Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Bersedia Suwung! (Sinau Ilmu Srawung untuk membangun budaya Sinergi dalam Organisasi)
Rakhmayani Ardhanti
Selasa, 16 Agustus 2022 pukul 15:32:21   |   554 kali

Suwung!

Biarlah ku tanam sebatang diam, berharap ia berakar kuat pada kedalaman hening!

Lalu bertunas bertumbuhlah hijau dedaun, tempat bergantung embun yang bening!

Sebagai bagian tak terpisahkan dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta adalah ujung tombak layanan di daerah. Untuk itu perlu selalu dilakukan pembaruan berupa inovasi maupun penggalian kembali nilai-nilai budaya yang dapat diterapkan ke dalam organisasi sehingga layanan yang diberikan semakin efektif, efisien dan optimal.

Keragaman (Sumberdaya Manusia) adalah keniscayaan bagi organisasi yang telah lama berdiri berdinamika hingga tegak saat ini sebagai DJKN. Perjalanan dinamika organisasi yang berwenang atas pengelolaan kekayaan negara ini dimulai dari BUPN (1990), BUPLN (1991), DJPLN (2000) hingga DJKN (2006) sampai sekarang.

Ilustrasi di atas merangkum gambaran perjalanan organisasi yang semakin bertumbuh seperti sebuah keluarga kecil yang terus berkembang menjadi keluarga besar dengan kompleksitas keragaman generasi, strata usia, karakteristik-karakteristik (SDM) lainnya sebagai anggota-anggota keluarga besar DJKN.

Dalam PMK Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024, disebutkan bahwa total pegawai Kementerian Keuangan 82.451 (per 1 Januari 2020), sebanyak 25% termasuk ke dalam generasi Z, 40% generasi Y, 29% generasi X dan 6% generasi Baby Boomer.

Berikut mungkin dapat membantu kita, memetakan dan mengenali lapis-lapis generasi tersebut.

Generasi Baby Boomers (lahir sekitar tahun 1946-1964) adalah subjek-subjek yang memiliki karakteristik antara lain disiplin, mental dan prinsip kuat, loyalitas/dedikasi tinggi, adaptif, skill interpersonal bagus dan lebih tahan banting.

Generasi X (lahir sekitar tahun 1965-1980) adalah subjek-subjek yang memiliki karakteristik antara lain mengutamakan work life balance, skeptis, adaptif, memiliki skill interpersonal yang baik, tidak mudah stress, dan banyak akal.

Generasi Y (lahir sekitar tahun 1981-1994) ialah subjek-subjek yang memiliki karakteristik antara lain tergantung pada teknologi, terbuka pada perubahan, percaya diri, skill interpersonal terbatas, dan rentan stres.

Generasi Z (lahir sekitar Tahun 1995-2012) ialah subjek-subjek yang memiliki karakteristik antara lain melek teknologi, suka bersosialisasi, cepat belajar, suka tantangan, dan kreatif.

Berdasarkan statistik tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa generasi "anak muda" (Gen Y dan Z) mendominasi dengan angka 65% dibanding generasi "orang tua" (Gen X dan Baby Boomer) sejumlah 35%.

Pemisahan kedua lapis subjek yaitu generasi (Y - Z) "anak muda" dan generasi "orang tua" (X - Boomer) tersebut tidak untuk menandai senioritas atau memberi jarak antar keduanya. Tetapi sekadar potret dari kenyataan lapangan yang terjadi. Masing-masing generasi memiliki pengalaman bertumbuh-kembang organisasi yang berbeda dalam segala kegiatan berproses hingga saat ini.

Metodologi ilmu Srawung akan “membaurkan” keduanya. Dengannya, diharapkan muncul ketersambungan dan sinergi dalam prinsip-prinsip kebersamaan yang barangkali akan bermanfaat bagi semua elemen subjek anggota-anggota dalam keluarga besar KPKNL Yogyakarta untuk meraih tujuan bersama.

Lalu apa yang menjadi dasar dalam ilmu srawung untuk "membaurkan" keanekaragaman karakteristik-karakteristik tersebut?

Sejauh kita ketahui bersama, yang bernama manusia adalah makhluk sosial. Maka sepanjang hidup kita akan selalu menemukan dan menyaksikan bahwa setiap manusia memerlukan manusia yang lain, memerlukan persinggungan dengan lingkungan, tidak akan mampu hidup sendirian, sehingga otomatis akan bergaul, membaur dan srawung.

Sejauh ini, kami menggali dan memaknai Ilmu Srawung dengan kembali kepada khasanah lama para pendahulu penegak bangsa kita dalam Ajaran Kawruh Jiwo dari Ki Ageng Suryomentaram.

Siapakah beliau? Ia seperti Budha kecil tanah Jawa.

Ia Putra ke -55 Kesayangan Sultan Hamengkubuwono VII yang kemudian pergi dari istana meninggalkan kemewahan, kebangsawanan untuk hidup sebagai rakyat jelata. Mencari pencerahan, mengejar ilmu hakikat, kesejatian diri dan mengajarkannya.

Ia filsuf pemikir humanisme Islam. Ia nama besar dibalik eksistensi Taman Siswa yang cukup mendaku sebagai tukang sapu!

Di dalam Ilmu Srawung terdapat 5 tahapan sebagai berikut:

1. Srawung

Bergaul, berbaur dalam pergaulan yang luas dan mendalam dengan siapa saja sesama anggota keluarga besar KPKNL Yogyakarta.

2. Tepung

Sesudah bergaul, otomatis akan semakin dekat, akrab, saling mengenal, tahu kepada siapa harus bagaimana.

3. Dunung

Saat tahu dengan detil, kemudian muncul semacam data “ketepatan” identitas hasil identifikasi, potensi, karakter, kemampuan, dari pada siapa saja tentang apa saja.

4. Tetulung

Ketepatan identifikasi ini kemudian diolah menjadi sinergi kebaikan, dalam bentuk kesadaran untuk saling tolong-menolong demi kepentingan/tujuan bersama.

5. Adiluhung

Dengan bekal tolong-menolong, bersama-sama berbuat baik, maka dengan sendirinya terkreasi suatu keadaan kemuliaan bersama (adiluhung), seiring tingginya kualitas kesadaran untuk selalu menghidupkan tetulung, kerjasama, mencapai tujuan bersama keluarga besar KPKNL Yogyakarta.

Singkatnya dapat dirangkum sebagai berikut;

“Setiap srawung akan tepung, ketika tepung akan dunung, setiap dunung wajib tetulung, dengan tetulung akan terwujud adiluhung, hingga tercapai kemenangan bagi kemuliaan bersama.”

Tetapi jangan lupa, bekal pokok dari 5 tahapan Ilmu Srawung adalah bersedia “suwung”, selalu ikhlas-sadar untuk mengosongan "gelas" diri, menanggalkan keakuan, egosentrisme individu, selalu menadah mengisi "gelas" kosong dengan ilmu/kesabaran dari dan kepada siapapun. Sehingga yang terus ada dan tumbuh dalam pikiran kita adalah nalar kesadaran kebersamaan. Ialah kedewasaan berpikir bagi kebaikan orang banyak, demi kemenangan bagi kemuliaan bersama keluarga KPKNL Yogyakarta tercinta dan pada akhirnya keluarga besar DJKN.

Pangapunten, nderek srawung!

(Widjsoen)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini