Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Lelang Benda Sitaan KPK, Upaya Menyelamatkan Keuangan Negara
Muhamad Rizkiana Gumilang
Selasa, 09 November 2021 pukul 07:23:13   |   11189 kali

Oleh: Risman, S.H., M.Ak


Sebagaimana kita ketahui bahwa baru-baru ini telah efektif diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2021 tentang Lelang Benda Sitaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang mulai berlaku sejak diundangkan yaitu pada 12 Oktober 2021.

Hal yang menjadi dasar pemikiran peraturan pemerintah tersebut antara lain adalah:

1) Dari segi yuridis: adanya kondisi kekosongan hukum yang mengatur tentang Penjualan Lelang Benda Sitaan KPK, dan juga sebagai bentuk pemenuhan amanat UU No. 30 Tahun 2002 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir diubah dengan UU No. 19 Tahun 2019 khususnya pasal 47A.

2) Dari segi filosofis: aturan hukum dimaksud diperlukan untuk melengkapi kekosongan hukum peraturan perundang-undangan dalam bidang penegakan hukum untuk mendukung strategi nasional dalam pemberantasan korupsi.

3) Dari perspektif sosiologis: adanya kebutuhan yang mendesak dalam upaya menghindari kerusakan atau penurunan nilai ekonomis Benda Sitaan, dan adanya biaya (cost) penyimpanan yang tinggi yang dapat merugikan kepentingan tersangka/terdakwa sendiri ataupun dapat merugikan kepentingan negara.

Selanjutnya, dibahas pula bahwa kewenangan KPK mencakup dua kewenangan utama yaitu:

1) Korupsi: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, salah satu tugas pokok KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus tindak pidana korupsi.

2) TPPU: berdasarkan undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan berdasarkan Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 77/PUU-XIII/2014, KPK juga diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya berupa tindak pidana korupsi.

Dalam rangkaian proses penanganan pidana korupsi/TPPU dimaksud maka pada tahap penyidikan, Penyidik sudah dapat melakukan tindakan penggeledahan dan bahkan “penyitaan” benda-benda dengan memberitahukannya kepada Dewan Pengawas KPK. Tindakan penyitaan tersebut akan merubah status penguasaan secara hukum suatu benda menjadi berada dalam penguasaan Penyidik KPK. Benda yang disita Penyidik dimaksud selanjutnya akan dijadikan barang bukti untuk proses pembuktian dalam hukum acara pidana korupsi yaitu pada tahap penyidikan, penuntutan, bahkan pada tahap persidangan di pengadilan.

Berdasarkan Pasal 47A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, benda hasil sitaan Penyidik dapatlah dijual dimuka umum melalui pelelangan, walaupun perkaranya dalam kondisi belum diputus inkracht melainkan masih dalam proses pemidanaan.

Benda sitaan yang dapat dijual lelang tersebut “pada dasarnya” meliputi semua jenis benda baik yang berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang secara hukum dan secara sosial ekonomi dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh subjek hukum, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Lekas rusak, dan /atau

2) Membahayakan, dan /atau

3) Biaya penyimpanannya akan menjadi terlalu tinggi.

dikecualikan apabila Benda Sitaan merupakan benda yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan/diperjualbelikan oleh ketentuan, maka tidaklah dapat dilelang.

Namun perlu dipahami, bahwa sebelum perkara pidana korupsi/TPPU diputus pokok perkaranya, walaupun secara hukum telah disita dan dalam penguasaan KPK, Benda Sitaan masih merupakan milik yang sah dan merupakan hak kepemilikan dari tersangka atau terdakwa yang tentunya harus dihormati. Oleh karena itu, Lelang Benda Sitaan sebisa mungkin terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari tersangka atau kuasanya, atau dalam hal perkaranya telah dilimpahkan ke pengadilan, Lelang Benda Sitaan dimaksud terlebih dahulu wajib mendapatkan izin dari Majelis Hakim yang menyidangkan perkara.

Untuk mendapatkan persetujuan/restu penjualan dari tersangka atau kuasanya dimaksud, maka Penyidik atau Penuntut Umum dituntut untuk dapat menjelaskan dengan baik guna memberi pemahaman kepada tersangka bahwa tindakan Lelang merupakan jalan terbaik untuk melindungi kepentingan tersangka sendiri atau bahkan demi kepentingan negara. Antara lain penjelasan terkait hal-hal sebagai berikut:

1) Pemeriksaan perkara secara umum memerlukan waktu yang relatif lama. Hal ini sangatlah dapat dimaklumi karena untuk menggambarkan proses pemeriksaan yang berhati-hati dengan menghormati azas presumption of innocence tersangka sehinga kemudian diperoleh putusan yang tepat, adil, dan cermat.

2) Namun sayangnya, kondisi Benda Sitaan mudah rusak sehingga nilai ekonomisnya akan berisiko mengalami penurunan yang pada ujungnya akan merugikan tersangka sendiri selaku pemilik.

3) Selain itu biaya penyimpanan Benda Sitaan yang lama akan menjadi sangat tinggi yang akan membebani keuangan negara sehingga negara berisiko merugi.

4) Dengan demikian Lelang Benda Sitaan merupakan tindakan untuk menyelamatkan kepentingan tersangka sendiri dan untuk kepentingan penegakan hukum.

Untuk memenuhi kewajiban normatifnya yaitu untuk tidak berprasangka buruk (prejudice), dan untuk menggambarkan proses pidana yang santun dengan menghormati tersangka, lelang Benda Sitaan yang perkaranya sedang diproses pada tahap penyidikan atau tahap penuntutan, sebisa mungkin dilakukan dengan terlebih dahulu meminta persetujuan dari tersangka atau kuasanya. Untuk itu Penyidik atau Penuntut Umum wajib menyampaikan permintaan persetujuan secara tertulis kepada tersangka atau kuasanya. Kemudian ia diberikan waktu yang cukup yaitu paling lama 3 (tiga) hari untuk menyampaikan tanggapannya apakah setuju ataukah tidak setuju.

Lalu bagaimana jika tersangka atau kuasanya tidak memberikan persetujuannya? Walapun terjadi hal demikian, penyidik atau penuntut umum tetap dapat melanjutkan proses lelangnya. Untuk itu Penyidik atau Penuntut Umum wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang rencana lelang dimaksud kepada tersangka atau kuasanya paling lambat tujuh hari terhitung sejak diterimanya surat jawaban dari tersangka atau kuasanya.

Namun, apabila proses pidana sudah memasuki tahap dimana berkas perkara telah dilimpahkan ke pengadilan, maka lelang terlebih dahulu meminta izin menjual dari Majelis Hakim yang menyidangkan perkaranya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyidik/Penuntut Umum KPK dalam mengajukan permohonan lelang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), yang saat ini berjumlah kurang lebih 71 KPKNL yang tersebar di seluruh wiayah Indonesia, wajib terlebih dahulu menetapkan Nilai Limit Lelang sebagai batas bawah harga lelang yang besarannya paling rendah sama dengan nilai likuidasi. Nilai Limit Lelang dimaksud ditetapkan berdasarkan laporan hasil penilaian yang di dalamnya memuat nilai pasar dan nilai likuidasi dari suatu proses penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik. Dalam hal ini KPK mempunyai pilihan dalam menentukan/memilih apakah akan menggunakan Penilai Pemerintah atau Penilai Publik. Namun untuk Benda Sitaan yang termasuk kriteria ‘lekas rusak”, Nilai Limit tidak wajib ditetapkan berdasarkan hasil Penilaian dari Penilai, akan tetapi dapat ditetapkan hanya berdasarkan hasil penaksiran dari Penaksir , tentunya dengan mengacu kepada ketentuan yang berlaku pada internal KPK (Diferensiasi Penilai dan Penaksir).

Permohonan lelang dilengkapi dokumen persyaratan sesuai dengan yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan utamanya ketentuan lelang. Melalui suatu proses verifikasi yang cermat, maka dalam jangka waktu paling lama dua hari kerja sejak dokumen permohonan diterima dan dinyatakan lengkap serta dinyatakan telah memenuhi syarat legalitas formal subjek dan objek lelang, maka kepala KPKNL menetapkan jadwal lelangnya, dan menyampaikannya kepada KPK paling lambat tiga hari terhitung sejak jadwal lelang ditetapkan.

Setelah menerima surat penetapan jadwal lelang, KPK wajib melakukan pengumuman lelang kepada publik baik melalui media masa dan ataupun melalui selebaran. Saat ini melalui sistim e-auction yang dimiliki Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), maka rencana lelang dimaksud wajib di tayangkan juga pada official website lelang www.lelang.go.id. Namun, apabila lelang menggunakan metode penawaran konvensional (walaupun metode ini sangat jarang digunakan lagi), maka pengumuman lelangnya tidaklah wajib ditayangkan pada website resmi lelang www.lelang.go.id.

Secara teknis, lelang Benda Sitaan dilaksanakan dengan dipimpin oleh Pejabat Lelang yang berwenang (yang berada pada setiap KPKNL) berdasarkan jadwal Lelang yang telah ditetapkan sebelumnya. Sekali lagi, sebagai bentuk proses penegakan hukum yang transparan dengan menghormati hak-hak Tersangka/Terdakwa, maka dalam pelaksanaan lelang dimaksud sedapat mungkin disaksikan oleh Tersangka/Terdakwa, atau kuasanya. Untuk itu, sebelum lelang dilaksanakan KPK wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Tersangka/Terdakwa mengenai jadwal lelangnya.

Bagaimana jika Tersangka/Terdakwa atau kuasanya tidak hadir untuk menyaksikan pelaksanaan lelangnya? Hal tersebut tidaklah menjadikan lelang batal untuk dilaksanakan, akan tetapi Lelang tetap dapat dilanjutkan. Untuk itu, setelah selesai pelaksanaan lelang KPK wajib menyampaikan informasi hasil pelaksanaan lelangnya kepada Tersangka/Terdakwa, atau kuasanya.

Demikian juga, jika terdapat perlawanan atau keberatan terhadap pelaksanaan lelang, maka lelangnya tetap dilanjutkan dengan menghormati ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya ketentuan yang mengatur hal-hal yang dapat membatalkan suatu pelaksanaan lelang.

Dalam Pelaksanaan Lelang Benda Sitaan dimaksud baik dengan hasil laku atau tidak laku, maka kemudian Pejabat Lelang wajib membuat Risalah Lelang-nya. Risalah Lelang merupakan akta otentik yang merupakan berita acara penjualan lelang yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sekaligus sebagai Akta Jual Beli yang dapat digunakan untuk proses balik nama (acte van transport). Untuk itu KPK selaku Penjual/Pemohon Lelang pun akan mendapatkan Salinan Risalah Lelang yang dapat digunakan antara lain untuk pembuktian bahwa telah dilaksanakannya suatu proses lelang dengan baik dan benar, untuk kepentingan proses administrasi yang baik, serta untuk proses akuntabilitas/pertanggung jawaban/pelaporan hasil pelaksanaan lelang.

Adapun untuk Benda Sitaan yang tidak laku terjual, maka dapat diajukan lelang ulang dengan Nilai Limit Lelang yang dapat diturunkan. Terkait penurunan Nilai Limit pada permohonan lelang ulang maka KPK wajib mengacu kepada ketentuan yang berlaku di internal KPK sendiri.

Jika hasil pelaksanaan lelang adalah laku terjual, setelah menerima pelunasan uang hasil lelang, maka KPKNL wajib menyerahkannya kepada KPK paling lambat 3 hari kerja setelah diterimanya pelunasan. Selanjutnya KPK wajib menyimpan uang hasil lelang dimaksud dalam rekening penampungan KPK. Lalu bagaimana jika terdapat bunga, bagi hasil, atau jasa giro? Perlakuan terhadap bunga, bagi hasil, atau jasa giro tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari uang hasil lelang Benda Sitaan.

Terkait dengan risko terjadinya dispute, maka KPK selaku Penjual Lelang bertanggung jawab “penuh” baik secara materil maupun secara formil atas benda sitaan yang menjadi objek lelang. Tanggung jawab KPK meliputi antara lain keabsahan dokumen persyaratan lelang benda sitaan, kebenaran formil dan materiil nilai limit, keabsahan pengumuman lelang benda sitaan, dan penyerahan fisik objek lelang dan penyerahan dokumen kepemilikan kepada Pembeli Lelang. Sedangkan Pejabat Lelang bertanggung jawab sebatas pada prosedur teknis jalannya pelaksanaan lelang yang dipimpinnya saja.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2021 tentang Lelang Benda Sitaan KPK pada intinya adalah:

1) Untuk mendukung upaya pengembalian dan pemulihan kerugian negara.

2) Untuk mengurangi potensi kerugian akibat risiko penurunan nilai ekonomis Benda Sitaan.

3) Untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait dengan penjualan lelang benda sitaan dalam tahap penyidikan, penuntutan, dan bahkan pada tahap dimana perkara telah dilimpahkan ke pengadilan.

Tujuan tersebut dicapai dengan cara yang terbaik yang paling menguntungkan bagi kedua belah pihak baik Tersangka/Terdakwa maupun bagi bagi negara yaitu dengan cara Penjualan Benda Sitaan KPK melalui suatu penjualan di muka umum/pelelangan yang baik sebagai bentuk pelaksanaan tugas dan wewenang KPK yang berasaskan kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dengan adanya ketentuan baru terkait lelang Benda Sitaan KPK tersebut, kiranya ketentuan lain yang terkait dapat segera menyesuaikannya. (Risman, S.H., M.Ak./KPKNL Jakarta III/01 November 2021)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini