Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Revaluasi BMN: Peran dan Tantangan Penilaian Dalam Dinamika Perekonomian Global
I Wayan Mardana
Kamis, 23 November 2017 pukul 08:52:39   |   8701 kali



Ditulis oleh I Wayan Wardana

Mahasiswa Tugas Belajar Program Diploma IV PKN STAN


A. Definisi Penilaian

Apa itu Penilaian?

Penilaian adalah proses kegiatan oleh Penilai untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian pada saat tertentu.

Siapakah Penilai?

Penilai adalah pihak yang memiliki kompetensi di bidang penilaian bekerja secara independen dan profesional dalam memberikan layanan penilaian. Indonesia mengenal istilah penilai publik dan penilai pemerintah. Penilai Publik adalah penilai yang telah memperoleh ijin dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa penilaian secara profesional melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Sedangkan Penilai Pemerintah adalah PNS di lingkungan Pemerintah yang diangkat oleh Kuasa Menteri Keuangan serta diberikan tugas, kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen.

Bagaimana proses pelaksanaan penilaian?

Kegiatan penilaian dimulai dari identifikasi penugasan penilaian untuk mengetahui latar belakang dan tujuan dari kegiatan penilaian. Penggunaan opini nilai wajar umumnya bertujuan dalam rangka pemindahtanganan aset melalui penjualan lelang, tukar menukar, hibah dan penyertaan modal, dalam rangka pemanfaatan aset melalui sewa, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna dan kerjasama pengadaan infrastruktur, atau dalam rangka penyajian nilai wajar aset yang tercatat dalam neraca keuangan.

Tahapan selanjutnya adalah survei lapangan untuk mengumpulkan data dan fakta yang dibutuhkan meliputi informasi objek penilaian, objek pembanding, dan analisis pasar properti sejenis di wilayah objek penilaian berada. Data dan fakta tersebut kemudian digunakan sebagai dasar analisis perhitungan nilai wajar dengan pendekatan dan metode penilaian (pendekatan perbandingan data pasar, biaya atau pendapatan). Hasil penilaian kemudian disajikan dalam bentuk laporan penilaian yang memuat informasi objek penilaian, batasan-batasan dalam pelaksanaan penilaian, serta analisis yang mendukung hasil opini nilai wajar.

Siklus Pengelolaan BMN/D


Sumber: Peraturan Pemerintah no 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/D

Mengapa kegiatan Penilaian memilik peran strategis dalam pemerintahan?

Alasan pertama adalah dengan diberlakukannya akuntansi berbasis Internasional Financial Reporting Standards (IFRS), salah satu perubahan mendasar adalah penggunaan nilai wajar (fair value) yang kemudian perlahan menggeser penggunaan historical cost. Sehingga kebutuhan terhadap jasa penilaian dengan tujuan menyajikan nilai wajar pada neraca keuangan akan semakin meningkat baik di lingkungan pemerintah maupun sektor swasta.

Selain itu nilai wajar yang dihasilkan oleh penilai pemerintah maupun penilai publik akan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan aset dalam rangka pemindahtanganan maupun pemanfaatan. Hal inilah yang mengakibatkan penilai memiliki peran strategis dalam siklus pengelolaan aset.


B. Revaluasi Barang Milik Negara

Salah satu tujuan pelaksanaan penilaian adalah untuk menyajikan opini nilai wajar atas BMN berupa aset tetap pada neraca keuangan pemerintah pusat. Dengan ditetapkannya Keputusan Presiden nomor 75 tahun 2017 tentang Penilaian Kembali Barang Milik Negara/ Daerah, DJKN mengalami babak berikutnya dengan menyelenggarakan kegiatan Revaluasi Barang Milik Negara. Kegiatan Revaluasi BMN ini dapat dianggap sebagai kelanjutan dari kegiatan Inventarisasi dan Penilaian BMN (IP-BMN) 2007. Namun terdapat beberapa perbedaan dalam kegiatan revaluasi BMN 2017 dengan kegiatan IP BMN 2007 yaitu:

Perbedaan IP BMN Tahun 2007 dan Revaluasi BMN 2017

Inventarisasi dan Penilaian BMN 2007

Revaluasi BMN 2017

Objek penilaian adalah BMN adalah aktiva tetap berupa tanah, bangunan, jalan, jembatan, irigasi, jaringan, bangunan air, peralatan, mesin serta aset tetap lainnya

Objek penilaian adalah BMN adalah aktiva tetap berupa tanah, bangunan, jalan, jembatan, dan bangunan air.

Belum terdapat informasi dan data terkait dengan daftar aset, inventarisasi BMN merupakan langkah awal untuk penatausahaan BMN yang tertib hukum, tertib administrasi dan tertib fisik.

Dilaksanakan berdasarkan daftar aset yang telah dilakukan penatausahaan oleh satuan kerja (satker) masing-masing kementerian/lembaga.

Keterbatasan jumlah dan kompetensi SDM Penilai yang dilatih melalui crash program pendidikan penilaian .

Telah memiliki pengalaman selama 10 tahun untuk mengembangkan SDM Penilai baik kuantitas maupun kualitas.

Dukungan dari sistem informasi belum optimal.

Mengoptimalkan penggunaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi BMN (SIMAK-BMN), Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN) dan Sistem Informasi Penilaian (SIP).

Tim Penilai wajib melakukan survei lapangan dalam rangka inventarisasi dan penilaian terhadap seluruh aset BMN baik berupa tanah tanah, bangunan, jalan, jembatan, irigasi, jaringan, bangunan air, peralatan, mesin serta aset tetap lainnya.

Untuk BMN berupa tanah, Tim Penilai wajib melakukan survei lapangan, sedangkan untuk BMN berupa bangunan, jalan, jembatan, dan bangunan air Tim Penilai melakukan analisis berdasarkan informasi dalam formulir yang diisi oleh satker.

Dapat kita simpulkan bahwa IP BMN Tahun 2007 merupakan upaya awal pemerintah untuk memperbaiki penatausahaan BMN berupa aset tetap, dan nilai wajar atas BMN berupa aset tetap kemudian disajikan dalam neraca keuangan pemerintah pusat untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). Hal ini dibuktikan dengan opini BPK terhadap LKPP tahun 2004-2008 adalah tidak menyatakan pendapat (disclaimer) namun setelah nilai wajar aset disajikan dengan lebih baik BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (qualified) terhadap LKPP tahun 2009-2015 dan wajar tanpa pengecualian (unqualified) terhadap LKPP tahun 2016.

Sedangkan kegiatan revaluasi BMN Tahun 2017 merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas nilai wajar yang telah tercatat pada necara keuangan mengingat kegiatan IP BMN dilakukan 10 tahun sebelumnya dan dengan perkembangan ekonomi Indonesia saat ini tentunya nilai BMN mengalami perubahan dibandingkan dengan nilai wajar 10 tahun yang lalu. Kegiatan Revaluasi BMN merupakan arahan dari Menteri Keuangan untuk memperoleh nilai kekayaan negara yang terupdated serta salah satu kesepakatan Komisi XI DPR RI untuk meminta Menteri Keuangan untuk melakukan revaluasi aset terhadap BMN yang akan digunakan kembali (roll over) sebagai dasar penerbitan underlying asset Surat berharga Syariah Negara (SBSN).

Sehingga tujuan revaluasi BMN Tahun 2017 adalah untuk meningkatkan kevalidan dan keakuratan nilai BMN yang disajikan dalam laporan keuangan, untuk meningkatkan leverage BMN sebagai underlying asset untuk penerbitan SBSN, untuk membangun database BMN yang lebih baik untuk kepentingan pengelolaan BMN di kemudian hari, dan untuk mengidentifikasi BMN idle.

Pemilihan Obyek Aset Tetap yang direvaluasi terbatas pada Aset Tetap berupa Tanah, Gedung dan Bangunan, Jalan Irigasi dan Jaringan (berupa Jalan dan Jembatan, serta Bangunan Air) adalah dengan pertimbangan:

1) potensi kenaikan (perubahan) nilai cukup signifikan,

2) komposisi nilainya sangat signifikan dari keseluruhan aset tetap,

3) jumlah item/unit Tanah, Gedung dan Bangunan, serta Jalan Irigasi dan Jaringan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah item/unit Peralatan dan Mesin serta Aset Tetap Lainnya yang sangat banyak.

4) saat ini, BMN berupa Tanah, Gedung dan Bangunan, serta Jalan Irigasi dan Jaringan menjadi underlying asset SBSN sehingga diperlukan revaluasi untuk meningkatkan leverage BMN dimaksud.


C. Aset Tetap dalam Neraca Keuangan Negara Indonesia

Secara ringkas neraca keuangan pada LKPP 2016 (audited) disajikan sebagai berikut:

Pemerintah Republik Indonesia

Neraca

Per 31 Desember 2016

Aset

Aset Lancar

304.611.773.163.182

Investasi Jangka Panjang

2.411.824.299.666.043

Aset Tetap

1.921.794.337.569.450

Piutang Jangka Panjang

47.128.879.666.666

Aset Lainnya

771.522.275.180.276

Total Aset

5.456.881.565.245.617

Kewajiban

Kewajiban Jangka Pendek

387.444.848.777.136

Kewajiban Jangka Panjang Dalam Negeri

2.838.622.177.018.286

Kewajiban Jangka Panjang Luar Negeri

663.882.787.443.546

Jumlah Kewajiban

3.889.949.813.238.968

Ekuitas

1.566.931.752.006.649

Jumlah Kewajiban dan Ekuitas

5.456.881.565.245.617

Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2016 (Audited)

Apakah Indonesia sedang darurat hutang?

Apabila kita memandang negara Indonesia sebagai suatu entitas, maka kondisi struktur modal Indonesia yang disajikan sebagaimana pada LKPP 2016 masih wajar dengan Debt to Equity Ratio sebesar 2,48 : 1. Komposisi Kewajiban Indonesia juga didominasi oleh Kewajiban Jangka Panjang yang berasal dari Dalam Negeri sebesar 73%, sedangkan Kewajiban Jangka Panjang yang berasal dari luar negeri sebesar 17% dan Kewajiban jangka pendek sebesar 10%.

Dengan pengelolaan utang yang tepat serta arah kebijakan pemerintah saat ini yang mendukung pengembangan infrastuktur Indonesia, maka multiplier effect dari kebijakan pemerintah saat ini akan dirasakan manfaatnya di masa mendatang ketika infrastuktur yang ada mendukung perekonomian Indonesia dalam berbagai sektor usaha. Olah karena itu kekhawatiran Indonesia sedang mengalami darurat hutang, menurut penulis kurang tepat dan justru yang harus dilakukan saat ini mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah, ikut mencegah praktik korupsi dalam berbagai level serta yang paling sederhana adalah ikut berkontribusi atas penerimaan negara dengan membayar pajak.

Apa kaitannya dengan Penilaian?

Melalui kegiatan revaluasi BMN, Indonesia dapat meningkatkan nilai dari aset tetap yang disajikan pada neraca. Dengan adanya peningkatan nilai aset tetap akan meningkatkan kualitas informasi pada neraca pemerintah pusat sehingga akan mempertahankan kepercayaan terhadap kinerja pemerintah Indonesia oleh masyarakat Indonesia khususnya dan dunia internasional umumnya.


D. Isu Global Peran Aset Non Finansial pada Neraca Pemerintah

Berdasarkan hasil penelitian yang dirilis oleh Elva Bova, Robert Dippelsman, Kara Rideout, and Andrea Schaechter (IMF Working Paper) pada tahun 2013 tentang peran aset non finansial (Aset tetap) pada neraca pemerintah di beberapa negara, penulis menarik kesimpulan bahwa permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam pengelolaan aset non finansial merupakan isu global. Sehingga Indonesia dapat belajar dari negara lain untuk dapat memperbaiki proses pengelolaan aset non finansial untuk neraca pemerintah. Aset Non finansial umumnya memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan aset finansial, dan keduanya umumnya lebih tinggi daripada utang pemerintah sebagaimana grafik berikut yang menunjukkan komposisi aset finansial, aset non finansial serta posisi utang yang dilaporkan kepada OECD dalam persentase GDP.

Grafik Aset dan Kewajiban Pemerintah (dalam persentase GDP)



Sumber: IMF Working Paper: Another Look at Governments’ Balance Sheets: The Role of Nonfinancial Assets

Australia

Australia memiliki data yang komprehensif mengenai aset non finansial yang dikelola oleh The Australian Bureau of Statistics sejak dekade 1980-an. Australia bahkan menyajikan nilai SDA berupa mineral dalam neraca dengan menggunakan net present value dari estimasi arus kas di masa mendatang. Namun demikian terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai yang disajikan untuk Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Government Financial Statistics (GFS). Hal ini dikarenakan berbedaan metode penilaian dan ruang lingkup definisi aset tetap. Australia dalam mengelola aset non finansial menggunakan konsep public private partnership.

Kanada

Aset non finansial Kanada relatiif kecil dikarenakan kegagalan Kanada dalam menyajikan aset berupa SDA mineral. Selain itu privatisasi Air Canada, Petro Canada, and the Canadian National Railway pada awal decade 1990-an hanya berdampak pada aset finansial. Tren penggunaan gedung pemerintah di Kanada juga lebih banyak dengan menggunakan sewa dibandingkanmembangun gedung pemerintahan baru

Perancis

Prancis adalah salah satu negara yang menyajikan aset tak berwujud dalam neraca pemerintah. Sebagian besar aset tetap dinilai pada nilai pasar dan estimasi menggunakan koefisien perubahan harga. Sisanya menggunakan biaya konstruksi dan depresiasi. Aset non finansial umumnya berupa tanah dan bangunan non residensial dan dimiliki oleh pemerintah local/daerah. Sejak tahun 2006, Prancis mulai menjual aset non finansial berupa gedung yang tidak memenuhi kebutuhan administrasi publik untuk mengurangi utang pemerintah.

Italia

Aset non finansial utama Italia adalah infrastuktur pemerintah pusat, SDA serta bangunan pemerintah local. SDA yang disajikan beragam meliputi cadangan minyak dan gas bumi, sumber daya air, maritim, hutan, taman nasional, udara, atmosfer, biodiversity dan pemandangan. Misalnya untuk frekuensi TV dinilai menggunakan biaya lisensi yang dibayarkan perusahaan kepada pemerintah. Italia mengambil kebijakan penjualan aset non finansial untuk membiayai utang pemerintah.

Jepang

Jepang merupakan salah satu negara dengan aset non finansial yang tinggi yaitu sebesar 120% dari GDP pada tahun 2010. Pada awal tahun 2000an, perubahan nilai aset non finansial dipicu oleh perubahan volume aset yang tercatat sedangkan mulai tahun 2006 dipicu oleh fluktuasi harga. Dalam pengelolaan aset Jepang mengupayakan penjualan terhadap aset yang tidak digunakan. Untuk aset yang sulit terjual, pemerintah pusat akan menawarkan sewa atau kontrak terhadap aset tanah kepada pemerintah lokal atau entitas lain yang akan mengembangkan lahan dan fasilitas untuk tanah tersebut.


E. Tantangan Penilaian di Masa Mendatang

Selama 2 tahun ke depan, DJKN akan menyelesaikan kegiatan revaluasi BMN untuk dapat menyajikan nilai wajar aset tetap pada neraca keuangan pemerintah pusat. Namun masih banyak ruang untuk berkembang dalam pengelolaan aset negara yang lebih optimal, efektif dan efisien.

Isu penyajian aset non finansial dalam neraca keuangan pemerintah pusat merupakan isu global yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, sehingga menurut penulis perlu adanya standar acuan yang berlaku di dunia internasional dalam penentuan ruang lingkup aset non finansial yang perlu disajikan dalam neraca keuangan pemerintah berikut dengan metode penilaian yang digunakan untuk setiap jenis akun. Hal ini tentunya akan mendukung penyajian laporan keuangan pemerintah untuk memenuhi prinsip komparabilitas.

Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, juga harus bersiap untuk menghadapi tantangan ke depan untuk melakukan inventarisasi dan penilaian terhadap sumber daya alam sebagai salah satu kekayaan yang dikuasai oleh negara. Pada tahun 2016, DJKN telah melaksanakan Penilaian terhadap SDA mineral berupa timah. Namun timah masih merupakan bagian kecil dari kekayaan negara ini. Masih terdapat SDA mineral lainnya, minyak dan gas bumi, perairan, pesisir, hutan, udara, atmosfer serta keanekaragaman biota Indonesia lainnya yang belum diukur manfaat ekonominya.

Tentunya setelah mampu mengidentifikasi dan mengukur nilai ekonomi dari kekayaan negara, maka tahapan berikutnya adalah bagaimana mengelola kekayaan negara dengan profesional dan akuntabel untuk kemakmuran rakyat. Disanalah fungsi penilaian kembali berperan penting dalam optimalisasi penerimaan negara dengan cara menyediakan nilai wajar yang reliabel terhadap BMN yang akan dihapuskan melalui penjualan lelang, atau menyediakan nilai sewa wajar yang akuntabel untuk kekayaan negara yang dimanfaatkan baik melalui sewa ataupun kerjasama pemanfaatan. Selain itu penulis merekomendasikan DJKN sebagai manajer aset negara, sudah saatnya DJKN ikut berperan dalam efisiensi pengeluaran negara misalnya melalui mekanisme pengujian kelayakan proposal perencanaan kebutuhan BMN dan pengadaan BMN, serta berperan dalam efektivitas pengelolaan kekayaan negara misalnya melalui pengelolaan BMN idle agar menjadi aset produktif.

I Wayan Mardana

Mahasiswa Tugas Belajar Program DIV Akuntansi Alih Program PKN STAN

Referensi

Bova, Elva, et. al. 2013. IMF Working Paper: Another Look at Governments’ Balance Sheets: The Role of Nonfinancial Assets. Washington D.C : International Monetary Fund

Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 (Audited)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini