Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Makna Perencanaan bagi Organisasi Sektor Publik
Hadyan Iman Prasetya
Kamis, 09 Februari 2023 pukul 07:25:23   |   4071 kali

Menginjak masa yang berada pada permulaan tahun, seperti pada saat Tulisan ini dibuat, banyak pihak mengisinya dengan melakukan 2 (dua) kegiatan yang, menurut Penulis, dapat dibedakan namun sulit dipisahkan. Kedua kegiatan tersebut adalah mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya dan menyusun resolusi atau rencana yang akan dicapai untuk tahun yang baru. Meminjam konsepsi subjek hukum yang mengenal adanya orang dalam arti individu dan badan hukum, melakukan evaluasi dan menyusun rencana juga dilakukan oleh dua tipe subjek tersebut. Tulisan ini akan khusus menjabarkan salah satu saja dari masing-masing kegiatan dan subjek sebagaimana disebutkan sebelumnya. Tulisan ini akan menerangkan makna perencanaan yang dilakukan oleh badan hukum atau instansi khususnya instansi publik atau pemerintah.

Perencanaan dalam Sektor (Pelayanan) Publik

Sejarah mencatat bahwa perencanaan dalam sektor publik dimulai oleh organisasi militer, dan secara serius baru berkembang di Amerika pada tahun 1980-an.[1] Perencanaan bagi organisasi publik memiliki perbedaan dengan organisasi privat, karena terdapat beberapa tantangan yang ditemui oleh instansi pemerintah namun tidak dijumpai oleh organisasi privat.[2] Sehingga, guna mewujudkan perencanaan yang berdampak, organisasi pemerintah perlu memperhatikan 4 (empat) langkah yaitu promote a strategic culture, leverage the organization’s purpose, transform the operating model, dan develop a system for execution and learning.[3]

Pada gilirannya, dalam catatan Nurmandi dan Purnomo pemerintah daerah di Indonesia memulainya pada tahun 1999 disebabkan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,[4] organisasi publik banyak pula menggunakan istilah rencana strategis. Bryson dan Edwards menjelaskan bahwa sebuah rencana dapat disemati dengan predikat strategis karena, diantaranya, memberi perhatian lebih kepada upaya untuk mengkorelasikan konteks dan berpikir strategis, memikirkan dengan cermat mengenai maksud dan tujuan termasuk situasi di sekitarntya (seperti kondisi hukum, politik, etis,dan lingkungan), memperhatikan para pemangku kepentingan, dan memikirkan konsekuensi yang mungkin akan dihadapi di masa depan.[5]

Dalam konteks Indonesia, perencanaan sektor publik telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur mengenai hal ini. Sebagai contoh, telah ada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, dan Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 telah menetapkan adanya 7 (tujuh) agenda pembangunan, yaitu (1) (1) memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan; (2) mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan; (3) meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; (4) revolusi mental dan pembangunan kebudayaan; (5) memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar; (6) membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan perubahan iklim; serta (7) memperkuat stabilitas politik hukum pertahanan dan keamanan dan transformasi pelayanan publik.[6]

Namun demikian, disinyalir bahwa terdapat 7 (tujuh) permasalahan yang muncul dalam perencanaan strategis sektor publik di Indonesia. Ketujuh permasalahan tersebut adalah perencanaan strategis merupakan proses legal-formal, kesalahan dalam melakukan penetapan sasaran, kesulitan dalam melakukan prediksi terhadap masa depan, proses yang kurang partisipatif, kesulitan dalam menciptakan struktur kinerja yang berjenjeng secara sistematis, kesulitan dalam pengukuran dan pengelolaan kinerja manfaat dan dampak, dan kesulitan dalam melakukan prioritisasi secara optimal dalam penyusunan program dan anggaran.[7]

Dalam konteks instansi pemerintah yang memiliki tugas untuk melakukan pelayanan publik, perencanaan merupakan hal penting karena sejumlah alasan. Perencanaan yang baik merupakan prasyarat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik, mencegah kemungkinan buruk pada masa depan, memprediksi ketidakpastian, dan merawat konsistensi antara perencanaan dengan implementasi.[8] Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah karena adanya perubahan relasi organisasi dengan klien dan adanya kebutuhan untuk menyediakan strategi operasional yang lebih efektif, adanya kebutuhan untuk selalu beradaptasi dan melakukan perubahan guna mecapai pelayanan yang lebih baik. Selanjutnya, alasan akuntabilitas pemberi layanan publik juga dapat dinyatakan sebagai alasan pentingnya merencanakan pelayanan publik.[9]

Merangkum berbagai hasil penelitian yang telah ada, Boyne menjelaskan bahwa perencanaan pelayanan publik dapat bekerja dengan baik dalam kondisi lingkungan yang stabil maupun tidak. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa formality dan completeness dianggap sebagai elemen paling penting dari sebuah perencanaan, sedangkan elemen seperti intensity, flexibility, commitments dan implementation jamak tidak dihiraukan.[10] Selanjutnya, Poister berpendapat bahwa guna mewujudkan perencanaan pelayanan publik yang lebih baik ke depannya, perlu adanya pelibatan pihak eksternal atau para pemangku kepentingan dan transformasi dari strategic planning menuju strategic management, performance measurement menjadi performance management, dan linking strategy and performance management more effectively.[11]

Rencana dalam Hukum Administrasi Negara

Rencana memiliki kedudukan tersendiri dalam pembahasan Hukum Administrasi Negara. Salah satu pendapat menyatakan bahwa rencana merupakan salah satu sarana yuridis yang dimiliki pemerintah, di samping terdapat pula peraturan perundang-undangan (wet en regeling), peraturan kebijakan (beleidsregel), instrumen hukum keperdataan (privaatrechtelijk middelen), dan keputusan tata usaha negara (beschiking).[12]

Selain itu, rencana dalam Hukum Administrasi Negara juga dipahami sebagai salah satu instrumen dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan Pemerintah. George R. Terry, memberikan definisi pengawasan yang di dalamnya secara eksplisit menyebutkan rencana sebagai salah satu konsep yang inheren. Dirinya menyebutkan bahwa,” Control is to determine what is accomplished evaluate it, and apply corrective measures, if needed to ensure result in keeping with the plan”. Kemudian, Muchsan mengomentari definisi dengan menjelaskan,” Dari pengertian ini nampak bahwa pengawasan dititikberatkan pada tindakan evaluasi serta koreksi terhadap hasil yang telah dicapai, dengan maksud agar hasil tersebut sesuai dengan rencana.”[13]

Pendapat lain menyebutkan bahwa pengawasan dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan yang dimulai dengan perencanaan. Tahapan-tahapan tersebut adalah meliputi planning, programming, result checking, shifting analysis, dan corrective action implementation.[14] Dengan demikian rencana memiliki arti penting dalam ranah hukum administrasi karena rencana dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan pengawasan dan pada gilirannya dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang teratur, memenuhi asas legalitas, dan memberikan kepastian hukum.[15] Oleh karenanya tidaklah berlebihan ungkapan yang menyebutkan bahwa,” Planning and Controlling are the two sides of the same coin”.[16]

Penutup

Berdasarkan uraian-uraian yang disampaikan pada bagian sebelumnya, dapatlah disimpulkan bahwa rencana bagi organisasi sektor publik memiliki kedudukan dan arti penting, setidaknya dalam konteks pelayanan publik dan pengawasan. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagai instansi yang menyelenggarakan pelayanan publik dalam bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang tentu termasuk dalam lingkup organisasi publik dalam konteks ini. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagai induk dari KPKNL telah menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 2020-2024 melalui Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 245/KN/2020, dengan demikian rencana ini dapat menjadi acuan sekaligus instrumen pengawasan terhadap kinerja KPKNL. Namun demikian, dengan menyadari adanya permasalahan dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh masing-masing KPKNL yang memiliki karakteristik berbeda, tidaklah berlebihan apabila tiap-tiap KPKNL memanfaatkan momentum awal tahun ini dengan menyusun rencana yang bersifat teknis dan khusus yang dapat menjadi acuan pelaksanaan tugas dan fungsi serta menjadi instrumen pengawasan sehingga dapat mewujudkan kinerja yang sesuai harapan.

Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)

[1] John Bryson dan Lauren Hamilton Edwards, 2017, Strategic Planning in the Public Sector, hal. 3 diakses dari https://oxfordre.com/business/display/10.1093/acrefore/9780190224851.001.0001/acrefore-9780190224851-e-128?print=pdf

[2] The Boston Consulting Group, 2018, Four Steps to High Impact Strategid Planning in Government, hal. 5 diakses dari https://web-assets.bcg.com/img-src/BCG-Four-Steps-to-High-Impact-Strategic-Planning-in-Government-May-2018_tcm9-192110.pdf

[3] Ibid, hal. 6-10.

[4] Achmad Nurmandi dan Eko Priyo Purnomo, Making the Strategic Plan Work In Local Government: A Case Study Of Strategic Plan Implementation In Yogyakarta Special Province (YSP), International Review of Public Administration Vol. 16 No. 2, 2011, diakses dari https://ip.umy.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/Making-the-Strategic-Plan-Work-in-Local-Government-a-Case-Study-of-Strategic-Plan-Implementation-in-Yogyakarta-Special-Province.pdf

[5] John Bryson dan Lauren Hamilton Edwards, Strategic Planning in the Public Sector, hal. 4.

[6] Bagian Narasi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2021 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022, hal. I.2.

[7] Fajar Eko Antono dan Keziah Cahya Virdayanti, Beberapa Permasalan dalam Perencanaan Strategis Sektor Publik di Indonesia, Bappenas Working Paper diakses dari http://workingpapers.bappenas.go.id/index.php/bwp/article/view/8/4

[8] Arie Kumala Nisa et.al., Public Service Planning in the New Public Service Perspective (Study at the Nganjuk District Population and Civil Registration Office), Jurnal Wacana Vol. 22 No. 4, 2019. hal. 240.

[9] Centre for Public Service, 1993, A Detailed Handbook for Public Service and Business Plans, hal. 4-5 diunduh dari https://www.european-services-strategy.org.uk/wp-content/uploads/2004/03/public-service-and-business-plans.pdf

[10] George Boyne, Planning, Performance and Public Services, Public Administration Vol. 79 Issue 1, Desember 2022, hal 82-83. https://doi.org/10.1111/1467-9299.00246

[11] Theodore H. Poister, The Future of Strategic Planning in the Public Sector: Linking Management and Performance, Public Administration Review Volume 70 Issue 1 Desember 2010, hal. 5248-5249. https://doi.org/10.1111/j.1540-6210.2010.02284.x

[12] W. Riawan Tjandra, 2014, Hukum Sarana Pemerintahan, Universitas Atma Jaya: Yogyakarta, hlm. 21-80.

[13] Muchsan, 2000, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty: Yogyakarta, hlm. 36.

[14] A’an Efendi dan Freddy Poernomo, 2019, Hukum Administrasi, Sinar Grafika: Jakarta, hal. 263.

[15] Deno Kamelus, 2004, Arti dan Kedudukan Perencanaan dalam Hukum Administrasi Negara, dalam Dimensi-Dimensi Hukum Administrasi Negara, FH UII Press: Yogyakarta, hlm. 229-259.

[16] Sondang P. Siagian, 1981, Filsafat Administrasi, Gunung Agung: Jakarta, hlm. 135.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini