Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Aset Sumber Pendanaan Pembangunan
Ayundari
Selasa, 11 Januari 2022 pukul 10:26:28   |   11917 kali

Untuk mendanai pembangunan nasional, dibutuhkan dana yang sangat besar melalui APBN. Pendanaan tersebut berasal dari Pendapatan Negara dan Hibah, serta Penerimaan Pembiayaan. Selama ini, Penerimaan Perpajakan masih mendominasi Pendapatan Negara dan Hibah yaitu di atas 77 persen, PNBP sekitar 20 persen dan sisanya Pendapatan Hibah. Ketergantungan APBN terhadap Penerimaan Perpajakan sangat tinggi. Oleh sebab itu, Pemerintah terus berupaya meningkatkan PNBP, dan puncaknya pada tahun 2018, PNBP mencapai Rp409,3 triliun. Untuk percepatan pembangunan nasional dan mengurangi pinjaman, dibutuhkan peningkatan PNBP yang signifikan terutama dari aset Pemerintah.

Komposisi Aset dan Pendapatan Negara

Berdasarkan LKPP 2020, aset Pemerintah Pusat adalah sebesar Rp11.098 triliun. Aset tersebut terdiri dari Aset Tetap sebesar Rp5.976 triliun atau sebesar 54 persen, Investasi Jangka Panjang sebesar Rp3.173 atau 29 persen, Aset Lainnya sebesar Rp1.225 triliun atau sebesar 11 persen serta Kas dan Setara Kas sebesar Rp257 triliun atau 2 persen. Sementara jumlah Pendapatan Negara dan Hibah adalah sebesar Rp1.648 triliun yang terdiri dari Penerimaan Perpajakan Rp1.285, PNBP sebesar Rp344 triliun dan Hibah sebesar Rp19 triliun. Salah satu unsur PNBP adalah pendapatan dari pengelolaan BMN sekitar Rp1,2 triliun.

Dari data di atas, perbandingan Pendapatan Negara dengan Aset sebesar 15 persen. Sekilas, persentase tersebut cukup besar namun perlu dianalisis. Pertama, sebagian besar pendapatan tersebut berasal dari Perpajakan. Dari karakteristiknya, Penerimaan Perpajakan bersifat memaksa dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan pelayanan yang diterima oleh wajib pajak. Artinya hal tersebut tidak bisa menggambarkan “produktivitas” Pemerintah. Kedua, jika diukur berdasarkan Return On Asset (ROA), persentase di atas masih rendah karena ROA diukur dari laba (di sektor publik surplus). Walaupun ROA digunakan di korporasi, namun spirit untuk mengoptimalkan aset Pemerintah dalam men-generate pendapatan perlu diadaptasi. Sejak reformasi Manajamen Keuangan tahun 2003/2004, Pemerintah telah mengadaptasi beberapa konsep manajemen korporasi.

Optimalkan Aset untuk Pendanaan Pembangunan

Melihat jumlah aset Pemerintah di atas, sudah saatnya Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari aset. Hal ini juga berlaku untuk pemda. Pemerintah juga harus meningkatkan efisiensi penggunaan aset untuk mengurangi pengeluaran anggaran. Terdapat dua aset yang perlu dioptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan pendapatan atau efisensi belanja negara.

Pertama, Kas Pemerintah yang merupakan unsur terbesar dalam Kas dan Setara Kas yaitu sebesar Rp198,5 triliun. Untuk meningkatkan pendapatan, Pemerintah dapat melakukan cash management dengan menempatkannya pada investasi yang likuid dengan memperhatikan resiko dan tingkat likuiditas Pemerintah. Untuk itu, Pemerintah telah membentuk Treasury Dealing Room (TDR). Peran TDR perlu ditingkatan untuk meningkatkan pendapatan dari cash management.

Pemerintah juga harus memanfaatkan Kasnya untuk program strategi nasional. Untuk itu, Pemerintah telah menyalurkan sebesar Rp66,75 triliun tahun 2020 dan sebesar Rp42,55 triliun tahun 2021 untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional yang membantu UMKM. Hal ini akan memperkuat perekonomian nasional, memberikan multiplier effects yang tinggi (pelaku UMKM lebih 62 juta) dan meningkatkan pendapatan negara.

Di samping itu, terdapat Kas BLU sebesar Rp43 triliun. Seharusnya kas tersebut diinvestasikan kembali untuk meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan kuantitas dan kuantitas layanannya.

Kedua, Aset tetap yang jumlahnya sangat besar merupakan potensi utama dalam meningkatkan pendapatan negara atau mengurangi belanja melalui efisiensi penggunaannya. Pemerintah harus memanfaatkan aset yang idle dan mengoptimalkan penggunaan aset. Pemerintah juga harus menertibkan pemanfaatan yang tidak sesuai ketentuan, termasuk PNBP-nya yang tidak disetor ke kas negara.

Pemerintah perlu mengoptimalkan penggunaan aset dengan mengacu kepada Standar Barang dan Standar Kebutuhan (SBSK). Aset yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dan SDM. Aset yang tidak sesuai SBSK seharusnya dimanfaatkan untuk mendapatkan pendapatan atau digunakan untuk kebutuhan lain. Di samping itu, pengadaan Aset Tetap, seharusnya mengacu kepada SBSK dan high and best use. Hal ini akan mengurangi belanja negara, penggunaan aset yang terbaik dan efisien. Pemerintah juga perlu menerapkan activity based working salah satunya dengan membuat ruang kerja terbuka, tidak tersekat-sekat. Hal ini akan meningkatkan efisiensi anggaran untuk pemeliharaan dan listrik.

Untuk mewujudkan pemanfaatan dan optimalisasi Aset Tetap di atas, pemerintah harus mengubah mindset ASN, melakukan inventarisasi atas aset yang idle, membuat ketentuan yang mendorong pemanfaatan dan optimalisasi aset. Pemerintah juga perlu melakukan inventarisasi pemanfaatan Aset Tetap yang tidak sesuai ketentuan dan memberikan sanksi yang tegas.

(Edward UP Nainggolan, Kakanwil DJKN Kalimantan Barat)


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini