Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Memahami Penyertaan Modal Negara
Ayundari
Selasa, 11 Januari 2022 pukul 10:38:21   |   27094 kali

Memasuki tahun 2022 ini, bangsa Indonesia melangkah dengan optimis walaupun tetap waspada dalam menghadapi pandemi Covid-19. Optimisme tersebut dilatarbelakangi kondisi ekonomi Indonesia yang mulai pulih tahun 2021. Salah satu indikatornya adalah tercapainya target Penerimaan Negara. Sikap optimis harus tetap dijaga karena optimisme menjadi pengganda kekuatan (Colin Powell) dan gerbang menuju kesuksesan (Orison Swett Marden).

Bangsa Indonesia membutuhkan kekuatan untuk membangun dan meraih kesuksesan. Kesuksesan yang dimaksud adalah tercapainya tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945, antara lain memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai hal tersebut, Pemerintah melaksanakan pembangunan di semua sektor termasuk infrastruktur yang mempunyai multiplier effect yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat J.M Keynes yang menyatakan faktor utama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi adalah real investment antara lain dengan membangun infrastruktur. Hal ini akan menciptakan lapangan kerja baru, memperlancar logistik, mendorong investasi, yang akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Dalam melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana yang sangat besar. Sesuai RPJMN, dana yang dibutuhkan untuk proyek prioritas strategis selama lima tahun (2020-2024) adalah sekitar Rp6.555 triliun. Adapun sumber pendanaannya antara lain berasal dari APBN, BUMN, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan swasta. Pemerintah terus mengembangkan creative financing untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan dan mengurangi ketergantungan pendanaan dari APBN, termasuk dengan meningkatkan peran BUMN dan mengoptimalkan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN).

Sejak tahun 2015, BUMN mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan nasional termasuk infrastruktur. Hal itu dapat dipahami, mengingat jumlah BUMN sebanyak 107 BUMN dengan total aset Rp 8.400 triliun (data tahun 2020) dan bergerak di berbagai sektor. Pemerintah berusaha meningkatkan kapasitas BUMN salah satunya dengan melakukan PMN.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Investasi Pemerintah, PMN merupakan salah satu bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan maksud untuk mendapatkan hak kepemilikan termasuk pendirian Perseroan Terbatas (PT) dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. Dari uraian di atas terdapat dua hal penting yang perlu dipahami: Pertama, PMN adalah salah satu bentuk investasi dari beberapa jenis Investasi Pemerintah. Sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang mengatur Akuntansi Investasi, terdapat dua manfaat yang diperoleh dari Investasi Pemerintah yaitu manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Manfaat ekonomi dapat berupa bunga, dividen dan royalti. Sementara manfaat sosial adalah manfaat yang tidak dapat diukur secara langsung dengan satuan uang, berupa barang, jasa dan manfaat lain, yang berpengaruh pada peningkatan pelayanan pemerintah misalnya dalam bidang kesehatan, pendidikan, perumahan dan transportasi.

PMN tersebut diklasifikasikan sebagai Investasi Jangka Panjang Permanen. PMN merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 bulan dan secara berkelanjutan. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk mendapatkan dividen, pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang dan/atau menjaga hubungan kelembagaan

Kedua, PMN merupakan direct investment pada Badan Usaha. Badan Usaha dimaksud dapat berupa Badan Usaha swasta berbentuk PT, BUMN/BUMD dan Koperasi. PP yang mengatur Investasi Pemerintah sepertinya hanya mengatur Penyertaan Modal Pemerintah pada Badan Usaha.

Sebenarnya, PMN yang dilakukan Pemerintah tidak terbatas hanya pada Badan Usaha namun juga pada lembaga keuangan internasional, Perguruan Tinggi Negeri, Badan Hukum, Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) dan lembaga/badan lainya. Berdasarkan LKPP tahun 2020, PMN pada BUMN, Lembaga Keuangan Internasional, dan Badan Usaha Lainnya sebesar Rp 2.403,3 triliun, sementara PMN Lain-lain, BI, dan LPS sebesar Rp 627,7 triliun.

Berdasarkan uraian di atas, PMN dapat dibagi dua yaitu PMN pada Badan Usaha termasuk BUMN dan PMN pada non Badan Usaha. PMN pada BUMN bertujuan untuk meningkatkan leverage BUMN sebagai agent of value creator dan agent of development. Sebagai agent of value creator, BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi keuntungan ke negara. Sebagai agent of development, BUMN diharapkan berkontribusi kepada pembangunan nasional termasuk dalam pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19 ini. PMN pada Non Badan Usaha bertujuan untuk memberikan manfaat sosial dan manfaat lainnya misalnya peningkatan kualitas layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan. Di samping itu bermanfaat juga untuk meningkatkan stabilitas keuangan seperti PMN pada BI, dan LPS.

PMN bersama dengan pengeluaran investasi dan kebijakan Pemerintah lainnya adalah dalam rangka mendorong pembangunan nasional, meningkatkan kualitas layanan publik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang sustainable dan kesejahteraan rakyat.

Penulis : Edward UP Nainggolan (Kakanwil DJKN Kalbar)


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini