Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
UMKM Kuat, Ekonomi Berdaulat
Thaus Sugihilmi Arya Putra
Senin, 13 September 2021 pukul 10:54:56   |   4444 kali


Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar utama perekonomian nasional. Berdasarkan data Kementerian KUKM, tahun 2020, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun. UMKM juga berkontribusi dalam menyerap 97 persen dari total tenaga kerja Indonesia dan mempunyai porsi investasi sebesar 60,4 persen.

Dari data di atas, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi yang kuat karena jumlah UMKM yang sangat banyak dan daya serap tenaga kerja sangat besar. UMKM juga terbukti kuat dalam menghadapi krisis ekonomi, mempunyai perputaran transaksi yang cepat, menggunakan produksi domestik dan bersentuhan dengan kebutuhan primer masyarakat.

Oleh sebab itu, Indonesia harus dapat menjadikan UMKM kuat dan maju sehingga berkontribusi maksimal dalam ekonomi Indonesia dan peningkatan kesejahtaraan rakyat. Di samping itu, UMKM juga akan mengurangi kesenjangan sosial atau gini ratio.

Untuk mewujudkan UMKM yang kuat dan maju, pemerintah bersama institusi terkait harus dapat menyelesaikan permasalahan struktural yang dihadapi oleh pelaku UMKM selama ini. Permasalahan dimaksud antara lain kualitas SDM, pendanaan, kualitas dan kontinuitas produk, dan pemasaran UMKM. Permasalahan tersebut harus diselesaikan secara substantif, komprehensif dan sistemik.

SDM adalah salah satu faktor terpenting dari dunia usaha termasuk UMKM. SDM bukan hanya sebatas sumber daya tetapi merupakan modal utama untuk pengembangan UMKM. Oleh sebab, SDM di pandang sebagai human capital. Hal ini sejalan dengan pemikiran Adam Smith, tokoh utama Ekonomi Klasik yang menyatakan manusia sebagai faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa.

Oleh sebab itu, pelaku UMKM harus ditingkatkan kapasitasnya terkait dengan manajemen dan mind set. Manajemen dimaksud termasuk mengelola SDM, produksi, keuangan dan marketing. Sementara itu, mind set pelaku UMKM harus diubah menjadi enterpreneur/berkarakter wirausaha. Karakter dimaksud antara lain inovatif/kreatif, passion yang kuat terhadap usaha dan mengikuti perkembangan lingkungan usaha (teknologi dan selera pasar).

Untuk meningkatkan kapasitas pelaku UMKM dibutuhkan intervensi dari pemerintah. Dalam mengembangkan kapasitas pelaku UMKM tersebut, pemerintah dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi atau korporasi. Di samping itu, pemerintah dapat melakukan pendampingan.

Setiap usaha membutuhkan pendanaan terutama dalam memulai usaha dan pengembangan usaha. Menyadari hal tersebut, Pemerintah Pusat telah mengambil kebijakan untuk membantu pendanaan UMKM antara lain dengan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), Ultra Mikro (UMi) dan dana bergulir melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Di samping itu, BUMN juga mempunyai Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Setiap BUMN wajib melaksanakan program PKBL termasuk Program Kemitraan yang memberikan pinjaman kepada UMKM.

Permasalahannya adalah banyak pelaku UMKM yang tidak mengetahui program pendanaan dimaksud, unbankable atau tidak memenuhi syarat sebagai penerima pendaanaan di atas. Untuk mengatasinya, pemerintah daerah dapat menggandeng lembaga penyalur KUR, UMi, LPDB dan BUMN sehingga pelaku UMKM dapat memanfaatkan pendanaan dimaksud. Pemerintah daerah juga dapat melakukan penjaminan pinjaman UMKM dan subsidi bunga. Penjaminan pinjaman UMKM dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dengan melakukan pembinaan intensif kepada pelaku UMKM.

Salah satu kelemahan produk UMKM adalah kurang berkualitas, tidak terstandar atau kontinuitas produk yang kurang terjamin. Kelemahan ini akan menjadi hambatan utama dalam meningkatkan permintaan produk dan banyak produk tidak terserap pasar. Pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan UMKM.

Hal ini selaras dengan Teori Pertumbuhan (Harod-Domar) yang menyatakan kapasitas produksi yang membesar, membutuhkan permintaan yang lebih besar. Jika kapasitas yang membesar tidak diikuti dengan permintaan yang besar, surplus akan muncul dan disusul penurunan jumlah produksi.

Banyak produk UMKM yang tidak dikenal oleh masyarakat dan tidak terserap pasar. Bahkan untuk produk pertanian, ketika terjadi panen raya tidak terserap pasar sehingga harga produk tersebut anjlok bahkan biaya panen lebih besar daripada harga jual. Oleh sebab itu dibutuhkan terobosan, kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam memasarkan produk UMKM. Untuk memasarkan produk UMKM, pelaku UMKM dan pemerintah dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan e-commerce. Untuk menyerap produk UMKM dapat dilakukan dengan hilirisasi terhadap produk UMKM dan mencari pasar produk UMKM.

Jika permasalahan struktural di atas dapat ditangani dengan baik, maka UMKM akan menjadi kuat. UMKM kuat akan menciptakan kemandirian ekonomi Indonesia sebagaimana yang diharapkan dalam nawacita yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

(Penulis – Edward UP Nainggolan/Kakanwil DJKN Kalbar)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini