang lain.

Karena suatu saat kita akan membutuhkan bantuan orang lain, membutuhkan keahlian, jasa orang lain. Jika kita bersikap tidak menghargai sesama, saat dalam masa sulit kita akan sendirian, tak ada yang membantu. Keseimbangan vertikal dan horizontal, sangatlah penting untuk membantu membentuk pribadi yang berkualitas. Tidak hanya sebatas prestasi, namun juga ber-etikat, manner, dan bermoral yang baik. Keseimbangan vertikal atau bisa juga disebut sebagai hablun min Allah, maksudnya adalah hubungan kita dengan Allah SWT.

Memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu akhlak mulia yang perlu ditanamkan pada diri manusia atau pegawai. Ajaran agama tentang memaafkan kesalahan orang lain yang dapat menjadi pedoman. Saling memaafkan atas segala kesalahan, kekhilafan secara lahir maupun batin, yaitu melupakan semuanya dan tidak ada sedikitpun bekas yang menempel dihati. Berati kita akan membuang jauh-jauh segala kesalahan orang lain, bukan menyimpan di dalam hati kita.

Jika tidak bisa memaafkan kesalahan orang lain akan memperburuk hubungan kita dengan orang dan hubungan kita dengan Allah SWT secara vertikal, sehingga kita tidak akan dapat kembali pada kesucian yang disimbolkan bahwa Allah Maha Pemaaf. Namun untuk mendapatkan maaf dari Allah karena adanya kesalahan dari sesama manusia perlu kita mendapatkan maaf terlebih dahulu dari sesama manusia. Manfaat Puasa Ramadhan yang merupakan wahana guna menebus segala kesalahan kita kepada Allah. Sedangkan untuk kesalahan kepada manusia, kita tetap harus melalui permintaan maaf secara langsung kepada yang bersangkutan sebagai sesama manusia secara horizontal.

Maka, perkataan “mohon maaf lahir dan batin” sesungguhnya merupakan bentuk pelaksanaan dari permintaan maaf secara langsung kepada manusia guna mendapatkan pengampunan dari Allah. Disinilah, kaitan antara ungkapan minal a'idzin wal faizin yang berdimensi vertikal dengan ungkapan mohon maaf lahir dan batin yang berdimensi horisontal.

Memaknai mudik dalam dimensi sosio-kultural dan religious, selain maaf-maafan ada satu hal yang akan selalu melekat dalam Idul Fitri, yaitu momen mudik. Hal yang lebih penting dalam memaknai Hari Raya Idul Fitri ini, sebagai seorang hamba, manusia memiliki banyak kesalahan terhadap sesama. Momentum Idul Fitri dapat digunakan sebagai peleburan dosa dengan cara saling memaafkan, sehingga menyambut babak baru dalam keadaan suci.

Tapi yang paling penting memang kita itu menggunakan hari raya Idul Fitri untuk saling memaafkan satu sama lain. Karena saling memaafkan satu sama lain itu tanda orang bertakwa. Anjuran untuk meningkatkan upaya ketakwaan, sesuai ajaran agama, salah satunya adalah melalui memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan menyadari kesalahan-kesalahan dalam hidup atau kekurangan-kekurangan dalam ibadah. Selain itu, dalam ajaran tersebut juga menyatakan bahwa Allah telah menyiapkan surga yang luas bagi orang yang bertakwa. Salah satu upaya untuk meraih ketakwaan adalah lewat berpuasa, "Puasa itu tujuannya agar jadi orang bertakwa".

Bahwa mudik bagi seorang manusia merupakan upaya untuk menemukan dasar jati dirinya. Kerinduan pada kampung halaman, keluarga, orang tua sejatinya adalah kerinduan seseorang pada dirinya sendiri. Pada dirinya yang asli, yang merupakan seorang manusia. Karena sering kali tanah rantau menghantam dengan berbagai macam tuntutan yang menjadikan manusia tak ubahnya sekadar mesin penghasil laba atau pegawai yang ditempatkan jauh dari tempat tinggalnya.

Sama seperti ibadah puasa yang me-recharge (mengisi kembali) jiwa manusia untuk kembali menjadi seorang insan (manusia yang baik), kembali ke kampung halaman adalah momen refleksi untuk kembali ke akar. Berbahagialah bila dalam mudik tersebut masih ada momen silaturahmi ke tetangga, keluarga jauh bahkan kawan masa kecil. Karena di sanalah letak sumber sejarah kemanusiaan kita. Untuk kembali menapaktilasi masa-masa lalu yang membawa kesadaran bahwa di balik citra yang selama ini dikenakan, ada banyak ketidaksempurnaan diri yang secara ikhlas harus diterima dan dimaafkan.

Dalam momen mudik inilah setidaknya seorang manusia akan kembali mengenal identitasnya. Hal ini menjadi penting saat harus berhadapan dengan zaman yang dipenuhi kegamangan, citra dan ketidakpastian masa depan. Sebab dengan mengenal identitas dan memiliki kesadaran akan jati diri, seseorang akan lebih mampu untuk menjawab tantangan zaman dengan memberi perubahan-perubahan positif bagi lingkungannya.

Kembali ke fitri dalam momen lebaran sungguh bermakna membawa diri pada kondisi kembali ke suci. Kembali ke keadaan nol. Bila puasa meluruhkan dosa manusia yang bersifat vertikal kepada Allah SWT, di Idul Fitri dosa yang sifatnya horizontal diharapkan dihapuskan pula. Hal ini karena saat momen lebaran, tali silaturahmi dan saling memaafkan kembali terjalin ke mereka yang selama ini mungkin terlupa oleh rutinitas.

Indonesia sebagai negara yang penuh keberagaman suku, agama, ras dan budaya perlu menamkan nilai-nilai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan, memupuk terus toleransi untuk menghindari perpecahan. Perbedaan masih menjadi persoalan, meski intensitasnya kecil. Maka di sinilah pentingnya literasi beragama, utamanya toleransi internal umat beragama dan toleransi antarumat beragama. Idealnya setiap insan beragama mampu merayakan perbedaan dengan indah dalam bingkai kemanusiaan dan kebangsaan.

Meski ada perbedaan dalam kehidupan sehari-hari, sejatinya hari raya harus tetap menjadi momen yang penuh dengan keceriaan, kebersamaan, dan keikhlasan dalam beribadah. Dan tentu saja, sebagai seorang Muslim harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Termasuk peran signifikan dari pemerintah, sebagaimana yang diharapkan Negara harus hadir menjadi pihak yang adil dan ihsan dalam memandang dan memberikan fasilitas jika terjadi perbedaan di Indonesia.

Masyarakat harus memaknai perbedaan sebagai keberkahan dan rahmat. Perbedaan harus dimaknai sebagai keindahan yang harus dijaga dipupuk dan tidak dijadikan sebagai alat yang berpotensi menumbuhsuburkan konflik dan perpecahan bangsa. Momentum Idul Fitri adalah momentum kembali kepada fitrah manusia yang sesungguhnya, yakni fitrah manusia yang mencintai kebenaran, kebaikan, keindahan dan kedamaian.

Perang yang terbesar itu adalah perang melawan diri sendiri dari segala hawa nafsu yang bisa menghancurkan baik diri sendiri maupun orang lain dan itulah esensi dari berpuasa. Indonesia sebagai negara yang penuh keberagaman suku, agama, ras dan budaya perlu menamkan nilai-nilai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan, memupuk terus toleransi untuk menghindari perpecahan.

B. Memaknai Idul Fitri Sebagai Momentum Perubahan dan Perbaikan

Tentunya dalam meningkatkan atau menyeimbangkan hubungan horizontal dan vertikal diperlukan adanya yaitu sebuah perubahan dan perbaikan. Adakalanya, kita merasa perlu memperbaiki diri dengan mengubah aspek tertentu dalam kehidupan kita. Oleh sebab itu, pengalaman memperbaiki diri adalah hal biasa yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Mungkin kita ingin meningkatkan keterampilan di bidang tertentu, merasa lebih nyaman dalam bergaul, lebih bahagia, atau lebih produktif. Agar bisa memperbaiki diri, kita harus menentukan tujuan yang spesifik, melakukan perubahan, dan mampu mengatasi kendala ketika kita berusaha menjadi yang terbaik.

Hari yang sangat berbahagia adalah Idul Fitri, merupakan hari raya besar umat muslim yang dirayakan setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan. Di hari raya ini, umat muslim merayakan kemenangan setelah melewati tantangan dan ujian selama satu bulan penuh. Perubahan dan perbaikan sikap terhadap sesama maupun terhadap pelayanan publik harus optimal, meningkat, dan berdampak langsung ke masyarakat. Oleh karena itu, Idul Fitri dapat dimaknai sebagai momentum perubahan dan perbaikan bagi pegawai serta kinerjanya, antara lain:

1. Menjadi momen untuk merenungkan dan melakukan perubahan pada diri sendiri. Setelah berpuasa selama satu bulan penuh, kita seharusnya dapat merasakan perubahan positif pada diri kita sendiri, baik secara fisik maupun spiritual. Oleh karena itu, Idul Fitri dapat menjadi momen yang tepat untuk merenungkan kembali diri kita sendiri dan melakukan perbaikan yang lebih besar dalam kehidupan kita;

2. Menjadi momen untuk memperbaiki hubungan dengan keluarga, teman-teman, dan sesama pegawai. Di hari raya ini, kita dapat memaafkan orang-orang yang pernah melakukan kesalahan pada kita dan memperbaiki hubungan yang kurang bagus. Hal ini dapat menjadi momen yang penting untuk memperkuat persaudaraan dan kerukunan;

3. Menjadi momen untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat di sekitar kita. Kita dapat memanfaatkan momen ini untuk melakukan amal kebaikan dan memberikan bantuan bagi orang-orang yang membutuhkan. Hal ini dapat membawa dampak positif bagi masyarakat di sekitar kita dan dapat menjadi bagian dari perubahan yang lebih besar.

Idul Fitri juga dapat menjadi momen untuk melakukan perubahan dan perbaikan pada diri kita dalam segala aspek terutama aspek agama. Kita dapat memanfaatkan momen ini untuk memperkuat iman dan takwa kita serta memperbaiki amal ibadah kita. Kita dapat memulai dengan mengevaluasi kebiasaan kita selama sebulan penuh Ramadhan. Kemudian kita evaluasi, apa yang berhasil dan apa yang perlu diperbaiki.

Selain itu, kita juga dapat menggunakan momen Idul Fitri ini untuk memperbaiki hubungan antara umat muslim dan non-muslim. Kita dapat memanfaatkan momen ini untuk lebih memahami dan menghargai perbedaan antar agama, serta mempromosikan persaudaraan dan kerukunan antarumat beragama.

Selanjutnya, Idul Fitri juga dapat menjadi momen untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam aspek sosial. Kita dapat memanfaatkan momen ini untuk lebih peduli terhadap kondisi masyarakat di sekitar kita, serta berpartisipasi dalam program-program sosial yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Makna Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara Indonesia sudah memiliki Pancasila sebagai ideologi sakral negara yang disepakati oleh para founding father negara.

Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjabarkan bahwa negara Indonesia bukan tipikal negara sekuler dan juga bukan negara agama tertentu.

Bersatunya kecintaan akan agama dan negara sehingga di Indonesia, agama bisa berjalan beriringan dengan negara Pancasila. Secara sempurna menyatukan kecintaan terhadap negara sejalan dengan kecintaan pada agama melalui sebuah jargon singkat hubbul wathan minal iman yang berarti nasionalisme bagian dari iman.


Negara Indonesia mengakui Tuhan YME menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab yatu negara kebangsaan yang memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita rakyat yang luhur. Negara Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi manusia sebagai pribadi dengan segala hak dan kewajibannya.


Negara tidak memaksakan agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME karena setiap orang punya keyakinan masing-masing. Maka negara dalam hal ini menjamin kemerdekaan setiap warganya untuk memeluk agama dan kepercayaan sesuai dengan hati nuraninya. Kebebasan beragama adalah saah satu hak asasi paling dasar karena langsung bersumber pada martabat manusia sebagai pribadi dan mahluk Tuhan.

Sebagai perekat bangsa, sosial kultural menjadi kompetensi dasar bagi ASN. Alasannya adalah kompetensi ini menyangkut adanya perbedaan latar belakang budaya para ASN atau pegawai dengan masyarakat yang dilayani. Masyarakat Indonesia begitu majemuk dengan begitu banyak suku, budaya, agama/kepercayaan dan latar belakangnya. Kemajemukan masyarakat Indonesia ini diharapkan tidak menjadi kendala bagi pegawai untuk memberikan pelayanannya. Perekat Bangsa Hal-hal yang perlu dipahami pada kompetensi ini adalah sebagai berikut:

· Kemampuan dalam mempromosikan sikap toleransi, keterbukaan, peka terhadap perbedaan individu/ kelompok masyarakat.

· Mampu menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam mempersatukan masyarakat dan membangun hubungan sosial psikologis dengan masyarakat di tengah kemajemukan Indonesia sehingga menciptakan kelekatan yang kuat antara ASN dan para pemangku kepentingan serta diantara para pemangku kepentingan itu sendiri.

· Menjaga, mengembangkan, dan mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia

Dalam kesimpulannya, Idul Fitri dapat menjadi momentum penting bagi pegawai untuk meningkatkan hubungan horizontal dan vertikal serta melakukan perubahan dan perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan. Selain melakukan perubahan dan perbaikan pada diri sendiri, kita juga dapat melakukan perubahan dan perbaikan pada hubungan dengan orang lain, agama, dan sosial. Semoga Idul Fitri ini dapat menjadi momen yang membawa dampak positif bagi kehidupan kita dan masyarakat di sekitar kita sebagai momen untuk mempererat persaudaraan sebangsa dan setanah-air. Dengan dilandasi semangat spiritual dan kebangsaan diharapkan mampu memupuk persatuan dan kesatuan bangsa untuk meredam perpecahan bangsa. Berjihad melawan diri sendiri, melawan keegoan kita sendiri, sesungguhnya adalah jihad kita bersama untuk mencintai dan mengokohkan NKRI tercinta ini.

Penulis : Abd. Choliq, Kepala Seksi Kepatuhan Internah, Kanwil DJKN RSK

Referensi :

1. https://kumparan.com/andhika-prima-rizaldi/memaknai-mudik-dalam-dimensi-sosio-kultural-dan-religius-20DWYkgnH2G/full [diakses pada tanggal 29/04/2023]

2. https://www.nu.or.id/nasional/kiai-said-hubbul-wathan-minal-iman-ramuan-penyatu-cinta-agama-dan-bangsa-0Px6G [diakses pada tanggal 30/04/2023]

3. https://kumparan.com/nandi-id/memaknai-idulfitri-1444-hijriyah-sebagai-momentum-perubahan-dan-perbaikan-20GLw2pAbEA/full [diakses pada tanggal 29/04/2023]

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini