Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Ragam Dimensi Akuntabilitas Dan Arti Penting Memahaminya
Hadyan Iman Prasetya
Rabu, 14 Desember 2022 pukul 16:11:48   |   16164 kali

Tanggal 9 Desember setiap tahunnya diperingati secara internasional sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia. Pada tahun 2022, peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia telah menginjak usianya yang ke-20 (dua puluh) dengan mengusung tema “Uniting the World against Corruption”.[1] Sementara itu dalam lingkup nasional, peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia mengambil tema Indonesia Pulih Bersatu Lawan Korupsi.[2] Berkaitan dengan peringatan ini, Kementerian Keuangan juga menetapkan tema peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun 2022 yaitu Integritas Tangguh, Pulih Bertumbuh.[3] Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia ini, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, menjadi penanda sekaligus pengingat bahwa korupsi adalah musuh utama seluruh bangsa.[4]

Sejalan dengan pernyataan Wakil Presiden di atas, korupsi memang telah dan masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia, dibuktikan dengan masih adanya berbagai pelaku korupsi yang ditindak oleh aparat penegak hukum dalam kurun waktu belakangan. Tentu tindakan koruptif dapat timbul disebabkan oleh banyak hal, namun salah satunya yang dapat diketengahkan dalam tulisan singkat ini adalah karena kurangnya akuntabilitas. Robert Klitgaard memformulasikan bahwa korupsi timbul karena adanya monopoli ditambah diksresi namun pada saat yang sama terdapat keadaan kurangnya akuntabilitas atau secara matematis dirumuskan olehnya menjadi C=M+D-A.[5]

Berdasarkan rumusan tersebut, nampak bahwa akuntabilitas menjadi suatu hal yang berperan penting dalam mencegah (dan memberantas) tindakan koruptif. Lantas, apakah yang dimaksud dengan akuntabilitas itu? Tulisan singkat ini akan menyajikan makna akuntabilitas yang hingga saat ini telah banyak disampaikan oleh para sarjana. Selanjutnya, tulisan ini juga akan mengkontekstualisasikan makna akuntabilitas yang multidimensi tersebut dalam konteks pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) selaku instansi publik yang menyelenggarakan pelayanan publik.

Ragam Dimensi Makna Akuntabilitas

Mengawali pembahasan mengenai makna akuntabilitas, kiranya terlebih dahulu dapat dilihat definisi akuntabilitas yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Merujuk pada bagian Penjelasan Pasal 3 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan pertauran perundang-undangan yang berlaku.

Pentingnya pemahaman terhadap konsep akuntabilitas nampaknya telah disadari oleh para pemangku kepentingan di Indonesia, hal ini tercermin dari telah dimasukannya pembahasan terkait akuntabilitas dalam modul pembekalan calon pegawai negeri sipil.[6] Dalam modul tersebut telah banyak dibahas pula terkait dimensi-dimensi dari akuntabilitas yang secara garis besar hampir sama dengan pembahasan yang akan disajikan dalam tulisan singkat ini. Oleh karenanya, berbagai pendapat yang akan disajikan selanjutnya menegaskan kembali bahwa akuntabilitas memiliki berbagai makna yang beragam.

Dalam makna yang luas, pemahaman mengenai akuntabilitas didasarkan pada anggapan bahwa akuntabilitas adalah produk dari hubungan yang bersifat principal-agency yang didalamnya terdapat delegasi kekuasaan oleh warga masyarakat kepada berbagai pejabat yang mereka pilih melalui pemilihan umum.[7] Pada makna yang demikian, kemudian dirumuskan adanya 3 (tiga) dimensi akuntabilitas, yaitu vertikal, horizontal, dan diagonal. Akuntabilitas vertikal adalah akuntabilitas penyelenggara negara kepada masyarakat selaku pihak yang memberikan suaranya kepada penyelenggara negara, sedangkan akuntabilitas horizontal adalah akuntabilitas yang terjadi di antara institusi penyelenggara negara (eksekutif-legistaif-yudikatif). Terakhir, akuntabilitas diagonal yaitu akuntabilitas penyelenggara negara kepada institusi-institusi bukan negara, seperti organisasi masyarakat sipil atau media masa yang independen.[8]

Sementara itu pendapat yang lain menyatakan bahwa akuntabilitas dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu akuntabilitas internal dan eksternal. Akuntabilitas internal adalah akuntabilitas yang diterapkan di dalam sebuah organisasi, termasuk didalamnya yaitu sistem pelaporan antara bawahan kepada atasan. Sedangkan akuntabilitas eksternal adalah mekanisme akuntabilitas yang bersifat tidak langsung yang melibatkan adanya pelaporan kepada pihak di luar organisasi tersebut.[9]

Arti Penting Memahami Akuntabilitas bagi KPKNL

Meskipun pembahasan terkait akuntabilitas telah banyak dan berkembang, namun senyatanya penyelenggara pelayanan publik (birokrat) dianggap sebagai pihak yang paling kecil akuntabilitasnya[10] dibanding penyelenggara negara lainnya yang memiliki tingkat akuntabilitas tinggi tercermin dari adanya pemilihan langsung oleh masyarakat. Kritik ini dapat dipahami karena birokrat tidaklah dipilih langsung oleh masyarakat, sehingga birokrat tidak mengalami kekhawatiran sebagaimana pejabat publik lainnya yang dapat saja tidak dipilih kembali oleh masyarakat.

Meskipun demikian, akuntabilitas birokrasi telah dirumuskan oleh pendapat lainnya yang menyatakan bahwa birokrasi memiliki akuntabilitas yang bersifat vertikal, horizontal, dan hibrida.[11] Berbeda dengan pemahaman pada akuntabilitas dalam arti luas, rumusan akuntabilitas birokasi yang bersifat vertikal menggambarkan pertanggungjawaban hirarkis antara bawahan kepada atasan dalam satu bangunan birokrasi. Sedangkan, akuntabilitas birokrasi yang bersifat horizontal adalah penggambaran hubungan akuntabilitas antara birokrasi dengan berbagai instansi lainnya seperti lembaga ombudsman, lembaga pemberantasan korupsi, legislatif, dan badan peradilan. Terakhir, akuntabilitas birokrasi yang bersifat hibrida adalah model kombinasi antara akuntabilitas birokrasi yang vertikal dan horizontal.

Berbagai penjelasan mengenai makna akuntabilitas sebagaimana dijabarkan di atas memberikan poin penting yang hendaknya dipahami oleh KPKNL. Scott A. Fritzen mensinyalir bahwa upaya untuk mengatur personalia pelayanan publik untuk mewujudkan birokrat yang akuntabel adalah upaya yang telah dilakukan semenjak adanya hubungan birokrasi dan politisi itu sendiri timbul.[12] Dengan demikian, maka KPKNL harus memahami bahwa mewujudkan KPKNL yang akuntabel bukanlah upaya yang baru, namun memang telah menjadi upaya yang melekat semenjak lama. Mewujudkan KPKNL sebagai instansi penyelenggara pelayanan publik haruslah dipandang sebagai konsekuensi logis dari struktur organisasi birokrasi itu sendiri.

Sebagai instansi penyelenggara pelayanan publik, tentu makna akuntabilitas vertikal yang melekat pada KPKNL adalah pertanggungjawaban yang bersifat internal-hirarkis maupun pertanggunjawaban kepada masyarakat secara langsung. Akuntabilitas KPKNL kepada masyarakat tentunya harus didukung dengan adanya transparansi kepada setiap pihak yang menuntut adanya akuntabilitas. Sebuah studi menunjukkan bahwa adanya transparansi di samping akuntabilitas akan lebih mendukung upaya pencegahan terjadinya tindakan-tindakan koruptif.[13]

Selanjutnya, KPKNL juga hendaknya memahami bahwa akuntabilitas yang harus diberikan oleh KPKNL dapat ditujukan ke berbagai pihak. Pada sisi yang lain, hal ini juga harus menjadi pemicu bahwa setiap pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh KPKNL selalu memungkinkan untuk dimintai pertanggungjawabannya di kemudian hari. Dalam konteks akuntabilitas yang mencakup makna diagonal maupun hibrida, KPKNL harus memahami bahwa performa kinerja KPKNL diawasi oleh berbagai pihak, baik masyarakat, instansi publik lainnya, maupun aktor-aktor di luar negara seperti pers dan masyarakat sipil.

Penutup

Pemaknaan akuntabilitas yang bersifat multidimensional membawa implikasi bahwa KPKNL sebagai instansi pelayan publik harus mampu mempertanggungjawabkan setiap pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada berbagai pihak. Pada sisi yang lain, beragam makna pemahaman terhadap akuntabilitas juga harus dipahami oleh KPKNL sebagai adanya pengawasan yang dilakukan oleh berbagai pihak, sehingga KPKNL dituntut untuk terus menjalankan tugas dan fungsinya dengan optimal. Apabila kembali kepada rumusan Robert Klitgaard, maka arti penting memahami makna akuntabilitas yang bersifat multidimensional ini dapat mendukung terwujudnya KPKNL yang selalu bebas dari korupsi dan melayani masyarakat dengan bersih.

Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)

[1] https://www.un.org/en/observances/anti-corruption-day

[2] https://www.menpan.go.id/site/berita-foto/hakordia-tahun-2022#:~:text=Hakordia 2022 mengambil tema Indonesia,di negeri ini tanpa terkecuali.

[3] https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Korupsi-Penyebab-Memburuknya-Perekonomian

[4] https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/informasi/20221209-hakordia-2022-resmi-dibuka-wapres-ingatkan-korupsi-musuh-seluruh-bangsa

[5] Robert Klitgaard, 1998, International Cooperation Against Corruption, diakses dari https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/1998/03/pdf/klitgaar.pdf

[6] https://repositori.kemdikbud.go.id/17930/1/03.01 Modul Pelatihan Dasar CPNS - Agenda 2.pdf

[7] Eva Sorensen dan Jacob Torfing, 2021, Accountable Government through Collaborative Governance, Administrative Sciences 11: 127. https://doi.org/10.3390/ admsci11040127

[8] Anna Luhrmann, Kyle L. Marquadt, dan Valeriya Mechkova, 2020, Constraining Governments: New Indices of Vertical, Horizontal, and Diagonal Accountability, American Political Science Review, 114,3. 811-820.

[9] Kathleen Asyera RIsakotta dan Rusdi Akbart, 2018, The Effect of Internal and External Accountability, Job Motivation and Education on Local Government Official’s Performance, Journal of Indonesian Economy and Business, Vol. 33. No. 3, 257-272.

[10] Vanessa MacDonnell, 2015, The Civil Servant’s Role in the Implementation of Constitutional Rights, International Journal of Constitutional Law, Vol. 13 No. 2, 403.

[11] Christopher G. Reddick, Tansu Demir, dan Bruce Perlman, 2020, Horizontal, Vertical, and Hybrid: An Empirical Look at the Forms of Accountability, Administration & Society, Vol. 52, Issue 9, 7-10.

[12] Scott A. Fritzen, 2007, Discipline and Democratize: Patterns of Bureaucratic Accountability in Southeast Asia, International Journal of Public Administration, 30:1435-1457.

[13] Herlambang Budi Prasetya dan Achmad Shafiyyul Fuad, 2013, Akuntabilitas dan Transparansi Publik, Sebagai Instrumen Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana Korupsi, Recidive Vol. 2 No. , 230-237.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini