Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Optimalisasi Pemanfaatan BMN Guna Mendongkrak PNBP di Jawa Tengah
Nurul Fatmawati
Kamis, 31 Maret 2022 pukul 16:33:35   |   1269 kali

Bentuk dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi pemerintah untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintah dan pembangunan, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, serta prioritas pembangunan secara umum.

Beberapa unsur pendapatan negara diperoleh dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Di Indonesia, pajak merupakan penerimaan negara terbesar yaitu sebesar 85% pendapatan negara yang diperoleh dari pajak. Memang di Indonesia pendapatan negara yang terbesar berasal dari pajak. Namun, tidak semua orang mengetahui bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak juga merupakan penyumbang pendapatan negara, walaupun hasil yang diperoleh tidak sebesar pendapatan yang diterima dari pajak dan cukai (Amallia, 2015).

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara (UU. No 9 Tahun 2018 pasal 1 tentang Ketentuan Umum Penerimaan Negara Bukan Pajak). Salah satu objek PNBP yaitu pengelolaan Barang Milik Negara Aset Negara/Barang Milik Negara (BMN) mempunyai peranan langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan output dari pertumbuhan ekonomi dan potensi daya saing suatu negara (Park et al.,2016).

Pengelolaan aset negara yaitu untuk pengendalian belanja negara dan penyokong penerimaan negara. Pentingnya manajemen aset bagi pemerintah dan besarnya pengeluaran negara terkait dengan manajemen aset tersebut, maka menjadi keharusan bagi pemerintah untuk melakukan pengelolaan aset/barang milik Negara secara profesional, efektif dan mengedepankan aspek-aspek ekonomis agar pengeluaran biaya dapat tepat penggunaan, tepat sasaran, tepat penerapan dan tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga pasal 1 yaitu Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga, yang selanjutnya disebut BMN idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga.

Potensi Pemanfaatan Barang Milik Negara

Pendapatan negara diperoleh dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah. Tidak terkecuali Direktorat Jenderal Kekayaan Negara memberikan kontribusi dalam bentuk peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari pemanfaatan aset. Dalam menganalisis optimalisasi pemanfaatan aset negara dapat meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak sehingga pemanfaatan aset negara bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak di Lingkungan KPKNL Semarang yang belum optimal, terbukti dengan masih banyak Satuan Kerja cenderung memiliki sikap ego sektoral merasa aset tersebut miliknya, masih banyak aset yang tidak digunakan (idle), tidak dipakai sesuai yang diperuntukkan (under used), dan tidak sesuai dengan tugas dan fungsi (highest and best used), tarif sewa dinilai tinggi, database yang kurang efisien, serta belum adanya Undang-undang kekayaan negara.

Atas BMN idle dapat didayagunakan dengan pemanfaatan BMN melalui pelaksanaan sewa BMN. Apabila tidak didayagunakan maka pengguna barang wajib menyerahkan BMN idle kepada pengelola barang yang dijelaskan pada pasal 2 PMK Nomor 71/PMK.06/2016. Adanya kebijakan diatas ialah untuk menjamin keberlangsungan pengelolaan BMN. Dimana dalam pengelolaan BMN hanya diperoleh serta dipergunakan jika suatu entitas memang benar membutuhkannya. Jika barang-barang milik negara yang dimiliki tersebut ternyata tidak dibutuhkan lagi, maka untuk barang tersebut harus dilakukan pengelolaan tindak lanjut agar daya gunanya tetap optimal. Selain itu, dapat menghasilkan pendapatan untuk menyumbang pendapatan Negara untuk menambah dana APBN dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Menurut pendapat penulis, belum optimalnya pemanfaatan BMN satuan kerja di wilayah kerja KPKNL Semarang disebabkan beberapa faktor, yaitu:

1. Rendahnya kesadaran akan pentingnya optimalisasi aset. Hal ini dikarenakan pemanfaatan BMN hanya akan menambah beban pekerjaan sebab aturan yang memperlakukan penerimaan hasil pengelolaan BMN sebagai penerimaan kas umum negara yang mengakibatkan tertutupnya ruang bagi satuan kerja (satker) penghasil untuk dapat memanfaatkan sebagian dari yang dihasilkan dalam rangka peningkatan operasional tusi;

2. Satker cenderung memiliki ego sektoral, yaitu kurang dapat berkoordinasi dengan KPKNL atau satker lain karena merasa memiliki aset yang diindikasikan idle dan tidak mau menyerahkan ke satker lain;

3. Terdapat beberapa satker yang dalam mengajukan sewa tidak menyetujui besaran sewa yang telah ditetapkan oleh KPKNL Semarang, karena dianggap terlalu tinggi, sehingga surat permohonan sewa secara otomatis tidak dapat ditindaklanjuti kembali dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak surat persetujuan dari KPKNL diterbitkan, yang pada akhirnya hasil dari penyewaan BMN tersebut tidak masuk dalam PNBP.

Solusi dari permasalahan di atas, antara lain:

1. Menjaga dan memperkuat intimasi dengan para pengguna layanan dengan melakukan pembinaan yang komprehensif kepada satker berupa sosialisasi atau workshop baik dalam bentuk daring maupun luring guna memberikan pemahaman yang lebih baik dan aware dalam hal pengelolaan aset yang dikuasainya;

2. Memperkuat peran KPKNL sebagai Pengelola Barang dalam hal Pengawasan dan Pengendalian BMN sebagai mitigasi risiko apabila terdapat aset yang statusnya idle (tidak digunakan) maupun under used (digunakan, namun tidak sesuai peruntukannya);

3. Memperkuat database Pengelolaan BMN dari DJKN Pusat sebagai pembuat kebijakan, yaitu harus tersedianya data yang terstruktur dan sistematis untuk kepentingan pengelolaan BMN;

4. Dari segi payung hukum, sebaiknya di setiap pelaksanaan pengelolaan BMN terdapat unsur reward dan punishment agar satker menjadi lebih patuh dan aware terhadap aset yang dikuasainya.

5. Tentunya dari solusi tersebut perlu didukung sinergi dengan segenap unsur, baik dari Pengelola Barang maupun Penggguna Barang agar tujuan optimalisasi pemanfaatan BMN diharapkan dapat segera diwujudkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“KPKNL Semarang Luar Biasa”

Penulis: New Rule, Pelaksana pada Seksi HI KPKNL Semarang.

Daftar Pustaka

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 115/PMK.6/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 52/PMK.6/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.6/2012 tentang Tata Cara Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara.

Media Kekayaan Negara Edisi Nomor 27 Tahun VIII/2017.

Amallia, Meita. 2015. Analisis Sistem PNBP untuk Meningkatkan Efektivitas Kinerja pada KPPN Surabaya I. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi (JIRA) 3(12):4. 2015. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA). Surabaya.

Novany, Tridasa. 2017. Institusionalisasi Paradigma Revenue Center untuk Pengelolaan Aset Negara yang Optimal (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surabaya. Jurnal Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi Volume 17, Nomor 2, September 2017. Universitas Airlangga Surabaya.

Shastiana, Feldha. 2020. Optimalisasi Pemanfaatan Sewa Barang Milik Negara untuk Meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Jurnal Ilmu dan Riser Akuntansi : Volume 9, Nomor 1, Januari 2020. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini