Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Menjaga Identitas Budaya Snap Mor “Perang Melawan Ikan”
Ardiansyah Noor Ilham
Rabu, 08 Juli 2020 pukul 10:57:57   |   1624 kali






Snap mor di pantai Samber, Biak

Snap Mor adalah budaya menyebar jaring atau menangkap ikan di Biak, Papua. Kegiatan snap mor bisa dilakukan pada waktu terbaik, biasanya pada musim meti (bulan mati) saat bulan tidak purnama, atau masa air surut lebih panjang, siang hingga malam hari, atau biasa disebut air tidak pasang, biasanya antara bulan Maret hingga Agustus. Namun di bulan lain juga dapat dilakukan tetapi biasanya air baru akan surut pada waktu malam, sehingga snap mor hanya bisa dilakukan pada malam hari yang ditandai oleh angin timur dan curah hujan yang dominan, serta dilakukan di daerah yang dangkal. Snap mor berasal dari bahasa Biak, yaitu snap dan mor. Snap adalah koral atau batu kecil yang terhampar di muara sungai, kali, dan kanal, sedangkan kata mor berarti timbunan laut atau ikan sebagai butir-butir rejeki. Hingga secara umum orang Biak menyebut snap mor sebagai sebuah kegiatan menangkap ikan bersama-sama di waktu air surut dengan menggunakan jaring, tombak atau kalawai, dilakukan di area kampung sendiri dan biasanya juga mengundang warga dari kampung yang lain. Jenis alat-alat yang digunakan pada kegiatan snap mor, yaitu:

- Jaring, jenis jaring yang digunakan berukuran dua inci dengan panjang kurang lebih 500 meter atau sesuai kebutuhan berdasarkan luas area snap mor;

- Kalawai, biasanya dibuat dari besi beton kecil atau jari-jari roda sepeda berjumlah tiga atau empat mata tombak yang diikat bersamaan lalu ditancapkan pada bambu atau pipa besi berukuran ½ inci;

- Ret ,asanya dibuat dari besi beton dengan ukuran sesuai keinginan dengan panjang minimal satu meter. Pada pangkal diberikan ikatan dari karet ban dalam agar memiliki daya pegas untuk memanah ikan

Pada masa lalu sebelum snap mor dilaksanakan, para tetua kampung yang telah ditunjuk melakukan proses ritual adat di pesisir pantai yang dikenal sebagai “Ritual Pele Jaring”. Hal ini bertujuan untuk memanggil ikan serta memohon keselamatan. Ritual adat dilakukan oleh orang tua yang dianggap pemimpin di kampung tersebut, diawali dengan membakar daun kelapa dan memasang lampu gas sebagai penerang di lokasi kegiatan. Masyarakat kemudian berkumpul membentuk lingkaran dan pemimpin kegiatan snap mor berdoa untuk kelancaran dan keselamatan kegiatan snap mor. Selanjutnya, ritual ini dilaksanakan dengan memberikan kakes (sesajen) berupa pinang dan rokok yang diletakkan pada daun tertentu lalu dihanyutkan ke laut. Setelah itu jaring ditebar dan pada pinggiran jaring diikat daun kelapa muda sebagai tanda tidak boleh ada penduduk yang mencari ikan hingga waktu yang ditentukan sampai snap mor siap dilaksanakan. Kehidupan budaya dan keagamaan yang erat membawa proses ritual di masa kini berubah seiring zaman. Saat ini ritual yang dilakukan melalui Gereja dengan berdoa bersama. Setelah itu penduduk dalam waktu dua atau tiga minggu tidak boleh menangkap ikan dengan maksud agar ikan tidak takut ke pesisir pantai sehingga pada saat snap mor ikan berlimpah.

Snap mor menampilkan keaslian Budaya Biak. Sebagai masyarakat yang tinggal berdampingan dengan pantai, sebagian dari mereka hidup dengan memanfaatkan kekayaan laut. Cara tradisional ini dipilih agar ekosistem ikan di laut tetap terjaga dan bisa dinikmati hingga ke anak cucu, sebagai upaya menjaga identitas budaya leluhur yang merupakan bentuk kearifan lokal yang tak lekang oleh waktu dan jaman. Perwujudan ini memupuk kebersamaan bahwa manusia adalah bagian dari anggota masyarakat yang hidup bersama dan yang menghasilkan kebudayaan. Sebuah budaya bangsa tinggal di hati dan di dalam jiwa rakyatnya (Mahatma Gandhi). Kebudayaan menurut Edward Taylor adalah kompleks keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral hukum, adat istiadat dan semua kemampuan dan kebiasaan yang lain, yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat, dan bila dinyatakan lebih sederhana lagi kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh anggota suatu masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010).

Seiring dengan berkembangnya teknologi serta pembaharuan dalam stuktur sosial budaya masyarakat saat ini,dimana sebagian besar masyarakat sangat menyukai akan perkenalan terhadap budaya – budaya baru, maka kegiatan snap mor ini dimasukkan dalam Program Pemerintah Kabupaten Biak Numfor melalui Dinas Pariwisata dengan mengadakan Festival Budaya Munara Wampasi yang diselenggarakan pada bulan Juli. Sebagai upaya untuk melestarikan budaya snap mor, maka sejak tahun 2012 Pemda Kabupaten Biak, menyelenggarakan Festival Biak Munara Wampasi, beragam acara budaya ditampilkan, dan sejak tahun 2018 Festival Biak Munara Wampasi menjadi agenda tahunan wisata kabupaten Biak. Munara Wampasi merupakan serangkaian acara yang digelar di Kabupaten Biak Numfor, antara lain snap mor (menangkap ikan di air laut surut/meti), apen beyeren (berjalan kaki di atas batu panas), lari Biak 10 km, perjalanan kapal pesiar ke objek wisata, pameran anggrek dan budaya, hiburan band, kesenian dan tari khas Biak (tari pancar).

Snap mor adalah bentuk rasa syukur atas berkah Tuhan berupa kekayaan laut yang melimpah. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan budaya sangat menonjol, sehingga sangat layak untuk dipelihara dan dilestarikan. Seiring dengan pembauran masyarakat saat ini, Biak Numfor merupakan daerah yang memiliki toleransi beragama yang kuat dan mempunyai seni dan kebudayaan yang beragam. Sehingga, bisa membawa kenyamanan pada wisatawan yang datang. Kondisi tersebut terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan asing dan domestik yang meningkat setiap tahun untuk menyaksikan snap mor sebagai rangkaian acara pada festival Munara Wampasi. Kegiatan ini semakin memperlihatkan keberadaan pariwisata Indonesia dari sisi lain, yakni budaya.

Snap mor merupakan upaya menjaga serta melestarikan adat istiadat dan budaya asli masyarakat Biak. Kini snap mor menjadi acara yang sangat dinantikan setiap tahun oleh masyarakat Kabupaten Biak Numfor. Selain kegiatan ini menjadi bagian dari festival, terdapat keunikan tersendiri dalam pelaksanaanya. Snap mor memiliki sensasi seperti “berperang” melawan ikan. Karena saat snap mor dilaksanakan ada ratusan bahkan ribuan penduduk yang masuk ke lokasi snap mor dengan memegang kalawai atau ret, berlomba mendapatkan ikan yang jumlahnya belum tentu sebanyak yang diharapkan. Pengalaman ini menumbuhkan rasa bahagia bagi setiap keluarga yang mengikuti kegiatan ini. Snap mor membuat kerukunan semakin erat antar suku yang belum tentu dapat kita jumpai di daerah lain. Tahun ini kemungkinan besar kita tidak akan merasakan sensasi perang melawan ikan dalam Festival Munara Wampasi. Karena sensasi perang itu sementara dihadapi untuk melawan Covid-19. Semoga pandemi yang mendera ini segera berakhir, dan jika Tuhan menghendaki atas izin-Nya, tahun depan berperang melawan ikan di Festival Munara Wampasi kembali dilakukan dengan lebih meriah sehingga semuanya dapat merasakan sensasi yang luar biasa. Aamiin.


Penulis: Alvian Korwa (PPNPN KPKNL Biak)


1. Kaya, Indonesia. "Kalawai Yang Unik Dan Otentik - Situs Budaya Indonesia". IndonesiaKaya (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2020-07-03.

2. Paluseri, Dais (2018). "Penetapan Warisan Budaya Tak benda". Warisan Budaya Kemdikbud. Diakses tanggal 2020-07-04.

3. Romarak, Alfasis (2018-12-02). "Snap Mor (Tradisi pengakapan Ikan masyarakat Biak)". Snap Mor. Diakses tanggal 2020-07-05.

4. Media, Kompas Cyber. "Upaya Membangkitkan Pariwisata Biak Numfor". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-07-04.

5. Jul 2017, Reza03; Wib, 14:47. "Apen Bayeren Jadi Atraksi Unggulan di Festival BMW 2017 Biak". liputan6.com. Diakses tanggal 2020-07-05.

6. antaranews.com. "Wisatawan diajak saksikan Festival Biak Munara Wampasi". Antara News. Diakses tanggal 2020-07-03.


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini