Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Munculnya Lahan Sengketa Pada Kementerian/Lembaga
Ida Kade Sukesa
Jum'at, 20 Januari 2023 pukul 15:41:21   |   2580 kali

Aset merupakan sumber daya yang memiliki peran penting bagi pemerintah pusat. Dengan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) yang tepat dan memadai, pemerintah berpotensi memperoleh salah satu sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Di tengah kondisi pandemi, tentu penguatan sumber pendapatan negara menjadi hal yang sangat diperhatikan pemerintah.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dalam Pasal 42 Hal Pengelolaan Barang Milik Negara dinyatakan bahwa:

1. Menteri Keuangan mengatur Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN);

2. Menteri Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Barang bagi Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya;

3. Kepala Kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah Kuasa Pengguna Barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.

Setiap kementerian/lembaga selaku pengguna barang memiliki tanggung jawab penuh dalam pengelolaan BMN yang berada dalam penguasaannya. Seluruh tahapan pengelolaan BMN, mulai dari perencanaan hingga penghapusan harus dipenuhi secara memadai dan responsible. Di antara tahapan yang dimaksud, terdapat proses yang seringkali dilalaikan ataupun tidak dijalankan secara memadai oleh pengguna barang yaitu pengamanan dan pemeliharaan serta pengawasan dan pengendalian.

Munculnya sengketa lahan pada Kementerian/Lembaga dapat menimbulkan hilangnya potensi PNBP dari pemanfaatan aset, potensi kerugian negara akibat hilangnya penguasaan BMN, dalam hal tanah belum bersertipikat maka dapat menghambat proses pensertipikatannya, serta membutuhkan effort lebih dalam upaya penyelesaian jalur hukum yang bisa menimbulkan cost.

Apabila dalam proses peradilan pihak kementerian/lembaga tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan yang sah, maka kemungkinan aset tersebut akan dimenangkan oleh pihak ketiga menjadi lebih besar. Hal tersebut turut menimbulkan hilangnya potensi pemanfaatan BMN atas aset sehingga potensi PNBP juga dapat hilang. Efek domino inilah yang harus diwaspadai agar tidak menimbulkan permasalahan baru dalam pengelolaan BMN.

Permasalahan sengketa BMN menjadi issue strategis bagi Kementerian/Lembaga karena hal ini memiliki keterkaitan dengan banyak hal, tidak hanya aspek potensi kerugian negara dan potensi hilangnya PNBP namun dapat berdampak pada kualitas Laporan Keuangan kementerian/lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Hasil temuan BPK menjadi sinyal bahwa BMN sengketa berpotensi menjadi penghambat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sehingga sudah seharusnya menjadi salah satu prioritas dalam upaya tindak lanjut penyelesaiannya.

Penyebab

Dari hasil pengumpulan data tindak lanjut penyelesaian aset sengketa sebagai bagian dari tindak lanjut temuan BPK dan juga hasil koordinasi dengan Kementerian/Lembaga, diperoleh hasil bahwa munculnya aset sengketa disebabkan karena beberapa hal sebagai berikut :

a. Lemahnya pengamanan aset sebagai bentuk wasdal oleh pengguna barang

Peraturan Menteri Keuangan nomor 207/PMK.06/2021 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara sudah mengatur bahwa Pengguna Barang wajib melakukan pemantauan dan penertiban atas BMN yang berada dalam penguasaannya. Namun masih banyak Kementerian/Lembaga yang lalai atau tidak menjalankannya secara memadai sehingga terjadi okupasi pihak lain. Selain itu bentuk pengamanan fisik seperti pembuatan pagar dan pemasangan papan nama K/L seringkali tidak dilakukan.

Pengawasan yang tidak ketat menyebabkan aset menjadi terbengkalai dan digunakan oleh warga. Pembiaraan terhadap aset yang tidak digunakan yang menyebabkan warga sering kali memanfaatkan tanah kosong itu.

b. Proses pensertipikatan BMN belum optimal

Pensertipikatan BMN berupa tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak, melaksanakan tertib administrasi BMN, serta bentuk pengamanan BMN sesuai dengan pasal 3 PMK 186 Tahun 2009 Tentang Pensertipikatan BMN Berupa Tanah. Dengan demikian konsekuensi logis bila BMN belum bersertipikat adalah tidak adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum sehingga potensi penguasaan pihak lain sangat dimungkinkan. Hal tersebut sangat berdampak signifikan bila kasus sengketa berlanjut pada proses pengadilan yang memerlukan dokumen kepemilikan sebagai bukti pendukung. Gambaran kondisi dimaksud menunjukan pentingnya pengamanan hukum atas BMN.

c. Tidak adanya upaya penertiban atas okupasi pihak lain

Pembiaran atas penguasaan pihak lain turut menjadi faktor penyebab munculnya lahan sengketa. Semakin lama penertiban dilakukan maka akan semakin sulit untuk dilakukan mediasi.

d. Belum berjalannya proses perencanaan kebutuhan

Penelaahan Rencana Kebutuhan BMN (RKBMN) memiliki tujuan untuk menganalisis tingkat kebutuhan K/L dalam pengajuan pengadaan dan pemeliharaan aset yang didasarkan pada standar barang standar kebutuhan. Mayoritas dari objek temuan BPK terkait sengketa merupakan pengadaan dibawah tahun 2005 dimana saat itu peraturan RKBMN belum ada sehingga tujuan pengadaan aset mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan yang memunculkan kondisi BMN idle.

e. Belum optimalnya pengelolaan BMN idle

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi K/L bahwa atas BMN yang tidak digunakan untuk menunjang tusi wajib dilaporkan dan diserahkan kepada pengelola barang untuk kemudian akan dikelola ataupun diserahkan Kembali kepada K/L lain yang membutuhkan aset. Dari kasus yang terjadi, satuan kerja masih enggan untuk melaporkan BMN Idle dengan pemikiran akan kehilangan aset. Hal tersebut menyebabkan munculnya potensi penguasaan lahan karena aset tidak digunakan oleh satuan kerja.

f. Lemahnya pengelolaan arsip atas dokumen kepemilikan

Pada kasus sengketa lahan yang berlanjut hingga proses pengadilan, banyak terjadi satuan kerja tidak memiliki bukti pendukung berupa dokumen kepemilikan baik berupa sertipikat maupun alas hak atau peralihan hak yang disebabkan hilangnya dokumen dari penyimpanan. Hal tersebut menujukkan tidak adanya sistem pengelolaan arsip yang memadai oleh satuan kerja.

Rekomendasi Kebijakan

Dari uraian permasalahan dimaksud, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepedulian dan kepatuhan kementerian/lembaga sebagai pengguna barang atas peraturan terkait pengamanan dan pengawasan serta pengendalian BMN masih rendah. Dalam rangka perbaikan tata Kelola BMN, permasalahan tersebut harus segera diatasi dengan menerapkan beberapa solusi bagi pengguna barang diantaranya sebagai berikut :

a. Membentuk tim kelompok kerja optimalisasi aset tingkat K/L

Tim pokja optimalisasi aset ini diketuai oleh pejabat yang memegang kewenangan sebagai pengguna barang yang beranggotakan perwakilan seluruh satuan kerja vertikal. Tim ini memiliki tugas dan fungsi diantaranya :

1) Mengamankan fisik atas seluruh BMN yang belum terdapat pembatas pagar, papan nama, dan sebagainya. Selain itu, dilakukan mapping terhadap BMN dengan potensi okupasi yang tinggi dengan parameter lokasi strategis, nilai BMN yang tinggi, serta yang tidak didukung oleh bukti kepemilikan maka diberikan tanggungjawab PIC khusus untuk mengawasi aset secara periodik untuk mengantisipasi penguasaan pihak lain.

2) Melakukan pengamanan fisik atas BMN idle, menyusun rekomendasi pengelolaan BMN idle, termasuk melaporkannya kepada pengelola barang. Hal ini sebagai solusi atas tidak optimalnya pengelolaan BMN idle pada satuan kerja.

3) Menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian sebagai tindak lanjut persetujuan pengelolaan BMN. Lalu atas BMN yang telah dikuasai pihak lain, tim pokja bertugas mengadakan mediasi secara bertahap sebagai upaya penyelesaian.

4) Melakukan pengelolaan arsip atas dokumen kepemilikan secara memadai yang didukung Sistem Informasi sehingga dapat diakses oleh seluruh anggota Tim Pokja.

5) Terkait dengan pensertipikatan BMN, tim pokja melakukan mapping atas BMN belum bersertipikat dan segera berkoordinasi dengan KPKNL untuk dapat masuk dalam daftar nominatif. Dengan upaya penerbitan pensertipikatan BMN maka akan bermanfaat bagi Kementerian/Lembaga apabila terdapat proses peradilan atas BMN dimaksud.

Bila berkas pengaduan sudah dilaporkan, maka selanjutnya sudah menjadi wewenang bagian pertanahan untuk mengumpulkan beberapa data autentik. Bagian pertanahan harus mencari tahu tanah yang menjadi sengketa dari bentuk fisik hingga pendukung lainnya yang mungkin akan dibutuhkan sebagai bahan selanjutnya.

b. Berkoordinasi dengan pengelola barang untuk melakukan pembinaan secara intensif dan berkala kepada tim pokja guna mewujudkan pemahaman yang sama mengenai pengelolaan BMN khususnya terkait pengamanan dan wasdal.

c. Memperkuat fungsi APIP sebagai layer pertama dalam proses penelaaahan perencanaan kebutuhan. Dalam praktiknya, masih sering dijumpai usulan pengadaan maupun pemeliharaan dari Pengguna Barang yang disetujui APIP walaupun tidak sesuai dengan perhitungan SBSK. Hal ini semestinya dapat dihindari dengan memberikan pendalaman pemahaman kepada APIP oleh pengelola barang dalam melakukan penelaaahan. Apabila fungsi perencanaan berjalan efektif maka potensi adanya BMN idle dapat ditekan yang turut mengurangi potensi munculnya lahan sengketa.

Upaya perbaikan tata kelola BMN secara menyeluruh tidak dapat dilakukan apabila tidak terdapat sinergi dan kerjasama antara pihak pengguna barang dan pengelola barang. Untuk itu, dalam membangun sinergitas diperlukan sebuah pemahaman yang sama akan pentingnya pengelolaan BMN dalam kaitannya dengan peradaban bangsa kedepannya. Perbaikan kualitas laporan keuangan Kementerian/Lembaga juga menjadi salah satu sasaran utama yang harus diwujudkan seluruh pemangku kepentingan. Munculnya lahan sengketa merupakan permasalahan sulit namun sangat mungkin untuk diantisipasi.

Ditulis oleh Pranadhitya Putra Priambogo/Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL Mamuju

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini