Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Bank Tanah untuk Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan
Aminah Nurmillah
Senin, 24 Mei 2021 pukul 08:21:20   |   14421 kali

Salah satu ketentuan yang diatur dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang mulai berlaku terhitung tanggal 2 November 2020 adalah mengenai Pertanahan yang dimuat dalam Bagian Keempat UU Cipta Kerja. Undang-Undang mengenai Pertanahan ini mengatur kewenangan Negara dalam mengatur peruntukan, penggunaan dan pengelolaan tanah. Pengaturan mengenai pertanahan berinduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Sebagaimana diatur dalam UUPA dalam Pasal 1 bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dan hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa merupakan hubungan yang bersifat abadi. Berdasarkan ketentuan dalam UUPA ini yang mengandung filosofi bagaimana hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air dan, ruang angkasa yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

Hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, dan ruang angkasa diatur penggunaannya oleh negara. Negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi rakyat memiliki hak menguasai. Hak menguasai negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa, menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa serta menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Secara fungsional kewenangan negara dilaksanakan oleh Kementerian ATR/BPN.

Hak menguasai negara untuk mengatur peruntukan tanah baik untuk kepentingan masyarakat sebagai individu maupun untuk kepentingan umum perlu mendapat perhatian dan perlakuan yang seimbang dan adil. Walaupun pada prinsipnya tanah memiliki fungsi sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPA dalam arti tanah dapat digunakan oleh negara apabila menyangkut kepentingan umum. Serta adanya tanah yang berstatus Tanah Negara yaitu tanah yang belum memiliki hak atas tanah di atasnya, tidak merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, tanah wakaf, Barang Milik Negara/Daerah/desa atau BUMN/BUMD. Bagaimana saat negara memerlukan tanah yang akan digunakan untuk kepentingan umum seperti jalan, jembatan, waduk, pelabuhan, infrastruktur minyak, gas dan panas bumi atau akan digunakan untuk jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah, tentunya memerlukan luas tanah yang tidak sedikit. Beberapa ketentuan terkait yang mengatur mengenai saat negara memerlukan tanah yang bertujuan untuk terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum serta dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 seperti diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018, serta UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Namun ketentuan ini dirasa masih kurang optimal, dimana saat kondisi negara memerlukan luas tanah yang tentunya tidak sedikit.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana dalam Bagian Keempat mengenai Pertanahan, dibentuklah Badan Bank Tanah. Dengan terbentuknya Badan Bank Tanah ini diharapkan kebutuhan negara atas tanah mendapat solusi. Badan Bank Tanah merupakan badan khusus yang mengelola tanah serta berfungsi untuk melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian tanah. Terbentuknya Badan Bank Tanah ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria. Sehingga pengaturan mengenai Bank Tanah ini diharapkan dapat menjembatani keperluan negara untuk memenuhi kebutuhan atas tanah seperti untuk pembangunan proyek strategis nasional berupa jalan tol, waduk, bendungan atau untuk pembangunan infrastruktur lainnya yang menyangkut kepentingan umum.

Tanah yang berada dalam penguasaan Badan Bank Tanah diberikan dengan status Hak Pengelolaan, untuk selanjutnya di atas Hak Pengelolaan ini dapat diberikan status hak atas tanah berupa Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang sesuai dengan peruntukan atas tanah tersebut. Selaras dengan tujuan dari dibentuknya Bank Tanah itu sendiri, Hak Pengelolaan yang dimiliki oleh Badan Bank Tanah dapat diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Bank Tanah itu sendiri, BUMN/BUMD, Badan Hukum Milik Negara seperti status beberapa Perguruan Tinggi Negeri yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada atau Institut Teknologi Bandung, atau Badan Hukum Milik Daerah, serta Badan Hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat. Melihat dari karakteristik dari pihak yang dapat diberikan Hak Pengelolaan ini oleh Badan Bank Tanah tentunya tidak semata-mata ditujukan untuk mencari profit saja namun lebih mengutamakan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial atau kepentingan pembangunan nasional.

Karakteristik tanah dengan status Hak Pengelolaan memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk menyusun rencana peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang, menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian tanah Hak Pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga dan menentukan tarif dan menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan dari pihak ketiga sesuai dengan perjanjian.

Namun perlu mendapat perhatian terhadap beberapa pasal berikutnya yang mengatur bagaimana pihak yang telah diberikan Hak Pengelolaan dapat memberikan hak manfaat atas tanah tersebut kepada pihak ketiga yaitu swasta baik perorangan maupun badan hukum dengan perjanjian pemanfaatan tanah. Pihak yang menerima Hak Pengelolaan secara langsung dari Badan Pertanahan yaitu instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, Badan Hukum Milik Negara/Daerah ataupun Badan Hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat serta Badan Bank Tanah sendiri dapat lebih mengutamakan tujuan pemberian haknya untuk kepentingan umum dan kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi konsolidasi lahan dan reforma agraria sebagaimana diatur dalam Pasal 137 UU Cipta Kerja, sehingga tidak semata-mata mencari keuntungan saja.

Pemanfaatan yang diserahkan kepada pihak ketiga ini dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dengan jangka waktu yang disepakati dengan batas waktu sesuai dengan yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, serta membayar tarif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Apabila jangka waktu telah berakhir maka hak atas tanah tersebut kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan. Bahkan dimungkinkan juga tanah yang dalam pengelolaan Badan Bank Tanah yang berstatus Hak Pengelolaan dapat diberikan Hak Milik yang tentu saja apabila sudah berstatus Hak Milik maka akan dikeluarkan dalam bagian tanah berstatus Hak Pengelolaan. Walaupun memang dibatasinya pemberian Hak Milik atas tanah untuk keperluan rumah umum dan transmigrasi yang tentunya selaras dengan tujuan dibentuknya Badan Bank Tanah.

Selain pemberian manfaat atas tanah Hak Pengelolaan ini juga sesuai dengan nafas dibentuknya omnibus law UU Cipta Kerja yang ditujukan untuk menciptakan iklim usaha dan investasi yang berkualitas bagi para pelaku bisnis termasuk UMKM dan investor asing demikian pula ditetapkannya Bank Tanah dalam Bagian keempat Paragraf 1 UU Cipta Kerja ini. Dimana dalam rangka mendukung investasi Badan Bank Tanah sebagai pemegang Hak Pengelolaan diberi kewenangan untuk melakukan penyusunan rencana induk, membantu memberikan kemudahan Perizinan Berusaha/persetujuan, melakukan pengadaan tanah dan menentukan tarif pelayanan. Sehingga diharapkan dengan diaturnya Bank Tanah ini proses perizinan usaha dan investasi lebih sederhana.

Ketentuan teknis yang mengatur mengenai Badan Bank Tanah sendiri memang belum ditetapkan namun tentunya diharapkan pengaturan lebih lanjut terhadap pemberian hak atas tanah di atas tanah Hak Pengelolaan itu sendiri seperti dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai maupun dengan Hak Milik tetap berakar pada tujuan dibentuknya Badan Bank Tanah yaitu menjamin ketersediaan tanah dalam rangka memaksimalkan pemanfaatan tanah untuk ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, kepentingan nasional, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria.


Penulis: Kristijanindyati Puspitasari




Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini