Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Improvement Manajemen Kinerja sebagai Pendukung Dinamika Organisasi
Iwan Kurniawan
Senin, 17 April 2023 pukul 11:54:04   |   1255 kali

Sejak tahun 2014, Kementerian Keuangan menerapkan KMK Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Pengelolaan Kinerja yang diterapkan adalah metode Balance Scorecard (BSC). BSC Kementerian Keuangan adalah suatu alat manajemen strategis yang menerjemahkan Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategi (Renstra), ke dalam suatu Peta Strategi.

Kementerian Keuangan sendiri merupakan organisasi besar yang terbangun atas struktur/level unit yang saling bersinergi melaksanakan tugas dan fungsi keuangan negara. BSC tidak hanya sekadar alat pengukur kinerja, tetapi merupakan suatu bentuk transformasi strategis kepada seluruh tingkatan dalam organisasi. Saat ini pengelolaan kinerja berbasis BSC di Kementerian Keuangan dibagi ke dalam 6 (enam) level, yaitu:

1. Kemenkeu-Wide : level Kementerian (Perjanjian Kinerja Menteri dan Wakil Menteri);

2. Kemenkeu-One : level Unit Eselon I (Perjanjian Kinerja Pejabat Struktural Eselon I);

3. Kemenkeu-Two : level Unit Eselon II (Perjanjian Kinerja Pejabat Struktural Eselon II);

4. Kemenkeu-Three : level Unit Eselon III (Perjanjian Kinerja Pejabat Struktural Eselon III);

5. Kemenkeu-Four : level Unit Eselon IV (Sasaran Kinerja Pejabat Struktural Eselon IV);

6. Kemenkeu-Five : Sasaran Kinerja Staf Ahli Menteri, Tenaga Pengkaji, Pejabat Fungsional, level unit Eselon V dan Pelaksana.

Saat ini terjadi dinamika perkembangan yang semakin dinamis pada Kementerian Keuangan. Salah satunya adalah terkait kinerja organisasi maupun kinerja pegawai di dalamnya. Manajemen Kinerja sendiri merupakan faktor penting untuk menilai keberhasilan suatu organisasi. Kementerian Keuangan terus berkomitmen untuk melakukan perbaikan manajemen kinerja dengan menyesuaikan kebijakan nasional dan sistem manajemen lainnya. Terdapat pengaturan yang cukup baru yang melatarbelakangi perbaikan manajemen kinerja diantaranya adanya PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS, PermenPAN-RB Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai ASN. Selanjutnya hal tersebut kembali dipertegas oleh Arahan Menteri Keuangan bahwa sangat diperlukan sistem manajemen kinerja yang flexible namun tetap menjaga akuntabilitas.

Selanjutnya, untuk mengakomodir hal tersebut, Kementerian Keuangan menyusun Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK.01/2022 tentang Manajemen Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. KMK tersebut juga sebagai bentuk integrasi atas beberapa KMK sebelumnya meliputi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/ KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 519/KMK.01/2015 tentang Pembentukan Komite Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 590/KMK.01/2016 tentang Pedoman Dialog Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.01/2017 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1/KMK.01/2022 tentang Pedoman Penciptaan Ide Baru Kaitannya dengan Penilaian Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan.

Dengan adanya KMK baru tersebut, terdapat peningkatan/improvement manajemen kinerja. Hal ini diharapkan dapat mendorong pengembangan kinerja yang mengikuti dinamika internal dan eksternal organisasi, guna mendukung pencapaian target dan tujuan Kemenkeu. Perubahan tersebut diantaranya :

1. Ruang lingkup manajemen kinerja telah dibagi menjadi kinerja organisasi dan kinerja pegawai. Lingkup kinerja organisasi dilihat dari keseluruhan organisasi yang bersangkutan atau dapat tercermin dari pemilik peta suatu instansi dan menjadi tanggung jawab unit yang menangani kepatuhan internal sedangkan kinerja pegawai dilihat dari keseluruhan pegawai yang ada di dalam instansi yang bersangkutan dan menjadi tanggung jawab unit yang menangani kepegawaian.

2. Perencanaan kinerja pegawai mengacu sasaran lintas organisasi sesuai konsep sistem kerja Ruang Kerja Masa Depan (delayering, squad team, NWOW, WFA). Hal ini semakin memperkuat cara kerja kolaboratif melalui squad team untuk memaksimalkan kinerja, sinergi antar unit Eselon I Kemenkeu, dan budaya Kemenkeu SATU. Pegawai dapat membuat indikator kinerja dengan target bulanan dan sesuai penugasan. Perencanaan kinerja diawali dengan adanya proses Refinement Perjanjian Kinerja dan Inisiatif Strategis (level organisasi) yang dilaksanakan satu tahun sebelum tahun berjalan dengan mengacu pada dokumen perencanaan strategis, antara lain visi dan misi Presiden serta Kemenkeu tahun 2020-2024, Renstra 2020-2024, Renja 2023, Arahan Menteri dan Wakil Menteri Keuangan, hasil reviu dan/atau audit, dan Kebijakan refinement pada KMK Nomor 300 Tahun 2022. Sebagaimana salah satu Nilai Kementerian Keuangan yaitu kesempurnaan, refinement bertujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan IKU dengan menganalisa IKU mana yang sudah tidak perlu diIKU kan lagi, IKU-IKU yang seharusnya diintegrasikan, dan IKU yang perlu ditambahkan. Selanjutnya Perjanjian Kinerja diturunkan dalam Sasaran Kinerja Pegawai (level pegawai) sesuai dengan lingkup penugasan. Adapun kinerja pegawai harus mendukung keberhasilan organisasi.

3. Perubahan indikator kinerja lebih fleksibel mengikuti dinamika internal dan eksternal Kemenkeu, namun tetap menjaga akuntabilitas kinerja, tidak seperti sebelumnya bahwa perubahan indikator kinerja paling lambat 20 Juli atau 18 Oktober untuk perubahan karena kebijakan.

4. Penetapan trajectory target bulanan, serta monitoring dan evaluasi kinerja bulanan/triwulanan dengan tersedianya jadwal evaluasi kinerja (input realisasi IKI/IKU dan penilaian perilaku kerja), serta pengajuan keberatan. Dengan demikian kinerja organisasi dan pegawai dapat diukur secara akurat dan pasti, meningkatkan intensitas pengawasan atasan terhadap bawahannya, dan mengoptimalkan pencapaian target. Trajectory target bulanan digunakan untuk mengakomodir tidak terjadinya blankspot bagi pegawai yang mengalami dinamika pelaksanaan tugas seperti contohnya mutasi ke kantor lain. Hal ini dapat mewujudkan fleksibilitas manajemen kinerja.

5. Dialog Kinerja Individu (DKI) yang sebelumnya dilaporkan setiap semesteran menjadi dilaporkan setiap triwulanan atau bulanan (sesuai kebutuhan). DKI adalah media komunikasi antara atasan langsung dengan pegawai dibawahnya yang membahas terkait kinerja. DKI yang dilakukan lebih intensif setiap triwulanan/bulanan dapat membantu untuk merencanakan, mengevaluasi, dan memberikan feedback di setiap tahap pelaksanaan kinerja dengan baik. Dengan demikian kinerja pegawai tidak hanya sekadar merencanakan di awal dan mengevaluasi di akhir, namun lebih fokus pada proses pelaksanaan dan pencapaian target kinerja.

6. Adanya penjelasan lebih detail terkait Hasil Kerja Tambahan (HKT). HKT sendiri merupakan tugas di luar uraian jabatan dan tidak ada di dalam rencana hasil kerja utama. HKT terdiri dari dari inovasi, squad team, dan penugasan lainnya serta diperhitungkan dalam hasil evaluasi kinerja di periode penilaian sebagai bentuk pemberian apresiasi. Dengan semangat nilai kementerian keuangan yaitu kesempurnaan, hal ini dapat mendorong pegawai untuk terus berinovasi, mencari terobosan, dan tidak hanya bekerja sesuai dengan uraian tugas dan fungsi pokoknya.

Kementerian Keuangan selaku pengelola kebijakan fiskal memiliki risiko keuangan negara. Diperlukan pengendalian risiko keuangan negara yang dilaksanakan dengan efektif. Dalam implementasi manajemen kinerja selalu diperhatikan juga terkait aspek risiko, sehingga perlu pengintegrasian dan penyelarasan kebijakan manajemen kinerja dan manajemen risiko. KMK Nomor 300/KMK.01/2022 tentang Manajemen Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan telah memberikan penegasan singkat terkait manajemen risiko dengan detailnya yang dituangkan dalam KMK Nomor 105/KMK.01/2022. Penyelarasan antara manajemen kinerja dan manajemen risiko dapat membuat pelaksanaan Dialog Kinerja Organisasi semakin intensif pada fokus pemecahan masalah organisasi. Selain itu, penyelarasan juga dapat mewujudkan sistem merit yang baik dan dapat memberikan dukungan terhadap proses budaya kerja kemenkeu satu yang saat ini sedang digaungkan seperti pelaksanaan Rapat Asset Liability Committee (ALCo).



Artikel Karya Fitri Nurul Syahadah.


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini