Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Pajak untuk Pembangunan Nasional
Thaus Sugihilmi Arya Putra
Rabu, 20 April 2022 pukul 14:52:31   |   31071 kali

Pajak untuk Pembangunan Nasional

Untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, Indonesia melakukan pembangunan di semua sektor. Tentu pembangunan tersebut membutuhkan sumber pendanaan, salah satunya dari penerimaan perpajakan.

Sejarah Singkat Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak sebagai sumber pendanaan pemerintahan sudah dimulai sekitar tahun 3300 sebelum masehi (SM) di Mesopotamia (sekarang Irak). Pemungutan pajak juga ditemukan di Mesir sekitar tahun 3000 SM. Bahkan pada kekaisaran Romawi (tahun 31 SM-476 M), pemungutan pajak sangat intensif dilakukan sehingga mampu membuat kekaisaran Romawi menjadi kekaisaran terbesar di dunia dan sangat makmur. Pemungutan pajak terus berkembang baik dari objek maupun sistem pemungutan pajak sampai saat ini.

Di Indonesia, pemungutan pajak terjadi ketika kerajaan-kerajaan di Nusantara memungut upeti yang merupakan salah satu sumber pendanaan kerajaan termasuk dalam melindungi rakyatnya. Pada era kolonial, pemerintahan kolonial mengenakan pajak yang memberatkan rakyat dan mengenakan tarif pajak yang berbeda sesuai dengan status kewarganegaraannya. Memasuki era kemerdekaan, pemungutan pajak dimasukkan dalam UUD 1945 (amandemen) yaitu “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Pemerintah Indonesia bersama dengan DPR membuat undang-undang yang mengatur perpajakan. Dengan demikian, pemungutan pajak di Indonesia merupakan amanah konstitusi dan undang-undang, oleh sebab itu rakyat yang memenuhi persyaratan harus melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini selaras dengan asas certainty dan asas equality dalam pemungutan pajak menurut Adam Smith.

Perpajakan Sumber Utama Pembangunan Nasional

Sesuai dengan RPJMN 2020-2024, sasaran pembangunan 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM yang berkualitas dan berdaya saing. RPJMN 2020-2024 merupakan titik tolak untuk mencapai visi Indonesia Maju tahun 2045.

Untuk mencapai sasaran RPJMN dan Indonesia Maju 2045, Pemerintah melaksanakan APBN setiap tahun. APBN tersebut berisikan target penerimaan dan anggaran belanja negara untuk mendanai program pembangunan nasional. Program pembangunan nasional bertujuan antara lain meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Program pembangunan nasional membutuhkan sumber pendanaan yang besar, salah satunya dari penerimaan perpajakan. Selama ini porsi penerimaan perpajakan terhadap total penerimaan negara di atas 75 persen. Hal yang sama juga berlaku di hampir semua negara, dimana porsi penerimaan negaranya didominasi dari perpajakan. Praktek tersebut selaras dengan teori pembangunan, penerimaan perpajakan mempunyai fungsi budgeter di samping fungsi regulasi.

Penerimaan perpajakan di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain termasuk di ASEAN. Hal ini terlihat dari tax ratio Indonesia. Tahun 2020, tax ratio Indonesia sebesar 8,33 persen dan tahun 2021 sebesar 9,11 persen Tahun 2021, terjadi kenaikan tax ratio yang signifikan dikarenakan mulai pulihnya perekonomian Indonesia dan tercapainya target penerimaan pajak.

Sementara itu, tax ratio negara-negara ASEAN mayoritas di atas 12 persen. Tax ratio negara-negara maju, misalnya Eropa Barat tax ratio-nya bahkan mencapai 41 persen tahun 2020 (lima negara dengan tax ratio tertinggi di dunia: Prancis 47,2 persen; Denmark 47,1 persen; Belgia 45,2 persen; Swedia 43,4 persen; dan Italia 43,1 persen). Dengan tax ratio yang tinggi, negara-negara tersebut mempunyai sumber pendanaan yang memadai dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta mengurangi ketergantungan pendanaan dari sumber lain misalnya hutang. Hal ini selaras dengan pendapat Fjeldstad yang mengatakan “An effective tax system is considered central for sustainable development because it can be mobilize domestic revenue base a key mechanism for developing countries to escape from aid or single natural resources dependency”. Di samping itu, tax ratio yang tinggi juga menggambarkan kontribusi rakyat yang tinggi dalam pembangunan melalui ketaatan pembayaran pajak.

Pembangunan nasional adalah tugas seluruh komponen bangsa. Setiap rakyat Indonesia dapat mendukung pembangunan nasional untuk Indonesia Maju termasuk dengan membayar pajak sesuai ketentuan. Setiap rupiah yang dikumpulkan dari penerimaan perpajakan akan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(Kakanwil DJKN, Kemenkeu Kalbar, Edward Nainggolan)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini