Pengelolaan
kekayaan negara (aset) merupakan salah satu representasi fungsi Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum
Negara (BUN). Pengelolaan kekayaan
negara sebagai suatu fungsi pada Kementerian Keuangan, berkembang secara signifikan setelah fungsinya
dilaksanakan secara full dedicated
dalam unit setingkat eselon I, yaitu Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN),
pada tahun 2006. Dan secara fungsi, bentuk mature-nya
telah terakomodasi dalam pasal 28, Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015, dimana ruang lingkup
kekayaan negara yang dikelola meliputi
barang milik Negara (BMN),
kekayaan negara dipisahkan (KND),
dan kekayaan negara lain-lain (KNL).
Selain melaksanakan fungsi kekayaan negara, DJKN juga melaksanakan fungsi penilaian,
pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang.
Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan
Tahun 2015 s.d. 2019, dari sisi nilai, potensi aset yang dimiliki oleh
pemerintah sangat besar. Hal ini salah
satunya terlihat dari nilai barang milik negara (BMN) berupa aset tetap yang mengalami peningkatan secara signifikan, dari nilai BMN per 31 Desember 2005 sebesar Rp237,78 triliun, pada tahun 2014 telah mencapai Rp1.796,73 triliun (Semester I LKPP 2014). Kemudian
untuk kekayaan negara lain-lain tercatat sebesar Rp 191,38 triliun. Selain itu,
kekayaan negara yang berupa investasi pemerintah (kekayaan negara dipisahkan)
juga memiliki nilai yang tidak kalah potensial. Berdasarkan Rencana Strategis
Kementerian Keuangan Tahun 2015 s.d. 2019, nilai inventasi pemerintah s.d.
tahun 2013 tercatat sebesar Rp1.218 triliun
atau kurang lebih 34,15% dari total aset yang tersaji pada LKPP. Sampai dengan tahun 2016, nilai ini terus meningkat.
Pertumbuhan nilai aset yang
cukup signifikan, terutama untuk nilai BMN berupa aset tetap, merupakan hasil dari
pelaksanaan inventarisasi dan penilaian atas seluruh aset Kementerian/Lembaga yang
dilaksanakan pada tahun 2007 s.d. 2012. Pelaksanaan inventarisasi dan penilaian
merupakan bagian dari perbaikan tata kelola aset, yang juga terbukti mampu
mendongkrak opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dari opini
Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)/disclaimer
menjadi Wajar Dengan Pengecualian pada tahun 2009.
Salah satu penyebab opini disclaimer atas LKPP sebelum tahun 2009 (2004 s.d. 2008) adalah
terkait dengan penyajian data aset pada neraca yang belum dapat diyakini
kewajarannya. Oleh karena itu, mulai tahun 2007, Kementerian Keuangan (dhi.
DJKN) menggulirkan program 3 T, yaitu Tertib Administrasi, Tertib Fisik, dan
Tertib Hukum, dimana salah satu kegiatan prioritasnya adalah pelaksanaan
inventarisasi dan penilaian. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan aset dari sisi administrasi dan fisik, sekaligus
memperbaiki penyajian nilai aset pada LKPP.
Sampai dengan saat ini, perbaikan tata kelola aset
negara senantiasa terus dilakukan secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang
saat ini masih berjalan diantaranya adalah sertifikasi BMN berupa tanah. Kegiatan
ini merupakan bagian dari program tertib hukum atas aset. Perkembangan sertifikasi
BMN berupa tanah dapat diilustrasikan pada grafik berikut ini. Program percepatan sertifikasi dimulai pada tahun
2012, yaitu melalui kegiatan identifikasi dan pendataan atas BMN berupa tanah. Pada
tahun tersebut, BMN berupa tanah telah teridentifikasi sejumlah 87.497 bidang.
Sebagian diantaranya, yaitu 46.193 bidang, telah bersertifikat, sementara
sisanya sejumlah 41.304 akan disertifikatkan secara bertahap. Program
percepatan sertifikasi dilaksanakan mulai tahun 2013 dengan prioritas pada
penyelesaian atas BMN berupa tanah yang telah berstatus free and clean (bukti kepemilikan lengkap, fisik dikuasai oleh K/L,
dan tidak dalam sengketa).
Melihat data tren pencapaian sertifikasi BMN berupa tanah, dapat disimpulkan
bahwa rata-rata realisasi penyelesaian sertifikasi per tahun hanya mencapai
3.070 bidang. Oleh karena itu, diperkirakan proses sertifikasi akan memerlukan
waktu penyelesaian kurang lebih selama 13 tahun. Namun demikian, Kementerian
Keuangan (dhi. DJKN) senantiasa terus mengakselerasi program sertifikasi BMN dengan
melakukan crash programme bersama
Kementerian ATR/BPN dan Bappenas, sehingga diharapkan penyelesaian sertifikasi
bisa lebih cepat atau paling tidak sejalan dengan target Reforma Agraria
Kementerian ATR/BPN, dimana seluruh bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025
harus sudah bersertifikat.
Perbaikan tata kelola aset melalui program tertib
administrasi, tertib fisik, dan tertib hukum merupakan standar minimal yang
harus dilakukan (the minimum standard of
state asset management). Oleh karena itu, simultan dengan pelaksanaan
program tersebut, hal selanjutnya yang harus dilakukan oleh Kementerian
Keuangan adalah memastikan bahwa aset negara telah digunakan secara optimal.
Indikator kinerja “rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap” merupakan
indikator yang dipilih untuk memantau utilisasi/penggunaan atas aset negara.
Selain bertujuan untuk memastikan tertib administrasi/pencatatan aset,
indikator ini juga dapat memberikan informasi tentang seberapa nilai aset yang digunakan
untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, nilai aset
yang under capacity sehingga dapat
dimanfaatkan/dikerjasamakan dengan pihak ketiga, nilai aset yang diserahkan
kepada pihak lain dalam rangka pelaksanaan progam pemerintah (hibah), atau
nilai aset yang digunakan sebagai penyertaan modal negara. Artinya, melalui
indikator ini, pertumbuhan portofolio nilai aset berikut utilisasinya
senantiasa dipantau.
Dalam perkembangannya, pengelolaan aset mengalami pergeseran
paradima, dari asset administrator
menjadi asset manager. Oleh karena
itu, pada tahun 2017, Kementerian
Keuangan mulai mengukur kinerja pengelolaan aset ditinjau dari seberapa besar
manfaat ekonomi yang diperoleh dari pengelolaan aset negara. Manfaat ekonomi
tersebut diukur dari nilai penerimaan negara dan nilai penghematan belanja yang
dihasilkan dari kegiatan pengelolaan aset. Melalui pengukuran ini, diharapkan
aset yang dimiliki oleh negara tidak hanya sebatas pada penggunaan, namun juga
dikelola secara optimal dan profesional sehingga nantinya juga berkontribusi
dalam mendukung kapasitas keuangan negara. Pola optimalisasi penerimaan negara
melalui pengelolaan aset dapat dilakukan melalui skema sewa, kerja sama
pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, dan lainnya. Sementara pola
optimalisasi penghematan belanja dapat dilakukan dengan skema pengalihan aset idle pada suatu Kementerian/Lembaga kepada
instansi lain yang membutuhkan baik untuk pelaksanaan tugas dan fungsi maupun mendukung
program prioritas pemerintah. Contoh dukungan aset terhadap program prioritas
pemerintah pada tahun 2016 adalah penyediaan aset di Lampung, Batam, Padang, dan Gowa untuk
program sejuta rumah.
Selain hal tersebut, pada tahun 2016, Kementerian Keuangan juga telah membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), sebagai salah satu unit yang bertugas secara
khusus melakukan optimalisasi atas aset-aset idle yang berada di bawah pengelolaan Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara (BUN). Selain
sebagai operator aset idle, LMAN juga
diberikan mandat oleh pemerintah untuk melaksanakan fungsi special land bank, yang berperan dalam penyediaan dan pendanaan lahan untuk
proyek strategis nasional.
Pengelolaan
aset negara memiliki peran yang semakin strategis dalam mendukung pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan secara serius
sedang berupaya untuk mengoptimalkan peran tersebut, sehingga aset negara tidak
lagi dipandang sebagai sumber daya pasif, namun secara produktif dapat dikelola
dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Strategi yang akan digunakan
untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan pembangunan basis data
aset yang aktual dan akurat, serta menjalankan strategi pengelolaan aset
berbasis prinsip the highest and best use.
Harapannya, setiap nilai aset yang dimiliki oleh negara ini dapat memberikan
imbal balik/return yang positif sesuai
dengan potensi terbaik atas aset tersebut.
(Ditulis untuk memenuhi bahan masukan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2016)Editor: Andar Ristabet HesdaDiolah dari berbagai sumber