Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Dampak Aset Bendungan dari Sudut Pandang (Ilmu) Ekonomi
Andar Ristabet Hesda
Selasa, 15 Februari 2022 pukul 16:12:26   |   4388 kali

Sejak tahun 2014, pembangunan bendungan menjadi salah satu hal yang diprioritaskan dan telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, paling tidak terdapat 65 bendungan yang telah dibangun (Purnamasari, 2021). Dalam konteks pengelolaan BMN, utilisasi aset bendungan mungkin “hanya” termasuk ke dalam kluster Penetapan status penggunaan (PSP). PSP sendiri merupakan salah satu bentuk utilisasi Barang Milik Negara (BMN) yang paling dominan dan sering kali dianggap “remeh” karena sifatnya hanya menetapkan tipe penggunaan suatu aset. Namun demikian, di balik penggunaan suatu aset seringkali terdapat dampak yang secara langsung maupun tidak mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar lokasi aset. Sebagai contoh, jika kita mau melihat lebih jauh, maka aset bendungan sejatinya punya manfaat yang nyata bagi masyarakat, misal melalui terciptanya ketahanan irigasi, pengendalian banjir, mendorong potensi pariwisata, pengembangan energi tenaga air, mendorong terbukanya jenis lapangan kerja baru, dan lainnya. Oleh karena itu, pengukuran dampak ekonomi, sosial, dan lainnya memang perlu dilakukan sebagaimana telah diamanatkan oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 349/KM.6/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja BMN (PMK 349).

Namun demikian, tulisan ini tidak akan membahas tentang bagaimana implementasi PMK 349, namun akan lebih menekankan pada bagaimana sudut pandang ilmu ekonomi dalam melihat dampak dari sebuah aset, terutama bendungan. Pada dasarnya terdapat dua hal utama yang perlu diperhatikan dalam menilai kinerja suatu aset, yaitu aspek manfaat dan biaya. Aspek manfaat sejatinya melihat sisi positif dari keberadaan suatu aset, sementara aspek biaya mengevaluasi apakah terdapat sisi negatifnya atau eksternalitas negatif yang mungkin muncul. Penggunaan dua konsep ini bertujuan agar evaluasi kinerja dapat dilakukan secara holistik. Secara detail, berikut ini saya akan mencoba menguraikan contoh bagaimana para peneliti di bidang ekonomi menilai dampak atau kinerja dari suatu aset, dhi. bendungan.

Apakah dampak bendungan pada area hulu dan hilir berbeda?

Esther Duflo[1] dan Rohini Pande, dalam papernya “DAMS” yang terbit di The Quarterly Journal of Economics[2] tahun 2007 memberikan analisis dengan detail dan komprehensif tentang bagaimana dampak dari aset bendungan besar di India terhadap produktivitas pertanian, ketahanan irigasi, dan kemiskinan. Uniknya, mereka membagi analisis dampak menjadi dua bagian, yaitu: 1) efeknya terhadap masyarakat di sekitar bendungan (hulu) dan 2) masyarakat yang berada di hilir dari bendungan tersebut.

Hasil penelitiannnya cukup mengejutkan. Ringkasnya, dengan adanya pembangunan bendungan memang memberikan dampak positif terhadap produktivitas pertanian, ketahanan irigasi, dan juga mendorong penurunan angka kemiskinan. Namun demikian, hasil ini ternyata hanya berlaku kepada masyarakat yang tinggal di area hilir, sementara masyarakat di area hulu justru merasakan efek yang sebaliknya, dimana produktivitas pertanian menurun, kemiskinan meningkat, dan rawan banjir. Kenapa hal ini terjadi? Pembangunan aset bendungan akan menyebabkan perubahan yang cukup ekstrem di area hulu. Jika hal ini tidak dimitigasi dengan baik, maka dapat berdampak pada resiko hilangnya atau berubahnya lapangan pekerjaan, sistem irigasi hulu yang cenderung terbatas, atau potensi banjir ketika sistem irigasi tidak berjalan baik. Eksternalitas positif yang diharapkan, misal dari sektor pariwisata, ternyata juga tidak cukup signifikan untuk mengurangi kesenjangan antara hulu dan hilir.


(Ilustrasi aset bendungan, foto: WH)

Penelitian ini juga telah dilakukan untuk konteks Indonesia oleh Gunawan Aribowo dan Muhammad Halley Yudhistira dalam papernya Large Dams and Welfare: Empirical Study in Indonesia yang terbit di Economic Development Analysis Journal tahun 2021. Mereka tidak melihat dampak bendungan secara spesifik tapi lebih fokus kepada bagaimana implikasinya terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum. Hasil penelitian menunjukan hal yang senada dengan apa yang ditemukan oleh Duflo dan Pande. Aset bendungan juga terbukti mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di area hilir, namun efeknya justru negatif di area hulu. Hal ini juga disebabkan oleh turunnya produktivitas pertanian dan aktivitas pekerjaan di area hulu. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan bendungan berpotensi menimbulkan pelebaran kesenjangan antar hulu dan hilir yang pada akhirnya memperbesar ketimpangan di suatu daerah.

Adakah dampak bendungan terhadap tatanan sosial?

Selanjutnya, saya juga mencoba melakukan analisis dampak bendungan (infrastruktur pertanian) terhadap agregat modal sosial pada level kabupaten/kota. Hal ini didorong oleh adanya beberapa studi kualitatif yang menunjukkan bahwa pembangunan bendungan yang tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu tatanan sosial yang ada di masyarakat sebagai akibat dari relokasi tempat tinggal (Fadli et al., 2019; Surjono, 2015). Namun demikian, berdasarkan hasil pengolahan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2014 dan 2018, hubungan antara infrastruktur pertanian (dhi. bendungan dan irigasi) dan pembentukan modal sosial jangka panjang ternyata cenderung positif (lihat Gambar 1).

Gambar 1 Korelasi antara Infrastruktur Pertanian (Bendungan dan Irigasi) dan Modal Sosial


Sumber: SUSENAS 2014 dan 2018

Hal ini menunjukkan bahwa selain aspek pertanian, ketahanan irigasi, kemiskinan, dan kesejahteraan, pembangunan bendungan di Indonesia juga berhubungan dengan pembentukan modal sosial di masyarakat dalam jangka panjang. Temuan ini secara umum tidak sejalan dengan beberapa penelitian kualitatif yang menyoroti adanya efek negatif pembangunan infrastruktur terhadap kondisi sosial dalam jangka pendek. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa proses pembangunan mungkin akan menyebabkan distorsi sosial pada jangka pendek, tapi dalam jangka panjang distorsi tersebut akan berkurang melalui proses adaptasi sosial dan pada akhirnya akan memicu kembali pembentukan modal sosial di masyarakat. Pembentukan ini mungkin juga disebabkan oleh adanya peningkatan interaksi masyarakat ketika memanfaatan aset, seperti pada masa tanam, upaya pemeliharaan aset, kunjungan wisata, atau aktifitas lainnya.


(Ilustrasi aset irigasi, foto: WH)

Dari ketiga hasil penelitian di bidang ekonomi tersebut, terdapat dua garis besar yang bisa kita ambil tentang bagaimana mengevaluasi dampak dari sebuah aset. Pertama, suatu aset memiliki potensi untuk memberikan manfaat yang lebih jauh dari yang kita duga seperti bagaimana bendungan mampu menurunkan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan pada area hilir serta menstimulasi pembentukan modal sosial pada jangka panjang. Kedua, suatu aset juga memiliki potensi menimbulkan efek disruptif, misal terganggunya ekonomi pada area hulu dan meningkatnya kesenjangan di suatu daerah. Hal ini tentunya akan berimplikasi pada bagaimana kebijakan pemerintah dalam mengoptimalkan sisi-sisi positif suatu aset serta di saat yang sama juga memitigasi risiko dampak negatif yang mungkin muncul di kemudian hari. Kunci dari keduanya mungkin adalah dengan memperbaiki tata kelola perencanaan infrastruktur yang berorientasi pada prinsip keberlanjutan dan keadilan.

Penulis: Andar Ristabet Hesda (KPKNL Surakarta)

Referensi

Duflo, E., & Pande, R. (2007). DAMS. Quarterly Journal of Economics, 122(2), 601–646

Aribowo, G., & Yudhistira, M. H. (2021). Large Dams and Welfare : Empirical Study in Indonesia. Economics Development Analysis Journal, 10(1), 70–85. https://doi.org/10.15294/edaj.v10i1.40742

Purnamasari, D. M. (2021). Jokowi: Ada 65 bendungan yang telah dibangun sejak 6 tahun lalu. Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2021/02/14/14415531/jokowi-ada-65-bendungan-yang-telah-dibangun-sejak-6-tahun-lalu

Surjono, G. (2015). Perubahan Sosial Masyarakat Segitiga Hilir Dampak Pembangunan Waduk Kedung Ombo. Jurnal PKS, 14(2), 225–236. https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/jpks/article/download/1322/729

Fadli, R., Noor, T. I., & Isyanto, A. Y. (2019). The Social Economic Impact of the Development of Jatigede Dam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH, 6(3), 552–563.


[1] Salah satu penerima nobel di bidang ekonomi pada tahun 2019

[2] The Quaterly Journal of Economics adalah salah satu top five journal di bidang ekonomi

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini