Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Menyongsong Hari Raya Qurban dengan Meneladani Nabi Ibrahim AS Melalui Totalitas Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
Thaus Sugihilmi Arya Putra
Senin, 04 Juli 2022 pukul 09:44:18   |   7871 kali

Pemerintah RI melalui sidang isbat yang diadakan Kementerian Agama RI telah menetapkan 1 Zulhijah 1443 H jatuh pada hari Jumat tanggal 1 Juli 2022 sehingga Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Ahad/Minggu tanggal 10 Juli 2022. Walaupun beberapa ormas keagamaan ada yang menetapkan Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Sabtu tanggal 9 Juli 2022. Perbedaan waktu ini hendaknya tidak menjadikan perpecahan di masyarakat dan diharapkan untuk saling menghormati adanya perbedaan ini. Sebab adanya perbedaan ini justeru menjadikan ujian sebagai sebuah bangsa yang besar untuk tidak berpecah belah.

Idul Adha adalah sebuah hari raya dalam agama Islam untuk memperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS) bersedia mengorbankan putranya Ismail sebagai wujud kepatuhan terhadap Allah SWT. Sebelum Nabi Ibrahim AS mengorbankan putranya, Allah SWT menggantikan Ismail dengan domba. Untuk memperingati kejadian ini, hewan ternak disembelih sebagai kurban setiap tahun. Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Zulhijah pada penanggalan kalender Hijriah. Pada hari Idul Adha, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Id bersama-sama di tanah lapang atau di masjid. Setelah salat, penyembelihan hewan kurban dilaksanakan. Sepertiga daging hewan dikonsumsi oleh keluarga yang berkurban, sementara sisanya disedekahkan atau dibagikan kepada orang lain.

Esensi dari Idul Adha dalam pekerjaan sangat sarat makna, dan ada dalam keseharian kita sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

1. Totalitas dalam Loyalitas

Kita memahami bahwa, Idul Adha disebut pula sebagai Idul kurban atau Lebaran Haji yang ditandai oleh para jamaah haji dari seluruh dunia dengan berkumpul melaksanakan wukuf di padang Arafah. Salah satu ujian utama dalam hidup Nabi Ibrahim AS adalah menerima perintah Allah SWT untuk mengorbankan putra kesayangannya. Perintah ini diterima Nabi Ibrahim AS melalui mimpi yang terus berulang. Nabi Ibrahim AS tahu bahwa ini adalah perintah dari Allah SWT dan dia memberi tahu putranya, seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an. Dalam QS As Saffat ayat 102 Allah SWT berfirman “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”.

Selama masa persiapan, setan menggoda Ibrahim dan keluarganya dengan mencoba menghalangi mereka untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Ibrahim kemudian mengusir setan dengan melemparkan kerikil ke arahnya. Untuk memperingati penolakan mereka terhadap setan, batu-batu dilemparkan dalam lontar jumrah dalam ibadah haji. Ketika melaksanakan penyembelihan, pisau Ibrahim tidak dapat melukai Ismail. Allah SWT kemudian mengganti Ismail dengan seekor hewan sembelihan. Hal ini telah diabadikan dalam QS As Saffat ayat 103-107 yang berbunyi “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.

Apa yang bisa diteladani dari Nabi Ibrahim AS sesungguhnya patut diterapkan dalam bekerja sebagai ASN, karena totalitas beliau dalam melaksanakan perintah Nya berdasar keyakinan dan niat terbaik untuk memberikan yang terbaik. Dalam kehidupan sehari-hari, loyalitas ditunjukkan dengan melaksanakan Amanah dengan baik sehingga juga menjadi suri tauladan di lingkungan unit kerja.

Kisah keteladan lainnya dari Nabi Ibrahim, yaitu ketika Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya, Siti Hajar bersama Nabi Ismail AS putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan di suatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Sementara Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu di suatu tempat paling asing. Yaitu di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri Palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.

Keikhlasan dalam menjalani ujian yang ditunjukkan Nabi Ibrahim AS dan isterinya, Siti Hajar, mencerminkan perilaku ikhlas seorang ASN saat siap ditempatkan di mana saja dengan berbekal keyakinan bahwa ujian yang dirasakan tidak akan pernah melewati takaran kekuatan manusia. Keyakinan tersebut merupakan perwujudan dari totalitas dalam loyalitas.

2. Totalitas dalam Integritas

Idul Adha dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah). Setelah gelar Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal baktinya!”. Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Sementara dalam Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “Milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”

Menurut hemat penulis, apa yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS merupakan bentuk totalitas hamba-Nya dengan melaksanakan perintah Allah SWT sebagai bukti ketaatan dan kepatuhan terhadap Allah SWT. Nilai-nilai spiritualitas yang terkandung pada ketaatan dan kepatuhan Nabi Ibrahim AS pada perintah Allah SWT bisa diambil ibroh atau hikmahnya oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebagai ASN yang merupakan aset pemerintah sudah seharusnya terus meningkatkan kualitas pelayanan di masing-masing instansi pemerintah. Fungsi dan peran ASN sebagai pelayan masyarakat harus terus ditingkatkan. Kesadaran ASN untuk bekerja total dan ikhlas perlu ditanamkan sejak dini mulai dari diri sendiri. Kesadaran bekerja total serta ikhlas sesuai dengan tujuan revolusi mental ASN perlu terus ditumbuhkembangkan. Sebab kerja ASN erat kaitannya dengan kepentingan publik yang lebih luas. Dengan sifat profesionalisme, kemauan belajar, memperbaiki diri, dan meningkatkan kapasitas keilmuannya, maka para ASN akan mampu memberikan yang terbaik kepada masyarakat yang dilayaninya.

Apa yang bisa diteladani dari Nabi Ibrahim AS dari hal di atas? Nabi Ibrahim AS betul-betul melaksanakan perintah Allah SWT dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT bukan karena hitung-hitungan untung rugi secara duniawi misalnya karena gaji dan bonus. Hal demikian diharapkan dimiliki seorang ASN yaitu agar bekerja dengan ikhlas. Di sini lah perlunya seorang ASN memiliki totalitas pengabdian sebagai bagian dari nilai spiritualitas. Melalui nilai-nilai spiritualitas maka pengawasan paling efektif bagi ASN berasal dari diri masing-masing. Dalam hal ini sebagai umat beragama, ‘Waskat’ yang selama ini dipahami sebagai pengawasan melekat dari pimpinan/atasan ASN hendaknya dipahami sebagai pengawasan malaikat. Akan percuma saja usaha-usaha pemerintah melalui Kemenpan-RB dengan program-programnya guna mereformasi pegawainya secara struktural maupun kultural, jika para ASN tidak dengan kesadaran sendiri melakukan revolusi mental. Sebab perubahan secara struktural itu mudah, tinggal dibuat aturan struktur. Namun yang lebih sulit adalah mengubah mindset dan itu pendekatannya dengan cara mengubah nilai-nilai. Antara lain dengan menanamkan nilai-nilai spiritualitas. Diharapkan akan timbul kesadaran bahwa apa yang dilakukan ada yang mengawasi. Lalu memberi makna yang lebih dalam bahwa dalam setiap pekerjaan mempunyai kaitan lebih tinggi yang penting sekali bukan sekedar gaji, bonus, tunjangan kinerja yang diharapkan melainkan adalah cara beribadah kepada Sang Khalik. Sehingga akan timbul kebiasaan bersikap jujur di kalangan ASN. Dengan jujur, kerentanan terjadinya korupsi akan bisa diminimalkan. Bekerja dengan totalitas dalam integritas, di mana kuat dalam menghadapi godaan, baik dalam bentuk materi, berkata, berperilaku, dan berlaku jujur.

Totalitas, adalah tekad yang perlu dimiliki seorang ASN yang nantinya menguatkan profesionalismenya dengan cara mempertahankan prinsip netralitas. ASN harus menjunjung tinggi prinsip netralitas dalam menyelenggarakan tugas Negara sesuai dengan kode etik yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik. Jika prinsip ini dipedomani maka akan menjadi basis idealis pengabdiannya pada pelayanan publik yang prima dalam mewujudkan tanggungjawab, moralitas, dan disiplin ASN dalam mengemban amanah Negara.

Netralitas berasal dari kata “netral” yang berarti tidak membantu atau tidak mengikuti salah satu pihak. Netralitas adalah suatu keadaan dan sikap yang tidak memihak/bebas terhadap kubu, sebab ASN harus memiliki sikap yang tidak memihak dan tidak berpihak terhadap salah satu kelompok/golongan, termasuk tidak diskriminatif dan steril dari kepentingan kelompok sosial dan kepentingan partai politik sebagaimana Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian pasal 2 (dua) “Pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat”.

Nilai-nilai spiritualitas ini sangat diharapkan melekat pada diri ASN sehingga muncul sifat-sifat akuntabilitas, mau dikritik, memperbaiki diri, transparan. Harapannya adalah agar ASN menjadi paripurna dan memiliki totalitas pengabdian bagi bangsa, negara, dan masyarakat sebagai bagian dari pengabdiannya kepada Sang Khalik. Setinggi apapun amanah atau jenjang jabatan yang diemban, setiap individu ASN bekerja dengan mengingat sebab tujuan penciptaan manusia yang utama yaitu untuk senantiasa beribadah serta bertakwa hanya kepada Allah SWT. Hal ini termaktub dalam firman Allah yang diabadikan dalam QS Al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".

Penciptaan manusia di bumi oleh Allah SWT yaitu untuk menjadi khalifah sesuai dengan firman Allah SWT pada QS Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Tentunya tugas sebagai khalifah di bumi ini sangat berat sehingga setiap manusia harus memiliki kemampuan mengelola alam semesta sesuai amanat yang diemban sebab kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Dan dengan totalitas kita sebagai ASN, tanggung jawab itu sebaiknya disadari sejak kita menjalani Amanah dalam bekerja, mewujudkan nilai spiritualitas dan mencontoh teladan Nabi Ibrahim AS di masanya. (Ditulis oleh Thaus Sugihilmi Arya Putra dan Agus Rodani/ Kepala Seksi Informasi dan Staf Pelaksana pada Kanwil DJKN Kalbar)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini