Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Dunia Jurnalisme Di Instansi Pemerintah
Thaus Sugihilmi Arya Putra
Rabu, 23 Juni 2021 pukul 16:30:15   |   3791 kali


Oleh: Thaus Sugihilmi Arya Putra*)

Berkaitan dengan tugas penyajian pelayanan informasi, koordinasi pengelolaan informasi dan dokumentasi informasi, dan hubungan masyarakat maka sebagai instansi pemerintah berikut para personil yang membidangi informasi dituntut untuk dapat bekerja laiknya lembaga-lembaga penyiaran di dunia jurnalisme dan mengikuti perkembangan dunia jurnalisme. Apalagi dengan adanya teknologi yang telah mempermudah pekerjaan manusia termasuk dalam berkomunikasi. Teknologi telah memperpendek jangkauan dan mempersingkat waktu. Penemuan internet pada tahun 1990-an telah membawa pengaruh besar dalam perkembangan teknologi informasi. Bahkan sekarang telah muncul istilah citizen journalism (jurnalisme warga negara) yang merupakan revolusi dalam penyebaran informasi. Kini penyebaran informasi bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, apa saja, dan dengan cara apa saja. Warga negara yang selama ini digolongkan sebagai konsumen media, kini bisa bertindak sebagai jurnalis dengan menggunakan internet dan bermacam media sosial seperti blog, instagram, twitter, facebook dan sebagainya. Sehingga definisi jurnalis kini telah bergeser menjadi proses pencarian, pengolahan, penulisan dan penyebaran informasi yang bisa dilakukan oleh semua orang melalui media sosialnya.

Perkembangan dunia jurnalisme juga terjadi dalam cara penulisan ide-ide yang akan dimunculkan. Secara klasik, penulisan berita selama ini berpedoman pada 5 W + 1 H (what, when, where, why, who dan how) tentunya dengan tetap mengacu pada fakta-fakta di lapangan yang ditemukan. Oleh Roy Peter, konsep klasik telah dikembangkan menjadi model narrative dengan mengubah rumus 5 W dan 1 H. Who menjadi karakter. What menjadi plot. When menjadi kronologi. Why menjadi motif. Dan How menjadi narasi.

A. Asal-usul Jurnalisme


Kata jurnalisme berasal dari bahasa Prancis journal yang berasal dari istilah Latin diurnal atau diary. Acta diurnal merupakan sebuah bulletin yang ditulis tangan dan berisi ulasan kejadian sehari-hari di masyarakat. Acta Diurna terbit di Romawi kuno, dan menjadi cikal bakal surat kabar.

Pada masa pemerintahan Julius Caesar (100-22 SM) di Romawi kuno, ada beberapa perangkat negara seperti tentara, polisi, aparat pemerintahan, dan Dewan Perwakilan Politik. Julius Caesar menyadari agar tiap keputusan yang diambilnya sebisa mungkin diketahui masyarakat. Sehingga pengumuman-pengumuman yang berkaitan dengan kebijakan kenegaraan sesegera mungkin harus diketahui rakyatnya. Julius Caesar menyadari dengan sudah semakin banyaknya aparat pemerintahan dan jumlah rakyatnya terus meningkat maka seandainya pengumuman dilakukan secara individu-individu tidak akan mencukupi lagi. Maka mulailah dipikirkan bagaimana cara agar pengumuman-pengumuman yang sudah dibuat bisa disebarluaskan ke sasaran dengan lebih luas dan cepat. Pada saat sistem perbudakan masih diberlakukan yaitu saat awal-awal sejarah perkembangan komunikasi, proses penyebaran pengumuman dilakukan secara serentak dalam sebuah kerumunan orang di kota seperti pasar, tempat pertunjukan sirkus atau gladiator dengan membacakan pengumuman di depan khalayak ramai. Pengumuman dibacakan oleh orang-orang yang bersuara keras dan lantang serta didahului dengan suara terompet atau gendang yang dibunyikan untuk menarik perhatian masyarakat.

Selanjutnya Julius Caesar memerintahkan untuk memasang papan pengumuman dari gips putih berisi berita mengenai Dewan Perwakilan Politik. Selain Dewan Perwakilan Politik, di pemerintahan Julis Caesar ada pula Senat atau semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Papan pengumuman dari gips yang berisikan keputusan-keputusan kemudian dikenal sebagai Acta Diurna yang berarti peristiwa sehari-hari. Sedangkan keputusan-keputusan senat ada bentuk papan pengumuman lainnya yang disebut Acta Senatus. Akhirnya muncullah usaha swasta yang mengurusi penyebaran informasi tersebut. Kegiatan catat mencatat yang dilakukan oleh usaha swasta inilah yang lalu dianggap sebagai cikal bakal kemunculan istilah jurnalistik.

B. Definisi Jurnalisme

Berdasarkan kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1987) dikemukakan bahwa definisi jurnalisme adalah The work of profession of producing (writing for journal ana newspaper), artinya profesi yang berkaitan dengan memproduksi tulisan untuk jurnal dan surat kabar; Writing that may be all right for a newspaper, artinya menulis yang benar untuk surat kabar. Kamus ini juga mengungkapkan bahwa jurnalistik adalah kata sifat dari jurnalisme.

C. Jurnalistik dan Publisistik

Wilhem Bauer dalam bukunya Einfuhrung in das Stadium desGeschichte (1921) mengatakan publisistik adalah pengumuman-pengumuman tertulis atau berupa gambar-gambar yang secara terang-terangan mendukung suatu kecenderungan tertentu, dan direncanakan dengan maksud untuk mempengaruhi umum.

Berkaitan dengan seluruh penjelasan di atas, kegiatan dalam hal penyajian pelayanan informasi, koordinasi pengelolaan informasi dan dokumentasi informasi dan hubungan masyarakat di DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) yang merupakan salah satu instansi pemerintah di lingkungan Kementerian Keuangan RI dan juga instansi pemerintah lainnya tidak terlepas dari kegiatan jurnalisme. Menurut hemat penulis kegiatan dalam hal penyajian pelayanan informasi, koordinasi pengelolaan informasi dan dokumentasi informasi dan hubungan masyarakat memenuhi paling tidak 3 (tiga) dari 4 (empat) unsur definisi jurnalisme menurut kamus The New Grolier Webster International Dictionary of the English Language yaitu The occupation of conducting a news medium, including publishing, editing, writing, or broadcasting (pekerjaan yang berkaitan dengan media berita, termasuk menerbitkan, mengedit, menulis atau menyiarkan); A type of writing ideally characterized by objectivity, but sometimes written to appeal to current public taste (jenis penulisan yang secara ideal memiliki ciri objektivitas, tetapi kadang-kadang ditulis untuk memenuhi rasa ingin tahu masyarakat); Reporting (pelaporan); An academic field concerned with the procedures invalued in conducting a news medium (lapangan akademis yang terkait dengan kegiatan yang berhubungan dengan media berita).

Sedangkan berkaitan dengan ruang lingkup jurnalisme atau orang sering menyebutnya dengan scope atau wilayah kajian seiring dengan sejarah perkembangannya, jurnalisme pun mengalami kemajuan yang cukup berarti sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi massa. Jika kita perhatikan, di tiap negara hampir semuanya memiliki kantor berita pemerintah dan lembaga penyiaran pemerintah. Di Indonesia ada kantor berita nasional Antara, TVRI dan RRI. Belum lagi beberapa pemerintah daerah untuk mendukung penyebarluasan informasi pembangunan yang sedang digalakkannya juga memiliki beberapa radio siaran pemerintah daerah. Berkaitan dengan penjelasan di atas, di instansi pemerintah ruang lingkup jurnalisme menurut hemat penulis paling tidak meliputi 2 (dua) atau bahkan 3 (tiga) jenis jurnalisme yaitu Jurnalisme Cetak, misalnya di DJKN sendiri memiliki majalah internal yaitu Media KN; Jurnalisme Siaran, banyak tertuju pada berita televisi dan radio; Jurnalisme Online, penemuan Word Web Wide telah membuat revolusi besar-besaran di bidang jurnalisme dengan munculnya online (cyber) journalism berkaitan dengan kecepatan penyebaran pesannya. Misalnya DJKN memiliki situs www.djkn.kemenkeu.go.id.

Berkaitan dengan seluruh penjelasan tersebut di atas, sebagai instansi pemerintah yang juga memiliki kegiatan dalam hal penyajian pelayanan informasi, koordinasi pengelolaan informasi dan dokumentasi informasi dan hubungan masyarakat, yang berarti tidak lepas dari bidang jurnalisme hendaknya informasi yang disampaikan tersebut memiliki nilai berita. Johan Galtung and Marie Holmboe Ruge (1965) pernah memberikan kriteria sebuah informasi memiliki nilai berita sebagai berikut: Frequency, Negativity, Unexpectedness, Unambiguity, Personalization, Meaningfulness, Reference to elite nations, Reference to elit persons, Conflict, Continuity, Consonance dan Composition. Sedangkan menurut hemat penulis, sebagai instansi pemerintah yang juga menyuarakan jurnalisme dalam batasan birokrasi maka sebuah informasi akan bernilai berita jika memenuhi kriteria yaitu Significance (penting); Magnitude (besar); Prominance (tenar); Proximity (kedekatan) dan Human Interest (manusiawi).

Selain informasi yang disajikan oleh instansi pemerintah haruslah bernilai berita seperti tersebut di atas, menurut hemat penulis hendaklah informasi yang disampaikan itu haruslah objektif yang merupakan penggabungan antara unsur faktualitas dan imparsialitas. Pada umumnya, sesuatu dikatakan objektif sandarannya adalah adanya fakta yang diungkapkan oleh seseorang. Sebetulnya objektivitas yang murni tidak ada. Berita bukan kejadiannya itu sendiri, tetapi kejadian aktual yang ada banyak persoalan mengitarinya. Kejadian itu sendiri adalah fakta objektif, tetapi bagaimana kejadian itu dipilih, dipilah, diberikan makna, interpretasi, data pendukung dan bagaimana cara melaporkan adalah sesuatu yang subjektif. Agar masyarakat paham benar apa yang dilaporkannya, memberikan liputan sedetil mungkin harus dilakukan. Maka yang berkembang adalah realitas subjektif atau realitas objektif yang subjektif. Hal ini bisa terjadi karena adanya sudut pandang yang berbeda antarwartawan/jurnalis, visi media yang mempengaruhi, kemampuan daya tangkap terhadap fakta, daya tafsir, dan selera tentang apa yang harus dilaporkan. Sehingga ada banyak faktor yang mempengaruhi objektivitas. Tidak ada objektivitas apa adanya. Melainkan yang ada adalah objektivitas yang subjektif. Media, bagaimanapun juga merepresentasikan banyak kepentingan terhadap suatu fakta. Media, sering kali justru memiliki realitasnya sendiri, yaitu realitas media. Tak terkecuali dengan media-media jurnalisme instansi pemerintah baik media cetak, elektronik dan online di tengah batasan birokrasi. Beruntungnya di Kementerian Keuangan sudah menjadi tradisi untuk menterinya tidak dijabat dari orang partai politik melainkan dari professional dan/atau akademisi sehingga tidak terbebani sebagai kementerian yang partisan. Hal ini paling tidak menjadi point tersendiri dalam hal objektivitas. Yakinlah sekecil apa pun yang dilakukan terkait penyebaran informasi oleh instansi pemerintah yang dibatasi oleh birokrasi pemerintah di tengah media-media jurnalisme mainstream non instansi pemerintah akan besar andilnya dalam ikut membantu penyebar luasan informasi pembangunan yang sedang digalakkan pemerintah yang amat dinantikan informasinya oleh masyarakat.

*)Penulis adalah Kepala Seksi Informasi pada Bidang KIHI Kanwil DJKN Kalimantan Barat

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini