Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Asas Tunai dan Terang Dalam Jual Beli Tanah
Ernanto Arisandi
Jum'at, 27 Mei 2022 pukul 12:29:22   |   78627 kali

Jual beli tanah merupakan hal yang sering dilakukan oleh masyarakat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa proses jual beli tanah yang dilakukan belum semuanya memenuhi asas tunai dan terang. Bahkan beberapa kali Penulis temukan dalam suatu perkara perdata dengan objek sengketa berupa tanah dimana Penggugat mendalilkan sebagai pemilik atas suatu tanah namun sertifikat tanah tersebut bukan atas nama Penggugat dan Penggugat hanya mempunyai bukti berupa kuitansi pembelian atas tanah tersebut. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam transaksi jual beli tanah, Penggugat sebagai pihak pembeli setelah melakukan pembayaran sejumlah uang kepada penjual, hanya mendapatkan kuitansi sebagai bukti pembayaran. Setelah dilakukan pembayaran dan mendapatkan kuitansi, transaksi jual beli tanah tersebut tidak dituangkan dalam akta jual beli dan juga tidak melanjutkannya dengan melakukan pendaftaran tanah di kantor pertanahan. Transaksi jual beli tanah semacam itu berpeluang besar akan menimbulkan permasalahan hukum.

Berdasarkan Pasal 5 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria pada intinya menyatakan bahwa hukum tanah nasional adalah hukum adat, oleh karena itu pelaksanaan jual beli tanah nasional juga menganut sistem jual beli tanah sesuai hukum adat. Pengertian jual beli tanah menurut hukum adat adalah pemindahan hak yang memenuhi:

1. Asas Tunai

Asas tunai adalah penyerahan hak dan pembayaran harga tanah dilakukan pada saat yang sama. Selain itu, Asas ini mempunyai arti pembayaran dilaksanakan sampai lunas sesuai dengan kesepakatan harga yang dituangkan dalam akta jual beli. Tunai bukan berarti pembayaran dan pelunasan harga tanah harus dilakukan seketika namun mempunyai arti melakukan pembayaran sesuai harga yang telah disepakati. Jadi asas tunai tetap terpenuhi meskipun suatu pembayaran dilakukan dengan metode angsuran.

2. Asas Terang

Asas terang mempunyai arti bahwa jual beli tanah dilakukan secara terbuka dan tidak ditutupi. asas terang ini terpenuhi ketika jual beli tanah dilakukan dihadapan dihadapan PPAT karena Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP tentang Pendaftaran Tanah), jual beli tanah harus dilakukan dihadapan PPAT. Hal tersebut mempunyai fungsi sebagai:

  1. Jaminan atas kebenaran tentang status tanah, pemegang hak dan keabsahan bahwa pelaksanaan jual beli tanah dilakukan sesuai hukum yang berlaku dan telah memenuhi asas terang;
  2. Perwakilan dari warga desa sebagai bentuk dari asas publisitas, untuk jual beli tanah yang dilakukan di hadapan PPAT minimal terdapat 2 (dua) orang saksi yaitu terdiri dari Kepala Desa/Camat dan seseorang dalam wilayah desa dimana terdapat tanah yang menjadi objek jual beli.

Asas tunai dan terang sebagaimana telah dijelaskan di atas terwujud dalam akta jual beli tanah yang ditandatangani para pihak dan dilakukan di hadapan PPAT, sekaligus menjadi bukti bahwa telah terjadi proses pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembelinya disertai pembayaran sesuai harga tanah yang telah disepakati.

Perlu Penulis sampaikan bahwa Jual beli tanah pada dasarnya tetap sah meskipun tidak dituangkan dalam akta jual beli dan tidak di hadapan PPAT, hal tersebut dikarenakan jual beli tanah sama saja dengan perjanjian jual beli pada umumnya dimana suatu perjanjian harus memenuhi syarat sah perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para pihak, mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek yang disepakati, dan perjanjian tersebut tidak melanggar ketentuan hukum. Namun, dampak yang diterima oleh pihak pembeli jika dalam melakukan jual beli tanah tanpa akta jual beli di hadapan PPAT adalah pembeli tanah akan mengalami kesulitan dalam proses pendaftaran hak atas tanah yang telah dibelinya karena menurut PP tentang Pendaftaran Tanah peralihan hak atas tanah hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta PPAT.

Selain kesulitan dalam melakukan pendaftaran hak atas tanah, terdapat dampak yang lebih besar lagi, yakni jika suatu saat terjadi permasalahan hukum terkait dengan tanah yang menjadi objek jual beli. Pembeli tanah akan mengalami kesulitan untuk melakukan pembuktian karena suatu perjanjian dibawah tangan kedudukannya lebih rendah daripada akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Perlu diketahui bahwa akta jual beli yang dilakukan di hadapan PPAT adalah akta otentik yang mana mempunyai kekuatan hukum yang sempurna tentang hal yang termuat di dalamnya sehingga mempunyai nilai pembuktian yang mutlak.

Daftar Pustaka:

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata;

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria;

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

https://www.hukum-hukum.com/2015/08/asas-terang-dan-tunai-dalam-hukum.html

Damayanti, D.A.A, dkk. 2020. “Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Tidak Dilakukan di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)” dalam Lex Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr – Jun/2020.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini