Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Insentif Untuk Partisipasi Aktif dalam Lelang Produk UMKM
Christian Benardo
Kamis, 17 Maret 2022 pukul 14:12:42   |   920 kali

Pandemi Covid-19 merupakan fenomena yang berdampak pada banyak aspek kehidupan manusia. Di satu sisi, terdapat dampak positif dalam hal percepatan otomatisasi pekerjaan dan penerapan bekerja dari rumah. Namun di sisi lain, Covid-19 memberikan dampak yang negatif bagi perekonomian, khususnya bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Berdasarkan Survei BI pada tahun 2020, dari total UMKM yang menjadi peserta survey, 87,5 persen menyatakan bahwa mereka terdampak pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 merupakan tantangan yang berat bagi Indonesia pada tahun 2020 dan 2021.

Dalam rangka membantu sektor UMKM untuk bangkit kembali, pemerintah membuat berbagai macam paket kebijakan dan upaya-upaya pemulihan ekonomi. Salah satu upaya pemerintah untuk membantu UMKM bangkit kembali adalah dengan membantu penjualan barang UMKM melalui lelang. Lelang produk UMKM ini telah diselenggarakan pada tahun 2020 dan dilakukan lagi pada tahun 2021. Secara umum, lelang produk UMKM mendapat respon yang positif dari pelaku UMKM. Oleh karena itu, lelang UMKM kembali diselenggarakan pada tahun 2022. Lelang UMKM dilakukan secara nasional dan barang yang dijual dapat dikirimkan ke seluruh Indonesia.

Berdasarkan fakta di lapangan, terdapat beberapa tantangan yang akan mempengaruhi keberhasilan penjualan produk UMKM melalui platform www.lelang.go.id. Tantangan ini dapat berupa keengganan dari Pelaku UMKM untuk turut serta dalam kegiatan lelang produk UMKM; masalah pengiriman barang atau ongkos kirim/ongkir; dan terdapat pihak-pihak yang mengklaim bahwa lelang tidak cocok untuk penjualan barang ritel. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut agar tujuan pelaksanaa lelang produk UMKM ini dapat tercapai yakni membantu memberdayakan dan memasarkan produk UMKM dimasa pandemi Covid-19.

Adanya perbedaan prinsip antara penjualan lelang dengan penjualan pada umumnya. Perbedaan yang paling mendasar adalah tidak semua calon pembeli lelang dapat menjadi pemenang lelang. Di setiap pelaksanaan lelang hanya ada satu pemenang, yaitu yang melakukan penawaran paling tinggi. Implikasi dari kondisi ini yaitu lelang akan menjadi kurang menarik apabila tidak ada insentif tertentu bagi para calon pembeli. Insentif ini sangat penting dalam rangka menjaring calon pembeli. Misalnya, apabila harga barang antara pembelian di toko online sama dengan harga lelang, maka calon pembeli akan cenderung lebih memilih toko online yang mereka sudah familiar dan cenderung lebih cepat prosesnya. Oleh karena itu, adanya insentif dapat mendorong calon pembeli untuk berpartisipasi mengikuti lelang. Insentif ini dapat dilakukan dengan menggunakan strategi bundling atau memberikan harga limit yang relatif lebih murah dari harga pasaran, atau dapat pula menerapkan bebas ongkos kirim.

Insentif pertama yaitu terkait dengan bundling. Bundling adalah strategi pemasaran yang memfasilitasi pembelian beberapa produk dan/atau layanan dalam satu paket yang menarik. Secara umum, banyak barang UMKM yang relatif tidak sulit untuk dicari khususnya apabila barang UMKM tersebut merupakan barang atau makanan yang diperlukan sehari-hari. Namun, bundling dapat memberikan kesan barang yang dijual adalah pilihan terbaik. Hal ini sering dilakukan dalam penjualan barang-barang virtual pada video game online, dan terbukti efektif. Terlebih lagi apabila barang-barang yang di bundling dihias dengan baik layaknya sebuah parsel lebaran. Bahkan tanpa kita sadari, parsel lebaran sendiri merupakan salah satu contoh bundling yang sangat efektif.

Selanjutnya, insentif kedua yaitu harga limit yang lebih rendah dari harga pasar. Hal ini hanya dimungkinkan jika terdapat economy of scale yang terlibat, sehingga barang yang dijual harus dalam jumlah yang cukup besar (grosir). Namun, penjualan dalam jumlah besar juga dapat memberikan masalah baru yang perlu kembali dicarikan solusinya. Di satu sisi, penjualan dalam jumlah besar akan sangat membantu UMKM, namun di sisi lain perlu dilihat kemampuan UMKM dalam menyediakan barang dalam jumlah besar. Karena, umumnya UMKM memiliki sumber daya yang relatif terbatas. Namun, insentif kedua ini tetap dapat dipertimbangkan.

Insentif ketiga yaitu dengan memberikan bebas ongkos kirim/ongkir. Hal ini dapat dilakukan apabila DJKN mempunyai dana untuk menutupi ongkos kirim ini. Namun, apabila tidak tersedia, dapat dilakukan kerjasama dengan penjual (pelaku UMKM) dengan cara menaikkan harga barangnya untuk menutupi ongkos kirimnya. Kekurangan dari metode ini yaitu nilai limit barang cenderung akan lebih mahal dari harga wajar barang. Namun, apabila digabung dengan bundling, mungkin akan tidak begitu terlihat. Hal ini mungkin menarik bagi calon pembeli, khususnya selama bea lelang pembeli masih belum 0%.

Namun, perlu dilihat pula bahwa terdapat kekurangan untuk inisiatif yang ketiga. Kekurangannya adalah terkait keberlanjutan penjualan barangnya. Secara umum, ongkos kirim ditanggung oleh pembeli. Hal ini bisa dikatakan best practice di lapangan dan memang cenderung lebih simpel. Pembeli bebas memilih jasa pengiriman yang diinginkan kemudian melakukan pembayaran. Di sisi lain, apabila ongkos kirim dimasukkan ke nilai limit, penjual harus dapat memperkirakan rata-rata ongkos kirim yang diperlukan. Karena apabila perkiraannya salah, justru akan dapat merugikan penjual/pelaku UMKM. Salah satu jalan tengahnya yang dianjurkan adalah dengan cara Kerjasama antara DJKN dengan BUMN yang menyediakan jasa pengiriman barang. Namun, hal ini tentunya perlu dilakukan kajian cost dan benefitnya lebih lanjut.

Salah satu pertanyaan yang timbul adalah apakah platform www.lelang.go.id cocok untuk mengakomodasi penjualan retail untuk UMKM. Apabila ditinjau dari sisi aturan mungkin hal ini akan dimungkinkan, karena tidak ada norma dan aturan yang melarang. Namun, di sisi operasional perlu ada inovasi dalam administrasi lelangnya. Karena selama ini, administrasi lelang masih cenderung semi otomatis. Sementara di sisi lain, penjualan barang melalui toko online otomatis ditangani oleh sistem. Penjual hanya berperan menjawab pertanyaan pembeli dan mengirimkan barang. Selain itu, proses lelang juga cenderung lebih panjang jika dibandingkan dengan e-commerce. Oleh karena itu, apabila pemerintah ingin memberikan layanan penjualan barang UMKM yang berkesinambungan, perlu dilakukan inovasi dan simplifikasi serta melakukan deregulasi aturan lelang terlebih dahulu.


Penulis : Reza Mirwanda

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini