Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
MENGENAL LEBIH DEKAT BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET TAK BERWUJUD
Rakhmayani Ardhanti
Kamis, 31 Maret 2022 pukul 21:38:20   |   26203 kali

Apabila mendengar atau membaca terminologi Aset Tak Berwujud, yang terlintas dalam benak orang pada umumnya adalah software perangkat komputer atau aplikasi yang berhubungan dengan teknologi dan informasi. Begitu pula dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Awalnya, terminologi ini masih kurang familiar. Namun demikian, saat Pemerintah menerapkan sistem akrual dalam pencatatan aset, terminologi ini menjadi tidak asing. Apalagi setelah auditor eksternal pemerintah mengangkat temuan terkait implementasi amortisasi Aset Tak Berwujud pada tahun 2014. Pada saat itu, nilai Aset Tak Berwujud belum mencerminkan manfaat ekonomi yang akan diperoleh entitas selama sisa masa manfaatnya.

Dalam akun neraca yang tersaji pada Laporan BMN Entitas Akuntansi ataupun Entitas Pelaporan, tersaji akun berupa Aset Tak Berwujud. Sebagai gambaran, pada Laporan BMN Tahun 2021 Unaudited terdapat BMN berupa Aset Tak Berwujud yang tersaji pada kelompok Aset Lainnya adalah sebesar Rp49,75 triliun (0,75 persen dari total nilai BMN secara nasional sebesar Rp6.625,82 triliun). Nilai Aset Tak Berwujud ini mengalami penambahan sebesar Rp6,35 triliun dalam kurun waktu satu tahun.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2009 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN, Aset Tak Berwujud sebesar Rp49,75 triliun tersebut diklasifikasikan pada tingkat sub-sub kelompok dibagi menjadi: (1) software komputer, (2) lisensi, (3) francise, (4) hak cipta (copyright), (5) hak paten, (6) hak lainnya dan (7) hasil kajian/ penelitian.

Menurut Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 17, yang dimaksud dengan Aset Tak Berwujud adalah aset non keuangan yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik. Aset ini dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa, atau digunakan untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi kriteria aset, maka Aset Tak Berwujud harus dapat diidentifikasi dan dikendalikan oleh entitas serta memiliki potensi manfaat ekonomi di masa mendatang (http://www.ksap.org/sap/wp-content/uploads/2012/08/Buletin-Teknis-17-ATB-BA-fin.pdf).

Sebagai salah satu akun aset pada Laporan Barang Milik Negara, Aset Tak Berwujud harus memiliki nilai yang terukur dan dapat dikuantifikasi. Nilai Aset Tak Bewujud disajikan berdasarkan nilai perolehan yang berdasarkan pada realisasi belanja Anggaran Pendapatan Belanja Negara maupun berdasarkan perolehan lainnya yang sah (hibah/sumbangan, pelaksanaan perjanjian/kontrak, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap).

Guna memenuhi kriteria awal, Aset Tak Berwujud harus dapat dipisahkan atau dibedakan dari aset yang lainnya, sehingga Aset Tak Berwujud dapat dikelola sesuai prinsip-prinsip pengelolaan BMN (penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan dan penghapusan). Sebagai contoh, software aplikasi terkait informasi dan teknologi yang dapat digunakan pada perangkat hardware komputer dan dapat dipindahkan untuk hardware komputer lainnya, dapat dipisahkan dari hardware komputer. Namun apabila software tersebut melekat pada perangkat harwdare komputer dan tidak dapat dipindahkan ke hardware lainnya, Aset Tak Berwujud tersebut tidak memenuhi kriteria dapat dipisahkan. Selain itu, Aset Tak Berwujud juga tercipta karena adanya kesepakatan yang mengikat (sebagai contoh, timbul karena adanya hak kontraktual ataupun hak hukum yang melekat pada aset tersebut). Misalnya saja, Aset Tak Berwujud berupa hak paten timbul karena adanya hak hukum yang diberikan oleh Ditjen HAKI Kementerian Hukum dan HAM kepada entitas terkait.

Selanjutnya, Aset Tak Berwujud tersebut dapat dikendalikan oleh pemiliknya, sehingga ada kesempatan untuk dapat memperoleh manfaat ekonomis atas penguasaan Aset Tak Berwujud tersebut sepenuhnya.

Aset Tak Berwujud yang dikuasai dan dimiliki entitas harus dapat mendatangkan manfaat ekonomis di masa mendatang. Manfaat ini dapat berupa efisiensi biaya ataupun pendapatan negara bukan pajak yang bersumber dari optimalisasi maupun pemindahtanganan Aset Tak Berwujud.

Besarnya nilai Aset Tak Berwujud tersaji dalam Laporan BMN dan menuntut pengelolaan yang akuntabel serta optimal sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020. Namun demikian, masih terdapat berbagi permasalahan terkait pengelolaan Aset Tak Berwujud, baik permasalahan terkait pengakuan Aset Tak Berwujud (permasalahan pengidentifikasian Aset Tak Berwujud), kepemilikan Aset Tak Berwujud ataupun permasalahan pengelolaan Aset Tak Berwujud lainnya. Permasalahan ini akan diulas pada artikel berikutnya yakni “Mengenal Aset Tak Berwujud Jilid#2” lengkap dengan kebijakan yang telah diambil dalam rangka pengelolaan Aset Tak Berwujud yang lebih akuntabel.

(Penulis : Sri Purwati / Kepala Seksi Kepatuhan Internal, KPKNL Yogyakarta)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini